Ia terbangun dan berjalan keluar dari kamar. Kedua mata memperhatikan kamar Bapak telah lama tertutup dan terasingkan selama beberapa waktu. Kamar itu telah berbeda. Ada banyak lukisan ayat Al-Quran terletak rapi di kamar itu. Lukisan dengan warna berkilauan dan memukau seperti warna pelangi di pagi hari.Â
Bahkan para keluarganya juga memberikan saran untuk menyelenggarakan pameran lukisan nanti. Ana tersenyum sederhana membalas jawaban mereka. Dia merasa baikan. Meski belum sembuh secara sempurna.
Tangan kanannya menyentuh meja kerja Bapak. Meja kerja dengan pinggiran kayu mempercantik meja tersebut. Dia terduduk di atas kursi kayu jati warna kecoklatan. Kedua mata memperhatikan dengan seksama. Ada sebagian  barang yang pernah digunakan olehnya masih tersusun rapi. Sebagian barang lain di ambil oleh kerabat dan diserahkan ke masjid.Â
Kenangan lama di malam sunyi tentang Bapak hingga kini masih bersemayam dalam benaknya. Pada tengah malam doa-doa melayang ke atas langit. Bersemayam pada bintang-bintang bersinar di malam hari. Bukan untuk Ayah kandungnya semata. Melainkan juga untuk dirinya sendiri. Telah membuat menyesal terlalu lama hingga kehilangan arah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H