Anjing Mengeong, Kucing Menggonggong merupakan buku ke-4 dari karya Eka Kurniawan yang saya baca setelah Cantik Itu Luka, Lelaki Harimau, dan O. Buku ini saya pesan di Gramedia Official Shop Shopee melalui program pre-order.Â
Cover-jaketnya sangat menarik, gambar seorang lelaki yang di telapak tangannya muncul api membara dan di belakangnya ada bayang-bayang hitam besar yang mengikutinya.Â
Tangannya memegang kepala seolah kebingungan. Mungkin itu yang bisa saya terjemahkan dari ilustrasi desain sampul Wulang Sunu.Â
Sementara hard cover bagian dalamnya berwarna biru tua polos dan hanya berbentuk bayang gambar cover jaketnya.Â
Pemesanan novel secara pre-order di tahun 2024 ini akan mendapatkan tanda tangan Eka Kurniawan di bagian halaman depan, postcard, bookmark, dan stempel kayu Ex Libris.
Pesan yang disampaikan Eka Kurniawan kepada pembaca melalui postcard tersebut sangat lucu. Seperti ada harap yang diikuti kewaspadaan kalau-kalau setelah membaca novel ini pembaca malah menjadi pening. Bolehlah membaca sembari ditemani secangkir kopi.Â
Sinopsis
Anjing Mengeong, Kucing menggonggong bercerita tentang seorang anak bernama Sato Reang yang mengalami kegundahan dalam pencarian jati diri. Sedari kecil, Sato Reang dituntut untuk menjadi anak yang saleh oleh Ayahnya, Umar. Saleh dalam artian harus sembahyang paling tidak lima kali sehari dan mengaji atau membaca ayat Al-Quran setiap malam.Â
Setelah Sato Reang disunat, ayahnya berpesan dan bertitah kepada Sato Reang:
"Sudah saatnya kau menjadi anak saleh."
Sato Reang merasa kebebasan dan kebahagiannya sebagai anak-anak direnggut oleh kewajiban dan perintah yang harus ditaati.Â
Ia tidak bisa pergi bermain sesuka hati seperti teman-temannya, tidak bisa pergi ke pasar malam dengan leluasa, dan tidak bisa pergi ke bioskop karena dianggap sebagai tindakan tercela oleh ayahnya. Salah satu hiburan yang bisa ia lakukan adalah dengan mengisi teka teki silang.
Di saat teman-teman sebayanya bermain, nongkrong, pacaran, Sato Reang justru harus mengikuti ayah dan keluarganya menghadiri pengajian di salah satu masjid besar.Â
Ketika teman-teman sekelasnya seru dan asyik membahas tontonan televisi terbaru, Sato Reang hanya diam lantaran ia tidak menonton televisi.Â
Penulis: Eka Kurniawan
Tahun terbit: 2024
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Ukuran: 13 x 19 cm
Tebal: 135 halaman
Harga buku: Rp 125.000
Nomor ISBN: 978-602-06-7385-1
Nomor ISBN Digital: 978-602-06-7384-4
Kebiasaan Sato Reang yang seperti itu menyebabkan dirinya dilabeli sebagai anak saleh oleh teman-teman, tetangga, dan gurunya. Sato Reang risih, jengah, jengkel, tidak menyukai cap anak saleh yang menempel pada dirinya. Ia menganggap itu semua disebabkan oleh ayahnya. Ia benci Umar. Ia menginginkan ayahnya tiada.
Hingga suatu hari ayahnya meninggal dunia. Sato Reang pikir, ia akan terbebas dari belenggu perintah ayahnya. Nyatanya, bayang-bayang sosok sang ayah justru semakin mengikuti kemanapun ia pergi. Tindak-tanduknya, lakunya, gelagatnya, dan kebiasaannya yang diwariskan ayahnya justru lekat dengan dirinya. Orang-orang selalu mengatakan Sato Reang serupa dengan ayahnya. Ia benci hal itu.
Bahkan, pascakematian Umar, Sato Reang masih juga dihantui kebiasaan ayahnya setiap pagi menjelang,
Dokkk-dokkk! Dokkk-dokkk! "Sato! Bangun sekarang! Sembahyang Subuh!"
Sato mencoba berbagai cara untuk menghilangkan sosok Umar pada dirinya. Namun, ia selalu gagal. Satu-satunya jalan agar terhindar dari bayang ayahnya adalah dengan meninggalkan sembahyang dan mengaji. Sato Reang di masa SMA, tidak lagi menjadi anak saleh. Ia bertindak sembrono, semaunya sendiri. Bahkan menghasut kawannya agar meninggalkan sembahyang.Â
"Berbuatlah sedikit dosa, Jamal. Pahalamu sudah banyak, bertumpuk-tumpuk. Tak akan habis dikurangi dosamu". Kata Sato Reang kepada salah satu kawan sekelasnya, Jamal. Jamal yang saleh, selalu sembahyang lima kali sehari, juga rajin mengaji.
Sato Reang mulai mencuri. Sato Reang kencing seperti anjing di sembarang tempat, di bawah pohoh, di emperan toko, di jalanan. Bahkan ia kerap mengencingi buah-buahan di atas mobil bak pikap pada malam hari. Dan esoknya, ia akan menyaksikan orang-orang membeli dan bahkan mencicipi buah yang telah ia kencingi. Ia puas, ia bahagia melakukannya. Ia merasa bebas, seperti menemukan dirinya sendiri.Â
Hal yang menarik dari isi buku
Berlatar waktu pada tahun 90-an di sebuah kota pinggiran bernama Rawa Batu. Cerita Anjing Mengeong, Kucing Menggonggong cukup relate dan terasa sangat real dengan masa kecil saya dan mungkin sebagian Sobat Kompas yang muslim dan tinggal di pinggiran kota atau pedesaan. Sosok ayah yang ketat dalam mendidik anak-anaknya untuk menjadi saleh/saleha.Â
Peran seorang ayah memang sangat berpengaruh pada tumbuh kembang anak. Bagaimanapun, pendidikan dan trauma masa kecil akan terbawa hingga remaja dan dewasa. Banyak yang berdampak baik, namun tidak sedikit pula yang berujung buruk seperti Sato Reang.
Berbeda dengan novel O yang memiliki karakter sangat kompleks dan sureal, dalam buku Anjing Mengeong, Kucing Menggonggong ini tokohnya tidak banyak. Karakter yang menonjol dan sangat kuat hanyalah sang tokoh utama atau Sato Reang, ayahnya, dan Jamal (kawan sekolah Sato Reang). Selebihnya sebagai pemeran pembantu.Â
Di bagian akhir buku, Eka Kurniawan menyisipkan tentang politik. Sekilas tentang Darul Islam, PKI, Permesta, Republik Maluku Selatan, yang semuanya memberontak. Namun Tentara Indonesia berhasil menumpas mereka semua, hingga Indonesia kokoh berdiri, Pancasila berjaya. Apakah kisah Sato Reang yang memberontak menggambarkan kumpulan gerakan pemberontak itu?
Barangkali Sobat Kompas yang sudah membaca buku ini punya pemikiran lain. Boleh dibagikan, ya...
Teknik penulisan
Alurnya mundur maju. Bermula dari Sato Reang yang berhenti pergi ke masjid, tidak lagi melakukan sembahyang, dan menghasut salah satu temannya, Jamal, untuk meninggalkan ibadah. Sato Reang yang saleh menjelma menjadi setan. Kemudian, alurnya mundur menceritakan Sato Reang kecil yang penuh tekanan didikan ayahnya. Dan segala hal yang terjadi yang akhirnya membentuk Sato Reang seperti setan.
Tidak ada pembagian bab untuk memisahkan setiap bagian cerita. Cara penuturan Eka Kurniawan yang khas, sederhana, namun menyimpan banyak makna di baliknya.Â
Jika dibolehkan untuk membaginya, buku ini terdiri dari bagian-bagian berikut:
- Masa kecil tokoh utama, Sato Reang
- Masa setelah kulup Sato Reang dipotong
- Masa pascakematian Ayah Sato Reang
- Masa Sato Reang kembali ke sekolah saat SMA
Kesimpulan
Secara keseluruhan novel ke-5 Eka Kurniawan sangat menarik, seperti karya-karya lainnya yang sarat makna dan menyiratkan kritik sosial.Â
Berbeda dengan ketiga novel yang saya baca sebelumnya Cantik itu Luka, Lelaki Harimau, dan O yang sureal, novel Anjing Mengeong, Kucing Menggonggong ini sangat real.Â
Dikemas secara ringan dan sederhana dengan kalimat-kalimat yang mudah dipahami. Buku bacaan yang habis dibaca sekali duduk.Â
Sebagai pecinta literasi dan pembaca karya Eka Kurniawan, segera beli novel ini. Selamat membaca!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H