Mohon tunggu...
Sari Puspita Dewi
Sari Puspita Dewi Mohon Tunggu... Dosen - a lifelong learner

Dosen Bahasa Inggris PNJ | Penerjemah | Editor | Awardee of LPDP 2019 | YT channel: Miss Sariy

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Di Mana Amah?

9 Mei 2020   14:47 Diperbarui: 8 Juni 2020   10:48 249
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dan bus semakin menjauh dari Nin yang melambai kepadaku sambil menangis.

---/---

Suatu hari saat pulang kuliah, ibu kost menghampiriku tergesa-gesa.

"Gun.. Kowe sudah lihat berita po? Ada TKW asal Indramayu mati disiksa, Gun! Namanya Saidah, puersis nama ibumu. Ya Allah Gusti, sing sabar yo le..."
Bagai tanpa tulang, seluruh tubuhku jatuh lunglai.
Setelah mencari informasi dengan jernih berpikir, kuputuskan untuk melihat jenazahnya. Sebagai laki-laki aku harus kuat. Setidaknya do'aku terkabul bahwa aku bisa bertemu ibuku kembali, walau mungkin tak bernyawa lagi.

"Silakan masuk, mas." ujar petugas.

Aroma formalin tajam menusuk hidung. Kakiku tiba-tiba kaku masuk ruangan sedingin kulkas. Setelah kami saling berhadapan, pelan-pelan dibuka kain putih itu. Aduh! Ku tak sanggup! Sebentar, tarik nafas dulu.

"Huffff....haaahhh..." Baiklah aku siap melihatnya dari dekat. Perlahan tersibak wajah biru dan data lengkap di sebelahnya.

"Ya Allah. Ini bukan Amah! Ini Saidah yang lain! Alhamdulillah!" jeritku dalam hati.

Namanya Ibu Saidah binti Saepulah. Aku tidak begitu mengenalnya karena ia tinggal di desa sebelah, namun aku kenal keluarganya. Ceu Kokom, adik bungsunya, menikah dengan guru ngaji di desaku. Tidak kusangka akhir hidup Ibu Saidah sangat naas. Tetapi, di sisi lain aku lega karena bukan Amah di posisi itu.

---/---

Tujuh tahun berlalu sejak peristiwa itu dan belum juga ada kabar dari ibuku. Aku pun bukan lagi mahasiswa. Sekarang statusku menjadi orang kantoran dengan penghasilan yang tidak pernah kubayangkan sebelumnya. Sayangnya, Nin tidak sempat mencicip jerih payahku. Ia dipanggil ilahi tepat sehari aku wisuda. Dan aku masih ingat wasiat yang ia hembuskan di nafas terakhirnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun