Nama: Laelatul Mukharom
Nim: 121221013
Dosen:Â Apollo, Prof. Dr, M.Si.Ak
Konten ini telah tayang di Kompasiana.com dengan judul "Memahami dan Menjelaskan Akuntansi Pajak PPn dan PPnBM", Klik untuk baca:
https://www.kompasiana.com/laelatulmukharom1212210139882/66647a2dc925c4718d2929e4/memahami-dan-menjelaskan-akuntansi-pajak-ppn-dan-ppnbm?source_from=notification_activity
Kreator: LAELATUL MUKHAROM 121221013
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Tulis opini Anda seputar isu terkini di Kompasiana.com
Matkul: Akuntansi perpajakan
Universitas Dian nusantara
Memahami dan menjelaskan akuntansi PPn
Halaman 2
PPN (Pajak Pertambahan Nilai): PPN adalah pajak yang dikenakan atas penjualan barang dan jasa di Indonesia. PPN dikenakan pada setiap tahap produksi dan distribusi, namun bisa dikreditkan kembali kepada pemungut PPN sebelumnya.
Badan Usaha dan Pengusaha Kena Pajak (PKP): Badan usaha adalah entitas hukum yang bergerak dalam kegiatan ekonomi. Pengusaha Kena Pajak (PKP) adalah badan usaha atau individu yang telah memenuhi syarat peraturan perpajakan untuk dikenakan kewajiban pajak, seperti PPN.
Kena Pajak (PKP): Kena Pajak (PKP) adalah istilah lain untuk menyebut badan usaha atau pengusaha yang telah terdaftar dan dikenakan kewajiban untuk mengenakan, mengumpulkan, dan menyetor PPN kepada pemerintah.
Halaman 3
Pasal 2 menjelaskan kewajiban dan opsi untuk menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP) berdasarkan kriteria omzet tahunan.
Badan Usaha dengan omzet lebih dari 4,8 miliar rupiah wajib menjadi PKP dan memiliki kewajiban untuk mengumpulkan, menyetor, dan melaporkan PPN.
Badan Usaha dengan omzet tidak lebih dari 4,8 miliar rupiah dapat memilih untuk menjadi PKP jika bermaksud melakukan penyerahan barang dan jasa tertentu, meskipun tidak memenuhi ambang batas omzet.
Halaman 4
Pasal 7 menjelaskan kriteria barang dan jasa yang tergolong Non BKP (Barang Kena Pajak) dan Non JKP (Jasa Kena Pajak) dalam sistem perpajakan. Ini mencakup barang seperti hasil pertambangan atau pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya, serta barang-barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Jasa seperti pelayanan kesehatan, pelayanan sosial, pengiriman surat, jasa keuangan, jasa asuransi, jasa keagamaan, pendidikan, kesenian, hiburan, angkutan umum, perhotelan, dan pelayanan yang disediakan oleh pemerintah juga termasuk dalam kategori ini. Jasa-jasa ini tidak dikenakan PPN, kecuali untuk jasa boga atau katering yang bersifat lain.
Halaman 5
Pasal 17 UU PPN mengatur bahwa saat terutangnya pajak ditentukan pada saat penyerahan barang atau jasa, sebagaimana diatur dalam Pasal 13 UU PPN terkait saat pembuatan Faktur Pajak.
Penentuan saat penyerahan barang atau jasa dan pembuatan Faktur Pajak harus disinkronisasi dengan praktik pencatatan atau pembukuan yang mengikuti prinsip akuntansi yang berlaku umum dan diterapkan secara konsisten oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP).
Penyerahan barang atau jasa dianggap telah terjadi ketika risiko dan manfaat kepemilikan barang telah berpindah kepada pembeli, dan jumlah pendapatan dari transaksi tersebut dapat diukur secara dapat diandalkan.
Pengakuan pendapatan atau pencatatan piutang harus tercermin dalam penerbitan invoice atau faktur penjualan, yang juga menjadi dokumen sumber dan dasar pencatatan pengakuan pendapatan atau pencatatan piutang oleh PKP.
Halaman 6
Faktur Pajak harus dibuat pada saat terjadinya penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan/atau Jasa Kena Pajak (JKP).
Jika pembayaran diterima sebelum penyerahan BKP dan/atau JKP, maka Faktur Pajak harus tetap dibuat pada saat penyerahan tersebut.
Jika pembayaran diterima secara termin dalam hal penyerahan tahap pekerjaan, Faktur Pajak harus dibuat pada setiap tahap penyerahan yang sesuai dengan pembayaran yang diterima.
Dalam konteks kontraktual dengan Pemerintah (PXP), rekanan harus menyampaikan tagihan kepada Bendahara Pemerintah sebagai Pemungut PPN dan membuat Faktur Pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Halaman 7
Kode Transaksi Faktur Pajak digunakan untuk menentukan jenis transaksi perpajakan berdasarkan siapa yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan/atau Jasa Kena Pajak (JKP) serta siapa yang memungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
Kode 01 digunakan ketika penyerahan BKP dan/atau JKP dilakukan oleh PKP penjual yang memungut PPN.
Kode 02 digunakan untuk penyerahan BKP dan/atau JKP kepada Pemerintah (Bendahara Pemerintah) yang PPNnya dipungut oleh Pemungut PPN Reklamasi dan Penyelamatan Lahan (Remlabara) Pemerintah.
Kode 03 digunakan untuk penyerahan BKP dan/atau JKP kepada Pemungut PPN lainnya (selain Bendahara Pemerintah) yang memungut PPN.
Kode Transaksi ini membantu dalam penentuan bagaimana PPN dikumpulkan dan disetor berdasarkan jenis transaksi yang dilakukan.
Halaman 8
Kode Transaksi Faktur Pajak digunakan untuk mengidentifikasi jenis transaksi perpajakan berdasarkan kondisi penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan/atau Jasa Kena Pajak (JKP), serta penerimaan PPN.
Kode 04 digunakan untuk penyerahan BKP dan/atau JKP yang menggunakan Dasar Pengenaan Pajak (DPP) Nilai Lain, dengan PPN yang dipungut oleh PKP penjual yang melakukan transaksi tersebut.
Kode 05 tidak digunakan dalam konteks ini.
Kode 06 digunakan untuk penyerahan lainnya di mana PPNnya dipungut oleh PKP penjual, termasuk penyerahan kepada orang pribadi pemegang paspor luar negeri (turis asing) sesuai dengan Pasal 16E Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai.
Kode 07 digunakan untuk penyerahan BKP dan/atau JKP yang mendapat fasilitas PPN Tidak Dipungut atau Ditanggung Pemerintah (DTP).
Kode 08 digunakan untuk penyerahan BKP dan/atau JKP yang mendapat fasilitas Dibebaskan dari Pengenaan PPN.
Kode 09 digunakan untuk penyerahan Aktiva sesuai dengan Pasal 16D Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai, dengan PPN yang dipungut oleh PKP penjual yang melakukan transaksi tersebut.
Halaman 9
Penyerahan BKP dianggap terjadi ketika barang tersebut meninggalkan tempat penyerahan atau tempat penimbunan, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai (UU PPN). Hal ini menentukan saat terutangnya Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas penjualan barang tersebut oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP).
Halaman 10
Penyerahan BKP dianggap terjadi pada saat risiko dan manfaat kepemilikan barang berpindah dari penjual kepada pembeli. Hal ini merupakan momen krusial dalam penetapan kewajiban Pajak Pertambahan Nilai (PPN), di mana transaksi penjualan barang dikategorikan sebagai objek yang terkena PPN sesuai dengan aturan yang berlaku dalam Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai (UU PPN).
Halaman 11
Pasal 20 mengatur kewajiban bagi Pedagang Eceran dalam melakukan penjualan Barang Kena Pajak (BKP) dan Jasa Kena Pajak (JKP) kepada konsumen akhir. Pedagang Eceran harus:
Mencatat identitas pembeli termasuk nama dan tanda tangan.
Memastikan Faktur Pajak terbit secara lengkap dan benar.
Melakukan penyerahan BKP secara langsung kepada konsumen akhir, umumnya dilakukan secara tunai tanpa adanya penawaran sebelumnya.
Tidak menerbitkan Surat Tagihan Pajak untuk penyerahan JKP, yang dapat dilakukan langsung ke konsumen akhir di tempat atau tanpa penawaran sebelumnya, dan biasanya dilakukan secara tunai.
Ini semua bertujuan untuk mematuhi ketentuan perpajakan yang berlaku dan memastikan transparansi dalam pencatatan dan pelaporan pajak atas transaksi eceran BKP dan JKP.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H