Kelima, Disruption of time, space and identity atau gangguan terhadap waktu, ruang, dan identitas. Unsur kelima ini ditampilkan melalui mimpi Mar dan Mata. Pembaca diajak masuk ke dalam mimpi seorang anak (Mar) yang dibawa oleh seseorang saat gerhana matahari berlangsung. Dalam mimpinya, Mar pergi ke bukit yang hijau nan lapang dan bertemu dengan raksasa-raksasa yang begitu besar. Namun, kenyataannya Mar tertidur selama 40 hari. Terkesan tidak masuk akal.
Kontradiksi antara mimpi dan kenyataan juga dialami Mata. Setelah peristiwa tertabraknya seekor sapi, Mata sering kali didatangi oleh kawanan sapi yang menakutkan di dalam tidurnya. Menurut warga setempat, mimpi mengerikan itu menjadi pertanda buruk karena arwah sapi belum tenang.Â
Kesimpulan
Novel sastra anak berjudul Mata di Tanah Melus dengan genre magical realism ditulis menggunakan bahasa dan perspektif seorang anak usia 10-12-an tahun. Pada tahap usia ini, anak sudah mampu berpikir secara logis dan memiliki kemampuan berpikir secara abstrak. Oleh karena itu, deretan kejadian sehari-hari dan karakter yang nyata, adanya mitos-mitos yang masih dipercaya, destinasi wisata  yang ditampilkan, serta cerita fantasi yang tidak masuk akal, akan sangat menarik bagi pembaca muda.Â
Penuturan dan penggambaran kondisi secara mendetail menciptakan imajinasi pembaca seolah-olah ikut serta dalam petualangan Mata. Bagi saya sendiri, setelah membaca Mata di Tanah Melus untuk kedua kalinya, mempertanyakan keberadaan tempat-tempat yang menjadi latar cerita dan eksistensi Suku Melus.Â
Buku cerita anak yang menarik dan hebat, bahkan novel ini banyak digunakan sebagai bahan penelitian.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H