by google
Penularan Fobia
Tanpa sadar, orang tua banyak yang membantu bertumbuhnya fobia pada anak-anaknya. Jarang ada fobia yang sudah ada sejak lahir. Kebanyakan fobia berasal dari pembelajaran sosial dalam kehidupan itu sendiri, seperti pernah mendapatkan trauma berat berkaitan pada sesuatu yang dilihat atau dialami. Fobia berasal dari bahasa Yunani, yaitu ‘Phobos’ yang berarti panik, lari. Pengertian fobia adalah, seseorang yang sangat takut akan suatu benda, atau situasi tertentu, sehingga menimbulkan kepanikan, kengerian dan ketakutan yang berlebihan akan sesuatu, dengan tidak pada keadaan semestinya (tidak rasional)
Sebagai orang tua kita harus sadar, mungkin saja untuk kapasitas diri kita, hal tersebut sesuatu yang mustahil bisa kita kerjakan atau kita raih, tetapi untuk anak-anak kita, hal tersebut mungkin saja begitu mudah dia mencapai suksesnya. Perlu kita sadari bukan berarti jika kita pernah gagal dalam satu bidang, maka anak-anak kita juga akan mengalami hal yang sama. Penting disadari hal ini agar kita mampu membina anak-anak untuk mandiri, berkembang kearah positif.Anak-anak yang terbiasa dimanja dengan segala bantuan akan menjadi pribadi parasit, yang hanya bisa bergerak jika dibantu.!
Telah diselidiki seekor rajawali gunung yang akan terbang tinggi dan semakin tinggi pada saat adanya angin badai, mengapa? Mengapa justru rajawali tersebut terbang pada saat sedang angin badai? Mengapa tidak menunggu saja? Dulu saya berpikir, karena rajawali tersebut sedang kehilangan arah, tetapi setelah saya mengetahui kebenarannya bahwa rajawali yang terbang pada saat badai tersebut tahu ia akan menguatkan sayap-sayapnya, justru hanya pada saat angin badai yang kencang datang, pada saat itulah rajawali tersebut akan kuat dan semakin kuat, karena melatih pada saat yang perlu tantangan! Demikian pula anak-anak kita ketika dia ada dalam perkembangan untuk belajar, biarkan dia mengalami alur ceritanya agar dia bisa berkembang mengatasi kesulitan-kesulitannya.
Sebagai contoh, seringkali kita melihat anak-anak ditemani pengasuhnya untuk berlatih renang dengan guru renangnya, sang pengasuh sibuk membujuk rayu anak tersebut agar mau masuk air, dan sering kali pula kita menyaksikan pengasuh itu memberi ‘upah-upah’ agar anak tersebut menurut, sebab jika dia gagal mengajak anak tersebut untuk mau masuk air dan menjalankan latihan renangnya, maka sang majikan, yaitu orang tua anak tersebut akan memarahinya dan memakinya sebagai pengasuh yang tidak ‘cakap’ dalam pekerjaannya.
Hal yang saya kemukakan diatas adalah masalah umum yang terjadi dimasyarakat kita, tetapi coba kita lihat anak-anak usia balita dari Negara lain, mereka ditemani orang tuanya untuk hal-hal yang menyenangkan ini, seperti les renang, les musik, mengerjakan pekerjaan rumah, semua bersama. Di masyarakat kita justru hal-hal tersebut pengasuhlah yang diminta menemani anak-anak.
Sesuatu yang dilakukan dengan perasaan bahagia akan menghasilkan hal yang lebih positif. Sebagai orang tua dalam kebudayaan yang kita anut, seringkali kita menaruh kekuatiran berlebih pada anak justru pada hal-hal yang tidak tepat. Mencontoh orang tua di Negara maju, membiarkan anak-anak mereka mencoba ‘kegagalan’ atau kesulitan, melatih mental dan pribadi agar mereka tumbuh dengan rasa percaya diri.
[caption id="attachment_109565" align="alignleft" width="337" caption="artikel ini tayang pada edisi cetak koran SP 22 Mei 2011"][/caption]
semoga bermanfaat untuk dibaca,
salam bahagia selalu,