Mohon tunggu...
L H
L H Mohon Tunggu... profesional -

seorang ibu yang senang membaca & menulis ------------------ @ di Kompasiana ini TIDAK pernah pakai nick lain selain nama asli yg skg disingkat menjadi LH.----- di koki-detik pakai nick 'srikandi' \r\n\r\n----------------\r\nMy Website: \r\nhttp://www.liannyhendranata.com\r\n\r\n----------------\r\n\r\nmy twitter : \r\nhttp://twitter.com/#!/Lianny_LH\r\n\r\n\r\n\r\n

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Memanjakan, Kesalahan fatal dalam membentuk kepribadian

21 Mei 2011   11:30 Diperbarui: 26 Juni 2015   05:23 514
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Memanjakan, mempunyai makna yang berbeda dengan memberi perhatian. Jelas kita semua akan memberi perhatian lebih pada orang yang kita sayangi, sebagai contoh terhadap pasangan, terlebih pada anak-anak. Tetapi bagaimana cara kita mengekspresikan perhatian tersebut akan memberi dampak yang berbeda pada perkembangan kepribadiannya. Seringkali kita rancu dalam mengekspresikan perhatian dan memanjakan,begitu juga dengan disiplin dan aksi memberi hukuman.

Memberi perhatiaan, bukan berarti kita akan membantu setiap gerak anak-anak mulai dari hal kecil seperti memakai kaos kaki dan memakai pakaian. Anak usia balita sudah bisa diajak untuk berlatih mengerjakannya sendiri. Hal ini sangat perlu untuk pembentukan kemandirian dirinya. Selain untuk kemandirian, anak-anak dilatih syaraf-syaraf motoriknya, sehingga tangan dan kaki dan semua gerakan anggota tubuhnya menjadi luwes untuk digunakan dan berkembang sebagaimana adanya.

Pada pasanganpun berlaku ‘hukum’ tak tertulis yaitu hargai privacy masing-masing, jangan karena kita sangat memanjakannya dengan memberi perhatian-perhatian. Dipihak lain, pasangan kita merasa tertekan sebagai orang yang merasa diawasi dan dituntut menurut.

by kompasiana

Kesalahan yang sering dilakukan oleh orang tua di budaya kita adalah, penilaian semu, yaitu ‘jika kita banyak membantu anak-anak maka itu orang tua yang baik dengan penuh perhatian’, Berbeda denganbudaya asuh latih anak dari banyak Negara lain, dimana orang tua lebih menekankan pada kepercayaan terhadap anak-anaknya, Mereka membiarkan anak berkembang, mereka percaya, anak-anak mampu melakukan hal-hal yang seharusnya mereka lakukan sendiri. Begitu juga ketika menanjak usia remaja, orang tua juga memberi kepercayaan bahwa anak-anaknya mampu mengendalikan masalah seputar seksualitas mereka, maka kita ketahui bersama, di banyak Negara maju masalah pengetahuan dan pendidikan seks sangat terbuka antara orang tua dan anak, demikian juga di masyarakatnya.

Selain memanjakan, seringkali orang tua senang mendisplinkan anaknya dengan cara menghukum, padahal mendidik dan menghukum adalah dua hal yang berlainan makna dan berlainan cara mengekspresikannya. Menghukum diri sendiri juga banyak dijalankan orang tua terhadap dirinya sehubungan asah asuh anak ini, Hal ini lebih jelas, jika orang tua ini sangat sibuk dengan dunianya, mereka merasa sangat bersalah karena tidak banyak waktu untuk bersama anak-anaknya, nah disinilah timbul sikap memanjakan yang akhirnya membawa dampak ‘racun’ pada perkembangan kepribadian anak-anaknya.

Banyak sikap dari orang tua yang mencoba lari dari kenyataan, mereka merasa telah mengabaikan tanggung jawab sebagai orang tua terutama kaum ibu, karena kesulitan untuk hadir menemani aktivitas anak-anaknya, sehingga mereka memberi kompensasi berupa kemanjaan, seperti pemberian hadiah yang tidak tepat dan sangat berlebihan, kasih sayang yang diwakilkan oleh pengasuh anak-anaknya. Dengan berbuat demikian, mereka akan mendapatkan kebahagiaan semu yang berlangsung sesaat, merasa bahagia karena anak-anaknya tercukupi dengan hadiah dan fasilitas hidup yang mewah dan layanan kasih sayang dari orang upahannya.

Sebagai orang tua, tentu saja  kita menginginkan mempunyai anak-anak yang baik, dan menjadi kebanggaan orang  tua. Kita tidak menginginkan kegagalan dalam perkembangan anak-anak,  Maka suatu kewajiban bagi kita sebagai orang tua untuk memberikan bekal  informasi dan perlakukan yang tepat guna, dimana kita berusaha membekali mereka dengan pendidikan mental yang kuat, supaya tidak menjadi pribadi yng labil dan mudah menyerah, pendidikan moral dan agama yang selaras,  agar terbentuk menjadi manusia yang berakhlak dan berbudi luhur selain berilmu  tinggi, karena semua unsur saling berkait tidak dapat terlepaskan.

Kembali kita mengenang nasihat Albert  Einstein (1879-1955) sebagai berikut: “Religion without  science, is lame, Science without religion is  blind”. (Agama tanpa ilmu pengetahuan akan timpang, Ilmu pengetahuan tanpa  agama, akan buta) maka penting bagi kita orang tua membekali puta-putri  dengan akhlak yang baik, karena dengan pengetahuan dan ilmu yang tinggi, seseorang  bisa menjadi manusia  jenius.! Tetapi jika  mempunyai akhlak yang rendah, jadilah dia seorang teroris baik untuk keluarganya, juga untuk lingkungan hidupnya.

by google

Banyak cara untuk mengekspresikan kasih sayang kita, ketika diri kita tidak mampu untuk bersama anak-anak, kualitas pertemuanyang lebih utama daripada kuantitas waktu. Jaman sekarang teknologi sudah sangat maju, gunakan semua untuk menambah kualitas hubungan orang tua dan anak, begitu juga dengan pasangan. Anak maupun pasangan yang merasa  Kurang Perhatian, membuat mereka mencari perhatian diluar rumah.

Penularan Energi Stress

Banyak penelitian membuktikan, kondisi distres ibu yang sedang hamil memengaruhi kondisi batin secara menyeluruh pada si janin, baik pertumbuhan fisiknya, juga pertumbuhan kejiwaannya. Demikian juga selanjutnya orang tua yang depresi akan mempengaruhi tumbuh kembang anak-anaknya, Jangan menyalahkan pribadi anak jika mereka akhirnya menjadi penderita depresi, hanya karena frustasi akan sikap orang tuanya.

Banyak anak-anak berkembang menjadi pribadi yang frustasi,karena banyak orang tua yang memaksakan kehendak dirinya, kita lupa bahwa anak adalah pribadi yang terpisah, kita tidak bisa menerapkan semua cita-cita yang ada dipikiran kita untuk anak-anak. Kasus drop out dibanyak universitas dikarenakan anak-anak yang merasa bosan dan ‘salah’ jurusan. Ketika diselidiki apa yang terjadi dibalik alasan tersebut, ternyata banyak anak menjawab : ‘mereka memilih jurusan tersebut bukan pilihannya, mereka menjalankannya, hanya karena berusaha patuh terhadap apa yang orang tua mau.!’

by google

Penularan Fobia

Tanpa sadar, orang tua banyak yang membantu bertumbuhnya fobia pada anak-anaknya. Jarang ada fobia yang sudah ada sejak lahir. Kebanyakan fobia berasal dari pembelajaran sosial dalam kehidupan itu sendiri, seperti pernah mendapatkan trauma berat berkaitan pada sesuatu yang dilihat atau dialami. Fobia berasal dari bahasa Yunani, yaitu ‘Phobos’ yang berarti panik, lari. Pengertian fobia adalah, seseorang yang sangat takut akan suatu benda, atau situasi tertentu, sehingga menimbulkan kepanikan, kengerian dan ketakutan yang berlebihan akan sesuatu, dengan tidak pada keadaan semestinya (tidak rasional)

Sebagai orang tua kita harus sadar, mungkin saja untuk kapasitas diri kita, hal tersebut sesuatu yang mustahil bisa kita kerjakan atau kita raih, tetapi untuk anak-anak kita, hal tersebut mungkin saja begitu mudah dia mencapai suksesnya. Perlu kita sadari bukan berarti jika kita pernah gagal dalam satu bidang, maka anak-anak kita juga akan mengalami hal yang sama. Penting disadari hal ini agar kita mampu membina anak-anak untuk mandiri, berkembang kearah positif.Anak-anak yang terbiasa dimanja dengan segala bantuan akan menjadi pribadi parasit, yang hanya bisa bergerak jika dibantu.!

Telah diselidiki seekor rajawali gunung yang akan terbang tinggi dan semakin tinggi pada saat adanya angin badai, mengapa? Mengapa justru rajawali tersebut terbang pada saat sedang angin badai? Mengapa tidak menunggu saja? Dulu saya berpikir, karena rajawali tersebut sedang kehilangan arah, tetapi setelah saya mengetahui kebenarannya bahwa rajawali yang terbang pada saat badai tersebut tahu ia akan menguatkan sayap-sayapnya, justru hanya pada saat angin badai yang kencang datang, pada saat itulah rajawali tersebut akan kuat dan semakin kuat, karena melatih pada saat yang perlu tantangan! Demikian pula anak-anak kita ketika dia ada dalam perkembangan untuk belajar, biarkan dia mengalami alur ceritanya agar dia bisa berkembang mengatasi kesulitan-kesulitannya.

Sebagai contoh, seringkali kita melihat anak-anak ditemani pengasuhnya untuk berlatih renang dengan guru renangnya, sang pengasuh sibuk membujuk rayu anak tersebut agar mau masuk air, dan sering kali pula kita menyaksikan pengasuh itu memberi ‘upah-upah’ agar anak tersebut menurut, sebab jika dia gagal mengajak anak tersebut untuk mau masuk air dan menjalankan latihan renangnya, maka sang majikan, yaitu orang tua anak tersebut akan memarahinya dan memakinya sebagai pengasuh yang tidak ‘cakap’ dalam pekerjaannya.

Hal yang saya kemukakan diatas adalah masalah umum yang terjadi dimasyarakat kita, tetapi coba kita lihat anak-anak usia balita dari Negara lain, mereka ditemani orang tuanya untuk hal-hal yang menyenangkan ini, seperti les renang, les musik, mengerjakan pekerjaan rumah, semua bersama. Di masyarakat kita justru hal-hal tersebut pengasuhlah yang diminta menemani anak-anak.

Sesuatu yang dilakukan dengan perasaan bahagia akan menghasilkan hal yang lebih positif. Sebagai orang tua dalam kebudayaan yang kita anut, seringkali kita menaruh kekuatiran berlebih pada anak justru pada hal-hal yang tidak tepat. Mencontoh orang tua di Negara maju, membiarkan anak-anak mereka mencoba ‘kegagalan’ atau kesulitan, melatih mental dan pribadi agar mereka tumbuh dengan rasa percaya diri.

[caption id="attachment_109565" align="alignleft" width="337" caption="artikel ini tayang pada edisi cetak koran SP 22 Mei 2011"][/caption]

semoga bermanfaat untuk dibaca,

salam bahagia selalu,

LH

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun