Mohon tunggu...
Laeli Nuraj
Laeli Nuraj Mohon Tunggu... Lainnya - Basic Education Research Team

Suka baca, ngopi, jalan pagi, dan jalan-jalan.

Selanjutnya

Tutup

Book Pilihan

[Review Buku] Mata di Tanah Melus, Novel Sastra Anak Berkualitas

30 Agustus 2024   11:38 Diperbarui: 1 September 2024   20:28 458
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mata di Tanah Melus | Dok. pribadi

Mata di Tanah Melus merupakan buku pertama karya Okki Madasari yang saya baca. Novel sastra anak ini menjadi seri pertama dari tetralogi Mata: Mata di Tanah Melus, Mata dan Rahasia Pulau Gapi, Mata dan Manusia Laut, serta Mata dan Nyala Api Purba. 

Berangkat dari kegelisahan akan minimnya buku bacaan untuk anak-anak, Okki Madasari terdorong untuk menulis buku anak yang mengandung nilai-nilai positif kehidupan. Penulis novel dewasa yang kerap menyuarakan isu-isu sosial ini berharap karya-karyanya dapat dinikmati oleh pembaca muda, termasuk puterinya, Mata Diraya. 

Penulis: Okky Madasari
Ilustrator: Restu Ratnaningtyas
Tahun terbit: 2018
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Ukuran: 20 cm
Tebal: 192 halaman
Harga buku: Rp
Nomor ISBN: 978-602-03-8132-9

Sinopsis

Mata di Tanah Melus berkisah tentang petualangan seorang anak perempuan bersama ibunya ke Atambua, Nusa Tenggara Timur. Anak kecil itu bernama Matara, biasa disapa Mata. Mata kecil hidup dengan cerita-cerita dari buku yang dibacanya, lantaran kedua orang tuanya yang berprofesi sebagai penulis, sibuk dengan dunianya masing-masing.

Ibu Mata adalah sosok perempuan yang sangat kritis terhadap hal-hal yang tidak sesuai dengan apa yang diyakininya. Beberapa kali Ibu Mata menemui gurunya karena terlalu banyak memberikan PR sehingga menyita waktu bermain dan membaca. Suatu kali, Ibunya protes lagi karena guru agamanya bercerita tentang orang-orang yang tubuhnya disiksa di neraka. 

Beberapa bulan kemudian, Mata dipindahkan ke sekolah swasta yang memiliki fasilitas lebih baik dan tentunya tidak memberikan banyak PR. Mata pikir, ibunya tidak akan lagi bertandang ke sekolah untuk menyampaikan keberatan atau penolakan. Namun, Mata salah. Dalam sebuah pertemuan dengan para guru dan orang tua, ibunya menyuarakan ketidaksetujuannya pada budaya hedonisme di sekolah baru Mata. 

Mata adalah satu-satunya murid yang tidak ikut serta liburan bersama ke Disney Land, Singapura, Jepang, dan Korea. Menurut Ibu Mata, liburan ke tempat-tempat tersebut tidaklah mendidik dan hanya membuang uang. Untuk menenangkan Mata, ibunya menjanjikan liburan yang lebih seru.

Suatu hari, ayah Mata tidak lagi bekerja. Keadaan ini mempengaruhi kondisi ekonomi dan keharmonisan keluarga kecil itu. Suasana hangat yang penuh tawa kian memudar gara-gara persoalan uang. Pertengkaran pun kerap terjadi antara ibu dan ayahnya. 

Tepat di usia Mata yang ke-12, ibunya mengajak liburan berdua ke ujung timur Indonesia yang berbatasan dengan Timor Leste. Bagi Mata, ini bukanlah liburan yang diharapkan. Mata lebih mendambakan liburan ke tempat-tempat wisata yang lebih terkenal.

Baru saja mendarat di Tanah Belu, mobil yang ditumpangi Mata dan ibunya menabrak seekor sapi yang berkeliaran bebas di jalanan. Naasnya, sapi itupun mati. Ibu Mata harus membayar denda kepada pemilik sapi sesuai hukum adat yang berlaku. Warga menyarankan agar Mata dan ibunya mengadakan upacara adat untuk membuang sial.

Ditemani warga, mereka pergi ke Hol Hara Ranu Hitu, benteng 7 lapis tempat upacara adat. Mata dan ibunya diminta untuk kembali ke Jakarta agar tidak mendapatkan kesialan-kesialan lagi. 

Akibat tidak mengindahkan saran dari pemimpin upacara adat, kemalangan pun menimpa Mata dan ibunya lagi. Mereka terpisah. Mata diculik oleh bangsa Melus, suku tradisional yang menutup diri dari dunia luar. Terjebak selama 14 hari di negeri Melus, Mata mengalami kejadian-kejadian luar biasa yang tidak masuk akal. Mata bertemu dengan orang-orang sakti yang memiliki kekuatan supranatural dan mahluk-mahluk aneh seperti Ratu Kupu-kupu dan Dewa Buaya. 

Siapa sangka perjalanan ini justru membawa Mata dan ibunya ke sebuah pengalaman luar biasa yang tidak terlupakan. 

Hal yang menarik dari isi buku

Semula saya kira buku ini merupakan cerita petualangan biasa yang menuturkan perjalanan ke sebuah tempat yang menyenangkan. Novel sastra anak ini justru menunjukkan elemen realis yang tidak banyak dijumpai pada buku bacaan anak. Seperti persoalan rumah tangga orang tua Mata dan konflik sosial antar suku di Tanah Belu yang menyebabkan Bangsa Melus menolak orang luar masuk ke dalam wilayahnya kekuasaannya.

Novel anak ini juga mengandung nilai-nilai kehidupan tentang kebenaran yang patut diperjuangkan dan ketidakadilan yang harus dilawan. Seperti diperlihatkan oleh sikap dan keberanian Ibu Mata yang bertindak tegas terhadap sistem pendidikan yang tidak berjalan sesuai dengan semestinya.

Secara konsep realisme magis menurut Wendy B. Faris, penulis buku Ordinary Enchantments: Magical Realism and the Remystification of Narrative, novel Mata di Tanah Melus ini memiliki karakter realisme magis yang kuat. Pertama, The Irreducible Element atau adanya unsur-unsur yang tidak dapat dinalar dan dijelaskan dengan pikiran rasional. Seperti, kepercayaan terhadap mitos-mitos, penggunaan mantra-mantra, dan orang-orang yang memiliki kekuatan supranatural.

Kedua, The Phenomenal World atau dunia fenomenal yang berisi tempat-tempat dan karakter sebagi latar dan tokoh cerita yang dapat dibuktikan secara empiris. Dalam novel Mata di Tanah Melus, Okki Madasari menghadirkan destinasi wisata seperti Kota Atambua, Hol Hara Ranu Hitu, dan Fulan Fehan. Sementara beberapa tokoh fenomenal yang memperkuat cerita adalah Mata, ibunya, ayahnya, dan warga setempat di Belu, dan lainnya. 

Ketiga, Unsettling Doubts atau keraguan yang tidak terselesaikan, seperti kemampuan orang-orang sakti Suku Melus yang konon mampu mengatur turun dan redanya hujan, dewa buaya yang lihai mengendalikan buaya-buaya liar, Ratu Kupu-kupu yang bisa terbang, dan lainnya yang membuat pembaca berpikir dan meragukan hal-hal tersebut. 

Keempat, Merging Realism atau penggabungan dua dunia. Perjalanan Mata yang berasal dari Jakarta ke pedalaman Nusa Tenggara Timur, menggabarkan seseorang dari dunia modern yang terjebak di wilayah suku-suku tradisional. Tersesatnya Mata di Kerajaan Kupu-kupu juga menampakkan seorang anak kecil yang nyata berada di dunia fantasi. 

Kelima, Disruption of time, space and identity atau gangguan terhadap waktu, ruang, dan identitas. Unsur kelima ini ditampilkan melalui mimpi Mar dan Mata. Pembaca diajak masuk ke dalam mimpi seorang anak (Mar) yang dibawa oleh seseorang saat gerhana matahari berlangsung. Dalam mimpinya, Mar pergi ke bukit yang hijau nan lapang dan bertemu dengan raksasa-raksasa yang begitu besar. Namun, kenyataannya Mar tertidur selama 40 hari. Terkesan tidak masuk akal.

Kontradiksi antara mimpi dan kenyataan juga dialami Mata. Setelah peristiwa tertabraknya seekor sapi, Mata sering kali didatangi oleh kawanan sapi yang menakutkan di dalam tidurnya. Menurut warga setempat, mimpi mengerikan itu menjadi pertanda buruk karena arwah sapi belum tenang. 

Kesimpulan

Novel sastra anak berjudul Mata di Tanah Melus dengan genre magical realism ditulis menggunakan bahasa dan perspektif seorang anak usia 10-12-an tahun. Pada tahap usia ini, anak sudah mampu berpikir secara logis dan memiliki kemampuan berpikir secara abstrak. Oleh karena itu, deretan kejadian sehari-hari dan karakter yang nyata, adanya mitos-mitos yang masih dipercaya, destinasi wisata  yang ditampilkan, serta cerita fantasi yang tidak masuk akal, akan sangat menarik bagi pembaca muda. 

Penuturan dan penggambaran kondisi secara mendetail menciptakan imajinasi pembaca seolah-olah ikut serta dalam petualangan Mata. Bagi saya sendiri, setelah membaca Mata di Tanah Melus untuk kedua kalinya, mempertanyakan keberadaan tempat-tempat yang menjadi latar cerita dan eksistensi Suku Melus. 

Buku cerita anak yang menarik dan hebat, bahkan novel ini banyak digunakan sebagai bahan penelitian.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun