Mohon tunggu...
Labib Syarief
Labib Syarief Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Buku Pergilah ke dalam diri sendiri untuk mengenal Allah

Suka baca buku dan menulis terkait hubungan internasional, tasawuf, dan psikologi

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Kebijakan Luar dan Dalam Negeri Indonesia dalam Menghadapi Ancaman Kedaulatan Terkait Konflik Laut China Selatan

9 Mei 2024   11:35 Diperbarui: 9 Mei 2024   11:40 560
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Foto: Radio Free Asia

A. Latar Belakang Masalah

Laut China Selatan (LCS) adalah laut yang sangat strategis secara geopolitik dan terletak di wilayah Asia Tenggara yang berbatasan dengan China. LCS selain memiliki posisi yang penting sebagai jalur perdagangan internasional, juga memiliki sumber daya alam yang melimpah yaitu minyak dan gas bumi. Menurut Konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa dalam Perdagangan dan Pembangunan (UNCTAD), bahwa sepertiga perdagangan dunia melalui LCS (China Power, 2024). Bahkan International Monetary Fund (IMF) merilis data sejak tahun 2008 hingga tahun 2016, total kapal perdagangan komersial internasional yang melintasi LCS rata-rata mencapai 5,3 triliun dolar Amerika Serikat (AS) per tahun (China Power, 2024). Selain itu, Badan Informasi Energi AS menginformasikan bahwa jumlah gas alam sebesar 190 triliun kaki kubik dan 11 miliar barel minyak bumi di LCS (AMTI, 2024). Karena begitu strategisnya dan melimpahnya sumber daya alam di LCS, maka berdampak terjadinya konflik di LCS.

Konflik ini terjadi karena tumpang tindih perbatasan antara klaim teritorial China dengan klaim teritorial negara-negara anggota Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) yang berbatasan langsung di LCS. Negara-negara tersebut yaitu Vietnam, Filipina, Malaysia dan Brunei Darussalam (CNN Indonesia, 2024). China mengklaim perairan di LCS dengan Nine-Dash Line berdasarkan pada sejarah China yang pertama kali ditunjukkan pada tahun 1947, sehingga ini juga menjadi justifikasi China atas klaimnya terhadap Kepulauan Spartly dan Paracel di LCS (Johannes, 2023).

Sedangkan negara-negara ASEAN yang bersengketa dengan klaim China di LCS memiliki klaimnya masing-masing. Brunei Darussalam mengklaim bahwa Louisa Reef, Owen Shoal dam Riflemen Bank adalah bagian dari Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) miliknya sejak merdeka dari Inggris pada tahun 1984 (Lowy Insitute, 2020). Malaysia pun mengklaim bahwa sebagian LCS dan 12 bagian dari rangkaian kepulauan Spartly adalah teritorialnya. Begitupun dengan Vietnam yang mengklaim bahwa teritorialnya di LCS yaitu sejumlah terumbu karang di kepulauan Spartly dan Paracel (CNN Indonesia, 2024). Selanjutnya Filipina yang juga mengklaim bahwa timur laut dari kepulauan Spartly, termasuk Pulau Kalayaan dan Scarborough Shoal adalah bagian wilayahnya (NBR, 2024).

Konflik LCS semakin rumit dan menegangkan dengan adanya keterlibatan AS. Meskipun AS bukan merupakan pihak yang bersengketa klaim teritorial di LCS, tapi kehadiran AS di LCS bertujuan untuk menjaga keamanan dan kepentingan nasionalnya. AS memberikan sinyal kepada China bahwa AS menjadi penyeimbang kekuatan di LCS, menguatkan kepemimpinannya secara global serta menjaga stabilitas kawasan Asia Tenggara. Di antara tindakan yang dilakukan AS di LCS adalah kerja sama militer dengan Filipina dan Vietnam, dengan kata lain AS mendukung sikap Vietnam dan Filipina yang berseteru dengan China di LCS (Darmawan dan Ndadari, 2017). Meskipun belum ada kontak fisik langsung antara militer AS dengan China, keberadaan AS dinilai menghambat negosiasi damai antara China dengan negara-negara ASEAN yang terlibat konflik di LCS (Darmawan & Ndadari, 2017).

Indonesia tidak termasuk negara yang berkonflik langsung di LCS, tetapi Indonesia merasakan dampak konflik LCS. Klaim Nine-Dash Line oleh China telah membuat terjadinya persinggungan dengan teritorial Indonesia di perairan utara Natuna yang masih dalam ZEE Indonesia yang merujuk pada Konvensi Hukum Laut PBB (UNCLOS 1982). Berdasarkan konvensi ini, selama masih dalam ZEE dan landas kontinen Indonesia, maka Indonesia memiliki hak hukum atas wilayah Natuna utara yang berupa pengelolaan hayati dan non hayati serta eksplorasi dan eksplotasi ekonomi (Paramita, 2020). Dengan demikian, adanya klaim China melalui Nine-Dash Line di LCS yang bersengketa dengan Vietnam, Filipina, Brunei Darussalam dan Malaysia, serta terjadi persinggungan Nine-Dash Line China dengan ZEE Indonesia di perairan Natuna Utara, maka kedua hal tersebut merupakan ancaman besar terhadap kedaulatan Indonesia dalam konflik LCS.

Ancaman tersebut berupa ancaman kedaulatan atas keamanan politik dan ekonomi Indonesia yang antara lain sebagai berikut:

1. Keamanan Politik

1.1. Masuknya kapal-kapal China ke perairan utara Natuna

Terjadi sejumlah insiden terkait masuknya kapal-kapal China, baik kapal nelayan maupun kapal penjaga pantai (coastguard). Pada 16 Maret 2016, Kapal penangkap ikan dari China KM Kway Fey dan kapal penjaga pantainya masuk ke ZEE Indonesia. Sehingga Menteri Luar Negeri Retno melayangkan protes ke China bahwa kapal-kapal tersebut telah melanggar kedaulatan Indonesia (Antara News, 2016; FK Hukum UI, 2016).

Disusul dengan terjadinya insiden antara kapal TNI AL yaitu kapal KRI Imam Bonjol-383 dengan kapal penangkap ikan Han Tan Cou dari China pada 17 Juni 2016. China menuduh terjadi penembakan, namun hal itu dibantah oleh TNI AL, bahwa telah terjadi komunikasi dengan kapal penjaga pantai China dengan nomor CCG 2501 setelah menangkap kapal Han Tan Cou (Kemhan RI, 2016). Akibat hal ini, Presiden Jokowi melakukan rapat di atas KRI Imam Bonjol di perairan Natuna (Kusumadewi, 2016), tindakan ini merupakan peringatan yang sangat kuat terhadap China bahwa perairan Natuna adalah hak kedaulatan Indonesia.

Berdasarkan dua kasus tersebut, masuknya kapal nelayan China yang ditemani kapal penjaga pantai China di perairan utara Natuna merupakan bentuk pelanggaran kedaulatan di wilayah ZEE Indonesia. Maka dapat dinilai hal ini menjadi ancaman kedaulatan politik Indonesia.

1.2. Spill over rivalitas China dan AS terkait konflik LCS

Spill over atau dampak limpahan adalah dampak yang terjadi akibat terjadinya sebuah peristiwa di suatu kawasan di dunia yang lebih bersifat negatif, spill over dari konflik LCS patut diwaspadai oleh Indonesia, mengingat Indonesia merupakan negara terbesar secara penduduk, ekonomi, dan terluas serta berpengaruh di ASEAN.  Keberadaan AS sebagai negara terkuat secara politik, militer dan ekonomi di dunia akan memperuncing konflik LCS dengan China. Karena AS sering melakukan latihan gabungan dengan sejumlah negara ASEAN yang bersengketa di LCS, misalnya pada 6 Mei 2024, Militer AS dan militer Filipina melakukan latihan militer gabungan yang diikuti 16.000 personil di Ilocos Norte, Filipina (CNBC Indonesia, 2024).

Selain itu, kapal perang AS sering bernavigasi di wilayah LCS yang sering diprotes oleh China. Misalnya pada 25 November 2023, militer China mengerahkan Angkatan lautnya untuk melacak, memantau dan memperingatkan kapal perang AS yang sedang berlayar di LCS. China melakukan tindakan tersebut karena China menganggap AS telah memasuki wilayahnya di LCS berdasarkan klaim Nine-Dash Line, sebaliknya bagi AS kehadiran kapal perang Hopper di dekat kepulauan Paracel sebagai bentuk hak bernavigasi di LCS sesuai dengan hukum internasional (VOA Indonesia, 2023).

Kedua sikap yang bertentangan dari dua negara besar tersebut terkait konflik LCS harus diwaspadai spill over-nya oleh Indonesia. Di antaranya yaitu siap siaga dengan adanya intelijen dari negara asing khususnya AS dan China yang melakukan pengawasan dan pengintaian di wilayah kedaulatan NKRI, karena Indonesia memiliki posisi strategis secara geopolitik yakni di antara Samudera Pasifik dan Samudera Hindia, serta antara Benua Australia dan Benua Asia, terlebih lagi Indonesia juga termasuk negara yang memiliki sumber daya alam yang melimpah. Dikhawatirkan jika negara asing khususnya AS dan China mampu mengkalkulasi kondisi geopolitik dan kekuatan Indonesia melalui intelijennya, maka bagi mereka tindakan tersebut merupakan salah satu kunci untuk memenangkan konflik di LCS.

Apalagi menurut pengamat militer Connie Bakrie bahwa diprediksi perang terbuka antara AS dan China terjadi pada tahun 2037, Connie mengingatkan pemerintah Indonesia bahwa kondisi tersebut perlu diantisipasi karena posisi Indonesia bagaikan korban pelanduk yaitu berada di tengah pertarungan dua negara besar tersebut (Afrianto, 2023). Dengan demikian, spill over konflik LCS akibat rivalitas AS dan China yang mengancam stabilitas politik kawasan Asia Tenggara dan kedaulatan Indonesia, harus perlu dicegah dan diantisipasi oleh pemerintah Indonesia khususnya melalui Kementerian Luar Negeri RI dan Kementerian Pertahanan RI serta juga oleh stakeholder terkait. Hal ini dilakukan demi terciptanya stabilitas kawasan dan terjaganya kedaulatan Indonesia

2. Keamanan Ekonomi

2.1. Kerugian materiil akibat pencurian ikan di perairan Natuna

Akibat konflik LCS, perairan Natuna sangat rawan dimasuki oleh kapal asing untuk pencurian ikan, misalnya kapal penangkap ikan dari Vietnam dan China. Terkait kapal penangkap ikan China biasanya ditemani oleh kapal penjaga pantainya yang cukup sering memasuki ZEE Indonesia di Natuna. Hal ini telah dijelaskan oleh Bupati Natuna, Kepulauan Riau, Hamid Rizal, pada 7 Januari 2020, bahwa modus operandi nelayan China menjarah kekayaan di laut Natuna adalah saat pergantian penjagaan oleh petugas, karena butuh waktu 10 jam dari pelabuhan di Natuna ke perbatasan. Modus lainnya yaitu ketika terjadinya musim utara, di mana ombak begitu besar, sehingga banyak nelayan Natuna enggan melaut. Ini menjadi kesempatan kapal asing China yang didampingi oleh kapal penjaga pantainya mencuri ikan di laut Natuna. Terlebih lagi kapal asing menggunakan kapal besar dalam mencuri ikan mencapai 30 Gross Ton (GT), sedangkan nelayan Natuna hanya memiliki kapal berukuran 3 hingga 4 GT (Saubani, 2020). Hal tersebut sudah tentu merugikan secara materiil bagi perekonomian Indonesia dari sektor perikanan di laut Natuna.

Kerugian materiil tersebut dinyatakan oleh Sekretariat Jenderal Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Antam Novambar, pada 12 April 2021, bahwa kerugian negara akibat pencurian ikan oleh kapal lasing di laut Natuna sejak tahun 2020 hingga tahun 2021 mencapai 30 triliun rupiah (Cipta & Arief, 2021). Dengan demikian, konflik LCS juga mengancam dan merugikan kedaulatan ekonomi Indonesia di lautan Natuna dengan adanya pencurian ikan oleh kapal asing seperti dari China, Vietnam dan Malaysia.

2.2. Nelayan Natuna terdampak pendapatannya akibat banyaknya kapal asing mencuri ikan di laut Natuna

Akibat konflik LCS, banyaknya kapal asing yang semena-mena mencuri ikan di laut Natuna. Hal tersebut telah berdampak pada enggannya nelayan Natuna untuk melaut, sehingga terjadi menurunnya pendapatan nelayan Natuna. Pada 7 Januari 2020, Ketua Himpunan Nelayan Indonesia (HNI) Kabupaten Natuna, Zaenuddin Hamzah menyatakan terjadi penurunan pendapatan sebesar 25 persen dibandingkan saat Menteri Susi Pudjiastusi masih menjabat sebagai Menteri KKP (Nurdin, 2020).

Menurutnya, kapal nelayan Natuna cukup kecil jika dibandingkan kapal asing, sehingga mereka hanya mampu melaut sejauh 12 mil. Apalagi diperburuk dengan kapal penjaga pantai China yang bandel untuk mendampingi nelayan China, padahal nelayan Natuna juga dikawal oleh TNI AL dan Bakamla. Ia juga menambahkan kapal penjaga pantai China lalu lalang masuk ke ZEE saat pasukan penjaga dari Indonesia lengah (Nurdin, 2020). Berdasarkan penjelasan tersebut, konflik LCS berdampak langsung pada keresahan nelayan Natuna dalam melaut akibat adanya kapal asing, sehingga pendapat nelayan Natuna mengalami penurunan. Hal ini merupakan bagian dari ancaman kedaulatan Indonesia berupa ancaman keamanan ekonomi dari sektor perikanan yang dirasakan langsung oleh nelayan Natuna.

B. Kerangka Teori

Oleh karena itu, berdasarkan pemaparan oleh penulis di atas yaitu terkait ancaman kedaulatan Indonesia di bidang keamanan politik dan ekonomi akibat konflik LCS. Penulis menggunakan teori neo-realisme defensif dalam menganalisis upaya pemerintah Indonesia untuk menghadapi ancaman kedaulatan Indonesia akibat konflik LCS. Teori neo-realisme defensif merupakan turunan dari teori neo-realisme yang dicetuskan oleh Kenneth Waltz, ia menyatakan bahwa dengan adanya sistem anarki (ketiadaan otoritas tertinggi di atas negara), telah membuat sistem internasional bersifat konfliktual, sehingga setiap negara harus mempertahankan dirinya berupa self-help (tindakan sebuah negara untuk mengamankan keamanan nasionalnya sendiri tanpa bantuan negara lain). Berbeda dengan teori neo-realisme ofensif yang lebih mengejar power, teori neo-realisme defensif lebih menekankan pengunaan power untuk keamanan negara yang bersifat defensif, baginya penggunaan power harus digunakan secara bijak, bukan untuk penyerangan (Riliani et al., 2020)

Selain itu, untuk merealisasikan self-help dalam sistem anarki, teori neo-realisme defensif memandang keberhasilannya di antaranya bergantung pada jumlah populasi, luas wilayah, kapabilitas militer dan ekonomi, serta stabilitas politik (Riliane et al., 2020). Dengan demikian, bagi teori neo-realisme defensif bahwa keberhasilan suatu negara dalam mempertahankan diri melalui self-help dalam sistem anarki internasional adalah seberapa optimal negara tersebut menggunakan akumulasi kekuatan (power) yang dimilikinya untuk menjaga keamanan nasional bukan untuk meraih kekuasaan atau hegemoni dunia.

C. Analisis Kebijakan Luar dan Dalam Negeri Indonesia dalam Menghadapi Ancaman Kedaulatan Terkait Konflik LCS 

Teori neo-realisme defensif ini dapat digunakan dalam menganalisis kebijakan dalam dan luar negeri Indonesia yang telah dilakukan terkait ancaman kedaulatan Indonesia atas konflik LCS. Berikut adalah analisisnya:

1. Kebijakan luar negeri Indonesia atas ancaman kedaulatan terkait konflik LCS

Teori neo-realisme defensif memandang bahwa konflik di LCS terjadi karena terjadi anarki, dengan kata lain tidak adanya otoritas tertinggi yang mengatur atau mengelola konflik di LCS, sehingga Indonesia perlu melakukan self-help atau mempertahankan diri agar keamanan nasionalnya terjaga. Oleh kareanya upaya self-help yang dilakukan Indonesia antara lain:

Pertama, memperakarsai lahirnya Declaration of Conduct of parties in The South Chine Sea (COD) di Pnom Penh pada 4 November 2002, ASEAN dan China menandatangani COD ini. Upaya Indonesia terkait lahiranya DOC telah dimulai melalui pidato lokal karya Menlu RI Ali Alatas di Bandung pada tahun 1991, bahwa Indonesia menginginkan adanya kemungkinan kerjasama dan kepercayaan antar negara yang bersengketa di LCS. Perlu diketahui DOC adalah dokumen politik untuk mengurangi ketegangan, memajukan kerjasama dan kepercayaan antara pihak yang bertikai (Kristine, 2014). Indonesia beperan penting dalam memprakarsai DOC ini.

Kemampuan Indonesia menjadi promotor untuk mendorong pembentukan DOC antara lain karena Indonesia merupakan negara yang berpengaruh di ASEAN. Hal ini salah satunya dibuktikan dengan keberadaan sekretariat ASEAN di Jakarta, sehingga Indonesia mampu memaksimalkan kekuatan yang dimiliki untuk self-help untuk menjaga kedaulatan terkait konflik LCS melalui perundingan.

Namun tantangan penerapan DOC tidak mudah, perlu negosiasi antar pihak yang bersengketa melalui Code of Conduct (kode tata perilaku). Menurut peneliti senior di Centre for Strategic and International Studies (CSIS), Evan Laksmana, COC merupakan upaya pengelolaan untuk meredakan perselisihan konflik di LCS bukan untuk menyelesaikan masalah laut yang disengketakan (Antara News, 2021a). COC merupakan keberlanjutan dari DOC demi stabilitas di kawasan Asia Tenggara dan keamanan nasional Indonesia.

Indonesia juga termasuk yang terus mendorong dan terlibat dalam negosiasi COC antara China dengan negara-negara ASEAN yang terlibat konflik di LCS. Hal tersebut mencerminkan Indonesia terus melakukan self-help atau mempertahankan diri akibat ketidakpastian dalam proses negosiasi COC. Dinyatakan oleh Wakil Duta Besar RI untuk China, Dino R Kusnadi pada 29 Juli 2020, bahwa meskipun Indonesia memiliki persinggungan perbatasan ZEE di perairan Natuna dengan klaim teritorial China di LCS, Indonesia selalu mendorong terjadinya transparansi ASEAN-China melalui COC, karena Indonesia memposisikan sebagai negara non claimed dalam konflik LCS (CNBC Indonesia, 2020).

Upaya self-help Indonesia dalam realisme defensif teralisasikan di antaranya dengan pernyataan Menlu RI, Retno Marsudi, saat Indonesia menjadi keketuaan ASEAN 2023. Pada 4 Februari 2023, Retno menyatakan bahwa anggota ASEAN berkomitmen menyelesaikan negosiasi COC sesegara mungkin guna melahirkan COC yang subtantif, efektif dan dapat ditindalanjuti (Budiono, 2023). Kemudian pada 13 Juli 2023, China dan ASEAN menyepakati percepatan perundingan COC LCS saat pertemuan Menteri Luar Negeri ASEAN dan China di Jakarta (Antara News, 2023). Dapat dinilai upaya Indonesia dalam mencegah konflik terbuka di LCS melalui keterlibatan pembentukan DOC dan ikut andil dalam negosiasi COC, merupakan upaya Indonesia yang mengutamakan keamanan nasionnalnya atas power yang dimiliki dalam menjaga kedaulatan Indonesia terkait konflik LCS.

Kedua, upaya self-help yang dilakukan oleh Indonesia lainnya terkait konflik LCS adalah dengan melakukan hedging. Hedging adalah upaya yang dilakukan oleh negara kecil dengan bekerjasama dengan negara besar supaya terjadi perimbangan kekuasaan (Wang, 2021). Dilema keamanan Indonesia demi mempertahankan keamanan nasional dalam konflik LCS akibat rivalitas AS dan China telah memaksa Indonesia melakukan hedging terhadap dua negara kuat tersebut.

Bentuk hedging yang dilakukan Indonesia antara lain dengan melakukan kerja sama dengan China dan AS. Kerja sama tersebut di antaranya berupa perdagangan, menurut Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, bahwa China menjadi mitra dagang nomor satu bagi Indonesia, di mana total ekspor China Indonesia mencapai 50,8 miliar dolar AS pada tahun 2022. Luhut juga menambahkan bahwa total investasi China ke Indonesia sejak 2014-2022 mencapai 30,80 miliar dolar AS dengan total 15.906 proyek (Septyaningsih, 2023).

Selain itu, Indonesia juga melakukan kerjasama perdagangan dengan AS. Total nominal perdagangan kedua negara tersebut mencapai 26,98 dolar AS pada tahun 2019 (Jayani, 2020). Terlebih lagi pada 14 November 2023, Indonesia dan AS sepakat meningkatkan kemitraan kedua negara menjadi Comprehensive Strategic Partnership. Kesepakatan ini dilakukan saat pertemuan antara Presiden Indonesia Joko Widodo dengan Presiden AS Joe Biden di Washington DC. (Kemenko Perekonomian RI, 2023).

Berdasarkan penjelasan terkait perdagangan antara Indonesia dengan China dan Indonesia dengan AS di atas. Indonesia telah melakukan hedging di bidang perdagangan antara dua negara dengan perekonomian kuat di dunia tersebut, maka dapat dinilai Indonesia menggunakan kapabilitas ekonomi dalam upaya mencapai keberhasilan self-help melalui kerja sama dengan dua negara kuat yang memiliki rivalitas dalam konflik LCS. Pencegahan konflik terbuka di LCS tentu dapat dilakukan oleh Indonesia melalui pendekatan perdagangan dengan AS dan China, di mana kedua negara tersebut akan berpikir ulang apabila melakukan konflik terbuka di LCS, karena LCS merupakan jalur perdagangan internasional yang penting bagi perekonomian kedua negara tersebut. Sehingga Indonesia cukup berhasil menjaga keamanan nasional melalui hedging perdagangan dengan AS dan juga dengan China yang keduanya memiliki rivalitas terkait konflik LCS.

2. Kebijakan dalam negeri Indonesia atas ancaman kedaulatan terkait konflik LCS

Kebijakan dalam negeri Indonesia untuk mengatasi ancaman kedaulatan atas konflik LCS dilakukan untuk memperkuat upaya kebijakan luar negeri Indonesia terkait konflik di LCS. Karena kebijakan dalam negeri ini tentu akan mempertegas kedaulatan Indonesia di lautan Natuna yang masuk dalam ZEE Indonesia. Kebijakan ini dilakukan bagian dari self-help dalam teori neo-realisme defensif yang mengutamakan keamanan nasional dalam hal ini kedaulatan. Di antara kebijakan tersebut yaitu:

2.1. Peningkatan kuantitas dan kualitas militer Indonesia di wilayah Natuna

Sejak terjadinya insiden kapal nelayan China dengan kapal TNI AL pada tahun 2016 di perairan Natuna, pemerintah Indonesia memberikan perhatian lebih pada wilayah Natuna. Pada 9 Maret 2017, Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu menyatakan wilayah Natuna sebagai pusat kekuatan militer dengan membangun pangkalan dan infrastuktur serta menempatkan Tentara Nasional Indonesia (TNI) dalam cukup besar di wilayah Natuna yang berbatasan langsung dengan LCS (Kemhan RI, 2017a)

Ryamizard menambahkan bahwa sebagai bentuk pencegahan dari pencurian ikan di laut Natuna, maka dilakukan penguatan militer di wilayah Natuna yaitu dengan menyiapkan lima peasawat tempur dan perbaikan infrastruktur pertahanan, seperti perbaikan hangar pesawat dan landasan yang semula 35 meter menjadi 60 meter serta perbaikan landasan agar sesuai pesawat tempur. Selain itu, penguatan dua batalion dari matra AU dan AL, yaitu berupa adanya alat penangkis udara, drone, kapal laut untuk patroli serta penambahan Marinir TNI AL dan Paskhas TNI AU. (Kemhan RI, 2017a). Berdasarkan penjelasan tersebut, kekuatan militer menjadi pertimbangan utama dalam menjaga kedaulatan di wilayah Natuna, hal ini sejalan dengan konsep neo-realisme defensif bahwa kekuatan militer digunakan dengan bijak untuk menjaga keamanan nasional bukan agresif.

2.2 Latihan Militer Indonesia di wilayah Natuna

Pada 20 Mei 2017, TNI melakukan operasi latihan militer di Natuna dengan nama Pasukan Pemukul Reaksi Cepat (PPRC). Latihan PPRC ini diikuti oleh 5.900 personil, yang terdiri dari Satuan Tugas Darat, Satuan Tugas Laut, Satuan Tugas Udara, Satuan Darat lanjutan, Satuan Manover Infantri dan Kavaleri, Satuan Batuan Tempur, serta Satuan Bantuan Administrasi. Selain itu, alutsista yang berasal dari tiga matra TNI yaitu AL, AU dan AD juga turut dikerahkan dalam operasi latihan ini. Latihan PPRC ini disaksikan oleh Presiden Jokowi yang menyatakan bahwa latihan ini menunjukkan kesiapan TNI dalam rangka mempertahankan NKRI (Kemhan RI, 2017b).

Operasi militer PPRC yang dilakukan oleh TNI dan disaksikan oleh Presiden Jokowi secara langsung merupakan bentuk dari deterrence (kemampuan suatu negara untuk mencegah tindakan buruk dari negara lain yang mengancam keamanan nasional). Tindakan Indonesia tersebut ditujukan untuk memberikan sinyal keras kepada kapal asing yang sering memasuki wilayah Natuna, khususnya kepada China yang nelayannya sering didampingi oleh penjaga pantainya untuk masuk ke ZEE Indonesia di perairan Natuna, serta untuk menjaga keamanan Indonesia dari ancaman spill over konflik LCS. Bagi teori neo-realisme defensif, tindakan yang dilakukan oleh Indonesia ini merupakan penggunaan instrumen militer yang menjadi bagian power Indonesia untuk menjaga keamanan nasional, jadi penggunaan deterrence militer bersifat defensif bukan ofensif.

2.3. Wilayah Natuna menjadi prioritas utama dalam patroli Badan Keamanan Laut Indonesia (Bakamla)

Dengan banyaknya pencurian ikan oleh kapal asing di perairan Natuna dan menyebabkan kerugian negara mencapai 30 triliun pada 2020-2021, membuat Bakamla sebagai otoritas kapal penjaga pantai Indonesia, memiliki peranan penting menjaga kedaulatan di perairan yang berbatasan langsung dengan LCS tersebut.

Pada 22 Desember 2021, Kepala Bakamla RI Laksdya TNI Aan Kurnia menyatakan bahwa Bakamla selalu hadir di Laut Natuna Utara untuk menjaga hak kedaulatan Indonesia dari ancaman negara lain, termasuk dengan adanya TNI AL. Aan menambahkan bahwa Bakamla menjaga keamanan terakait eksplorasi dan ekploitasi pengeboran minyak lepas pantai di Laut Natuna Utara, serta Bakamla juga melakukan diplomasi dengan pasukan penjaga pantai negara lain di kawasan (Antara News, 2021b). Saat HUT Bakamla RI ke-16 pada 29 Desember 2021, Aan menekankan bahwa pengamanan perairan Natuna menjadi prioritas Bakamla (Antara News, 2021c)

Sebelumnya, pada 20 Januari 2020 Direktur Operasi Laut Bakamla RI, Laksmana Nursyawal Embun menegaskan bahwa Indonesia berhak meneggakkan kedaulatannya di wilayah ZEE. Ia menuturkan bahwa Bakamla memiliki 3 unit kapal untuk mengawasi perairan utara Natuna yang disertai unsur TNI AL pada Januari 2020 (CNBC Indonesia, 2020). Tindakan yang dilakukan oleh Bakamla Indonesia tersebut dalam menjaga kedaulatan Indonesia di perairan Natuna, maka Bakamla berperan sebagai instrumen self-help Indonesia non militer yang menjaga kedaulatan Indonesia di perairan Natuna terkait ancaman pencurian ikan dan dampak dari konflik LCS.

2.4. Penamaan Laut Natuna Utara

Pada Juli 2017, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman (Kemenko Maritim RI (Kemenko Maritim RI) meluncurkan peta NKRI baru. Peta tersebut dilakukan oleh Pemerintah Indonesia terkait perubahan dan penyempurnaan berdasarkan perkembangan yang berlaku, dan adanya penetapan batas wilayah dengan negara tetangga (Ilmi, 2020). Di antara perubahan peta NKRI baru adalah dengan penamaan Laut Natuna Utara di perairan utara Natuna.

Tindakan Indonesia tersebut mendapat protes dari Juri Bicara Kementerian Luar Negeri China, Geng Shuan yang menyatakan tindakan Indonesia mengubah nama laut dari LCS dengan Laut Natuna Utara merupakan tidak masuk akal. Namun kemudian ditanggapi oleh Kepala Kemenko Maritim, Luhut Binsar Pandjaitan, menyatakan terkait penamaan Laut Natuna Utara dari perubahan peta baru NKRI dipastikan masih di wilayah kedaulatan RI dan tidak menyentuh teritorial negara lain. Ia menekankan bahwa perubahan peta ini tidak sampai ke LCS, masih di zona 200 km yang merupakan wilayah kedaulatan Indonesia (Sutari, 2017).

Selain itu, Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan bahwa penamaan Laut Natuna Utara untuk wilayah perairan Natuna yang berbatasan langsung dengan LCS sudah didaftarkan di organisasi internasional. Pemerintah Indonesia melalui Kemenko Maritim telah mengumumkan secara resmi penamaan Laut Natuna Utara yang telah sesuai dengan standar International Hidrographic Organization (IHO) dan ketentuan Electronic Navigational Chart (Antara News, 2017).

Berdasarkan kebijakan pemerintah dalam penamaan Laut Natuna Utara di perairan Natuna pada 2017, dapat dinilai bahwa pemerintah Indonesia ingin menegaskan kepada China, bahwa wilayah ZEE di perairan tersebut adalah absolut milik kedaulatan Indonesia. Sehingga China tidak bisa semena-mena atas klaim sepihak dari Nine-Dash Line LCS yang bersinggunan dengan ZEE di perairan Natuna. Dengan penamaan Laut Natuna Utara, Indonesia cukup memiliki daya tawar politik terhadap China dalam upaya self-help untuk mempertahankan kedaulatan terkait konflik LCS. Dengan demikian, Indonesia dapat lebih percaya diri untuk bernavigasi di Laut Natuna Utara serta mengekpolrasi dan mengeksplotasi secara ekonomi di ZEE Indonesia di laut tersebut.

2.5. Produksi dan Eksplorasi Minyak dan Gas di Wilayah Natuna

Wilayah Natuna memiliki kandungan sumber daya alam minyak dan gas bumi yang berlimpah. Mengacu pada data ESDM, pulau Natuna memiliki cadangan minyak sebesar 135,17 juta barel dan cadangan gas sebesar 1,26 triliun kaki kubik (TCF) (Andrianto, 2021). Bahkan masih ada cadangan hidrokabon sebesar 222 triliun kaki kubik (TCF) di Blok Natuna Timur yang belum dieksplorasi dan dieksploitasi karena kandungan karbondioksida mencapai 71 persen. Selain itu, data Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) menunjukkan bahwa produksi minyak di Natuna per 16 November 2020 mencapai 18.479.1 barel per hari (bph) dan produksi gas sebesar 402,7 juta kaki kubik per hari (MMSCFD) (Umah, 2020).

Data dari ESDM memaparkan sejumlah blok minyak dan gas di Natuna. Pertama, blok produksi yaitu di South Natuna Sea Block B, Natuna Sea Block A, dan Blok Kakap. Kedua, blok pengembangan yang masih belum berpoduksi yaitu blok Duyung dan blok North West Natuna. Ketiga, blok eksplorasi terdiri dari blok Anambas, blok North Sokang dan blok Tuna, ketiga blok ini juga masih belum berpoduksi hingga November 2020 (Umah, 2020).

Merujuk data dari ESDM terkait data produksi dan eksplorasi minyak dan gas di wilayah Natuna, dapat disimpulkan bahwa Natuna kaya akan sumber daya alam minyak dan gas. Pemerintah Indonesia melalui ESDM telah dan akan selalu memanfaatkan cadangan minyak dan gas di blok-blok di wilayah Natuna tersebut, baik daratan maupun lepas pantai. Khusus eksplorasi minyak dan gas di lepas pantai di perairan Natuna, menjadi upaya yang paling penting melalui instrumen kekuatan ekonomi untuk melindungi ZEE Indonesia yang berbatasan langsung dengan LCS. Sehingga ZEE Indonesia tidak akan mudah diklaim secara sepihak oleh China. Bagi teori neo-realisme defensif, instrumen ekslporasi minyak dan gas ini efektif untuk menjaga keamanan nasional di ZEE Indonesia terkait konflik LCS.

2.6. Meningkatkan kuantitas nelayan Indonesia di perairan Natuna

Salah satu upaya pemerintah untuk menjaga kedaulatan ZEE Indonesia di perairan Natuna adalah meningkatkan kuantitas nelayan Indonesia di perairan Natuna, yaitu dengan mendorong nelayan Indonesia untuk melaut di perairan tersebut. Di antaranya telah dilakukan pada 10 Maret 2020, sebanyak 30 kapal dari Pantai Utara Jawa (Pantura) telah datang di wilayah Natuna dan kedatangan nelayan dari pantura tersebut juga dikawal oleh Bakamla, demikianlah pernyataan oleh Kepala Kementeriaan Keamaan Politik Hukum dan HAM RI (Kemenkopolhukam), Mahfud MD (Nirmala, 2020).

Mahfud menambahkan kedatangan nelayan tersebut sebagai bentuk hadirnya negara dalam kegiatan ekonomi dan sosial di Natuna. Ia menjelaskan nelayan tersebut datang dari pesisir Tegal yang datang seminggu sebelumnya dan ukuran kapal cantrang yang berjumlah 30 tersebut adalah 100 Gros Ton (GT) yang ditumpangi 900 orang per kapal (Nirmala, 2020). Sehingga jumlah nelayan Indonesia di perairan Natuna cukup berkembang pesat.

Bagi teori neo-realisme defensif, populasi penduduk bisa menjadi instrumen keberhasilan dalam menjaga keamanan nasional. Kebijakan pemerintah dengan meningkatkan kuantitas nelayan di perairan Natuna sebagai bentuk self-help untuk menjaga kedaulatan ZEE Indonesia terkait konflik LCS.

D. Kesimpulan

Berdasarkan pemaparan oleh penulis di atas, merujuk pada teori neo-realisme defensif bahwa dunia bersifat konfliktual, maka dapat disimpulkan Indonesia terancam kedaulatannya akibat konflik LCS, ancaman tersebut di antara yang vital yaitu berupa ancaman keamanan politik dan ekonomi. Ancaman keamanan politik antara lain berupa masuknya kapal-kapal asing ke perairan ZEE Indonesia, khususnya dari China yang berdampak pada hubungan bilateral Indonesia dengan China yang terkadang memanas. Selanjutnya ancaman spill over atau dampak negatif ke Indonesia akibat rivalitas negara kuat antara China dan AS yang memaksa Indonesia harus mengantisipasi hal tersebut. Selain itu, ancaman ekonomi untuk kedaulatan Indonesia di antaranya adalah kerugian materiil akibat pencurian ikan di Natuna serta nelayan Natuna terdampak pendapatannya akibat banyaknya kapal asing mencuri ikan di laut Natuna.

Untuk menganalisis kebijakan pemerintah Indonesia dalam menghadapi ancaman kedaulatan terkait konflik LCS, maka penulis menggunakan teori neo-realisme defensif, hasilnya Indonesia harus melakukan self-help atau tindakan menolong dirinya sendiri demi menjaga kedaulatan Indonesia yang bersifat defensif dengan sejumlah instrumen yaitu politik, ekonomi, militer, dan populasi penduduk. Hal tersebut dilakukan melalui dua cara yaitu melalui kebijakan luar negeri dan kebijakan dalam negeri Indonesia.

Kebijakan luar negeri Indonesia terkait ancaman kedaulatan terkait konflik LCS antara lain dengan menjadi promotor lahirnya DOC dan terus mendorong transparansi terkait COC antara ASEAN dan China, serta mendorong percepatan negosiasi COC yang efektif, substantif dan dapat ditindaklanjuti. Selain itu, Indonesia juga melakukan hedging atau melakukan kerja sama dengan dua kekuatan besar yang berivalitas di LCS yaitu menjaga perdagangan dan investasi dengan China serta menjaga perdagangan dengan AS, sehingga Indonesia mampu mempunyai posisi tengah yang seimbang antara dua negara kuat tersebut demi menjaga keamanan nasional Indonesia. karena baik AS maupun China, keduanya memiliki kepentingan jalur perdagangan internasional di LCS dan juga kepentingan ekonomi terhadap Indonesia.

 Kebijakan dalam negeri Indonesia terkait ancaman kedaulatan terkait konflik LCS antara lain: Pertama, dengan meningkatkan kuantitas dan kualitas milliter Indonesia di wilayah Natuna. Kedua, diadakannya latihan militer Indonesia di wilayah Natuna sebagai bentuk deterrence. Ketiga, menjadikan wilayah Natuna sebagai priortas utama dalam patroli yang dilakukan oleh Bakamla. Keempat, penamaan Laut Natuna Utara di ZEE Indonesia. Kelima, melakukan produksi dan eksplorasi minyak dan gas di wilayah Natuna, Keenam, meningkatkan kuantitas nelayan Indonesia di perairan Natuna.

          Kebijakan dalam dan luar negeri Indonesia dalam menghadapi ancaman kedaulatan terkait konflik LCS yang dianalisis melalui teori neo-realisme defensif, dapat disimpulkan bahwa Indonesia lebih memilih menggunakan power yang dimiliknya seperti politik, militer, ekonomi dan populasi penduduk yang bersifat defensif untuk menjaga keamanan nasional bukan untuk ofensif. Hal tersebut dilakukan sebagai bentuk self-help atau upaya mempertahankan diri sendiri dalam menjaga kedaulatan Indonesia terkait konflik LCS.

DAFTAR PUSTAKA

Karya Ilmiah

Darmawan, Arief Bakhtiar; Ndadari, Gebyar Lintang. Ndadari. 2017. “Keterlibatan Amerika Serikat dalam Sengketa Laut Tiongkok Selatan pada Masa Pemerintahan Barak Obama”. Jurnal Hubungan Internasional, 6(1): 1-15.

Ilmi, Nur. 2020. “Dampak Penamaan Laut Natuna Utara terhadap Hubungan Bilateral Indonesia Tiongkok”. Journal of International Relations, 6(4): 482-490.

Johannes, Rene. 2023. “Peningkatan Ketegangan Geopolitik di Laut China Selatan”. Jurnal Lemhannas RI, 11(4): 211-218.

Kristine, Humaltike. 2014. “Kepentingan Indonesia dalam memprakarsai Code of Conduct (COC) of parties di Laut China Selatan”. UNEJ Jurnal, 1(1): 1-13.

Riliani, Ni Putu Ginar; Sushanti, Sukma; Priadarsini, Ni Wayan Rainy. 2020. “Analisis Pengembangan Anti-Satelit Tiongkok Menurut Neo-Realisme Defensif”. Jurnal Hubungan Internasional, 1(2): 1-15.

Situs Internet

Afrianto, Danu. 2023. “Pengamat Militer Ingatkan Pemerintah Antisipasi Potensi Perang China dan AS di Tahun 2037”. Rm.id. Diakses pada 6 Mei 2024. https://rm.id/baca-berita/nasional/174442/pengamat-militer-ingatkan-pemerintah-antisipasi-potensi-perang-china-dan-as-di-tahun-2037,

AMTI. 2024. “South China Sea, Energy Exploration and Development”. Amti.csis.org. Diakses pada 5 Mei 2024. https://amti.csis.org/south-china-sea-energy-exploration-and-development/,

Andrianto, Robertus. 2021. “RI Meradang Natuna Disenggol China Berapa Potensi Migasnya”. Cnbcindonesia.com. Diakses pada 8 Mei 2024. https://www.cnbcindonesia.com/news/20211203110238-4-296384/ri-meradang-natuna-disenggol-china-berapa-potensi-migasnya,

Antara News, 2016. “Indonesia Protes Tiongkok Terkait Masuknya KM Kway Fey ke Natuna”. Antaranews.com. Diakses pada 6 Mei 2024. https://www.antaranews.com/berita/551120/indonesia-protes-tiongkok-terkait-masuknya-km-kway-fey-ke-natuna,

Antara News. 2017. “Wapres Nama Laut Natuna Utara Terdaftar Internasional”. Antaranews.com. Diakses pada 8 Mei 2024. https://www.antaranews.com/berita/640487/wapres-nama-laut-natuna-utara-terdaftar-internasional,

Antara News. 2021a. “Pakar COC Bagian Pengelolaaan Peredaan Konflik di Laut China Selatan”. Antaranews.com. Diakses pada 7 Mei 2024. https://www.antaranews.com/berita/2200738/pakar-coc-bagian-pengelolaan-peredaan-konflik-di-laut-china-selatan,

Antara News. 2021b.  “Bakamla Tegaskan Indonesia Akan Selalu Hadir di Laut Natuna Utara”. Antaranews.com. Diakses pada 8 Mei 2024. https://www.antaranews.com/berita/2600649/bakamla-tegaskan-indonesia-akan-selalu-hadir-di-laut-natuna-utara,

Antara News. 2021c.  “Bakamla Prioritaskan Pengamanan Perairan Natuna Pada Tahun 2022”. Antaranews.com. Diakses pada 8 Mei 2024. https://www.antaranews.com/berita/2612721/bakamla-prioritaskan-pengamanan-perairan-natuna-pada-tahun-2022,

Antara News. 2023. “ASEAN China Sepakat Percepat Perundingan COC di Laut China Selatan”. Antaranews.com. Diakses pada 7 Mei 2024. https://www.antaranews.com/berita/3633441/asean-china-sepakat-percepat-perundingan-coc-laut-china-selatan,

Budiono, Eko. 2023. “Indonesia Gelar Lebih Banyak Negosiasi Kode Tata Perilaku LCS di Keketuaan ASEAN”. Infopublik.id. Diakses pada 7 Mei 2024. https://www.infopublik.id/kategori/nasional-politik-hukum/708419/indonesia-gelar-lebih-banyak-negosiasi-kode-tata-perilaku-lcs-di-keketuaan-asean,

China Power. 2024. “Much Trade Transits South China Sea”. Chinapower.csis.org. Diakses pada 5 Mei 2024. https://chinapower.csis.org/much-trade-transits-south-china-sea/,

Cipta, Hendra; Arief, Teuka Muhammad Valdy. 2021. “Negara Merugi Hingga Rp 30 Triliun Tiap Tahun Akibat Pencurian Ikan di Natuna”. Regional.kompas.com. Diakses pada 6 Mei 2024. https://regional.kompas.com/read/2021/04/12/172819478/negara-merugi-hingga-rp-30-triliun-tiap-tahun-akibat-pencurian-ikan-di#google_vignette,

CNBC Indonesia. 2020. “Dukung Perdamian LCS RI Dorong Code of Conduct ASEAN China”. Cnbcindonesia.com. Diakses pada 7 Mei 2024. https://www.cnbcindonesia.com/news/20200729141750-8-176272/dukung-perdamaian-lcs-ri-dorong-code-of-conduct-asean-china,

CNBC Indonesia, 2024 “Laut China Selatan Tegang 16.000 Tentara Latihan Tempur Dekat RI”. Cnbcindonesia.com. Diakses pada 6 Mei 2024. https://www.cnbcindonesia.com/news/20240506134616-7-536065/laut-china-selatan-tegang-16000-tentara-latihan-tempur-dekat-ri,

CNN Indonesia. 2024. “4 Negara yang terlibat sengketa dengan China di Laut China Selatan”. Cnnindonesia.com. Diakses pada 5 Mei 2024. https://www.cnnindonesia.com/internasional/20240109202641-113-1047394/4-negara-yang-terlibat-sengketa-dengan-china-di-laut-china-selatan,

Fakultas Hukum UI. 2016. “Menjawab Provokasi Tiongkok di Laut Natuna”. Law.ui.ac.id. Diakses pada 6 Mei 2024. https://law.ui.ac.id/menjawab-provokasi-tiongkok-di-laut-natuna-2/,

Jayani, Dwi Hadya. 2020. “Nilai Perdagangan 5 Negara Mitra Terbesar di Indonesia”. Databooks.katadata.co.id. Diakses pada 7 Mei 2024. https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2020/02/25/nilai-perdagangan-5-negara-mitra-terbesar-indonesia,

Kemenko Perekonomian RI. 2023. “Indonesia Amerika Serikat Sepakat Tingkatkan Kemitraaan Kedua Negara Menjadi Comprehensive Strategic Partnership”. Ekon.go.id. Diakses pada 7 Mei 2024. https://www.ekon.go.id/publikasi/detail/5481/indonesia-amerika-serikat-sepakat-tingkatkan-kemitraan-kedua-negara-menjadi-comprehensive-strategic-partnership,

Kemhan RI. 2016. “Kapal TNI AL Diprovokasi Kapal Penjaga Pantai China”. Kemhan.go.id. Diakses pada 6 Mei 2024. https://www.kemhan.go.id/badiklat/2016/06/21/kapal-tni-al-diprovokasi-kapal-penjaga-pantai-china.html,

Kemhan RI. 2017a. “Menhan Pemerintah Akan Bangun Pangkalan Militer Terbesar di Natuna”. Kemhan.go.id. Diakses pada 8 Mei 2024. https://www.kemhan.go.id/itjen/2017/03/10/menhan-pemerintah-akan-bangun-pangkalan-militer-terbesar-di-natuna-2.html,

Kemhan RI. 2017b. “Sebanyak 23 Gubernur Latihan Ala Militer di Natuna”. Kemhan.go.id. Diakses pada 8 Mei 2024. https://www.kemhan.go.id/itjen/2017/05/20/sebanyak-23-gubernur-latihan-ala-militer-di-natuna.html,

Kusumadewi, Anggi, 2016. “Rapat di atas Kapal Perang di Natuna Jokowi Gertak China”. Cnnindonesia.com. Diakses pada 6 Mei 2024. https://www.cnnindonesia.com/nasional/20160623091859-20-140309/rapat-di-atas-kapal-perang-di-natuna-jokowi-gertak-china,

Lowy Institute. 2023. “Brunei ASEAN South China SEA”. Lowyinstitute.org. Diakses pada 5 Mei 2024. https://www.lowyinstitute.org/the-interpreter/brunei-asean-south-china-sea,

NBR. 2024. “Philippines”. Nbr.org. Diakses pada 5 Mei 2024. https://www.nbr.org/publication/philippines/,

Nirmala, Ronna. 2020. “Natuna Kapal Nelayan Jawa”. Benarnews.org. Diakses pada 8 Mei 2024. https://www.benarnews.org/indonesian/berita/natuna-kapal-nelayan-jawa-03102020161457.html,

Nurdin, Ajang, 2020.  “Kapal Asing Masih Berkeliaran di Natuna Nelayan Enggan Melaut”. Liputan6.com. Diakses pada 6 Mei 2024. https://www.liputan6.com/bisnis/read/4150053/kapal-asing-masih-berkeliaran-di-natuna-nelayan-lokal-enggan-melaut,

Paramita, Kartika 2020. “Kenali ZEE dan Hak-Hak Berdaulatnya”. Hukumonline.com. Diakses pada 5 Mei 2024. https://www.hukumonline.com/klinik/a/kenali-zee-dan-hak-hak-berdaulatnya-lt5feab8757d883/,

Saubani, Andri. 2020. “Modus dan Waktu Nelayan China Mencuri Ikan di Natuna”. Republika.co.id. Diakses pada 6 Mei 2024. https://news.republika.co.id/berita/q3qoh6409/modus-dan-waktu-nelayan-china-mencuri-ikan-di-natuna,

Septyaningsih, Iit. 2023. “Kerja sama Perdagangan dan Investasi China Indonesia Semakin Erat”. Ekonomi.republika.co.id. Diakses pada 7 Mei 2024. Septyaningsih, Iit. 2023, https://ekonomi.republika.co.id/berita/rvfgdv502/kerja-sama-perdagangan-dan-investasi-chinaindonesia-makin-erat,

Sutari, Tiara. 2017. “Luhut Angkat Suara Sikapi Protes China Soal Laut Natuna Utara”. Cnnindonesia.com. Diakses pada 8 Mei 2024. https://www.cnnindonesia.com/nasional/20170717170726-20-228424/luhut-angkat-suara-sikapi-protes-china-soal-laut-natuna-utara,

Umah, Anisatul. 2020. “Kaya Migas Ini Produksi Migas RI Dekat Laut China Selatan”. Cnbcindonesia.com. Diakses pada 8 Mei 2024. https://www.cnbcindonesia.com/news/20201119130507-4-203033/kaya-migas-ini-produksi-migas-ri-dekat-laut-china-selatan,

VOA Indonesia. 2023. “China dan AS Saling Tuding Keberadaan Kapal AS di Laut China Selatan”. Voaindonesia.com. Diakses pada 6 Mei 2024. https://www.voaindonesia.com/a/china-dan-as-saling-tuding-atas-keberadaan-kapal-as-di-laut-china-selatan-/7370667.html,

Wang, Yuzhu, 2021. “Hedging Stragety: Concept, Behavior, and Implications for China-ASEAN Relations”. Worldscientific.com. Diakses pada 6 Mei 2024. https://www.worldscientific.com/doi/10.1142/S2737557921500121#:~:text=In%20practice%2C%20hedging%20occurs%20when,measuring%20its%20relationship%20with%20another,

World Scientific. 2021. “Natuna Kapal Nelayan Jawa”. Benarnews.org. Diakses pada 8 Mei 2024. https://www.benarnews.org/indonesian/berita/natuna-kapal-nelayan-jawa-03102020161457.html,

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun