“Hmmm, iya juga sih. Kalau dipikir-pikir, kedekatanmu dengan Ano memang seperti mimpi. Cewek biasa sepertimu bisa berteman dengan cowok populer sekelas Ano…” Kusuma bergumam menelusuri buku harian Naora.
“Iya, kaaaaan? Kalau bukan takdir, apa coba namanya? Aku sama Ano itu, sudah ditakdirkan bersama. Nao dan Ano. Nama kita saja sudah cocok kalau disandingkan, apalagi orangnya.”
Plak. Timpukan pelan menghampiri kepala Naora. Naora meringis saat Kusuma melayangkan buku hariannya ke kepalanya.
“Terserah kamu saja. Aku cuma ingin kamu bahagia.” lalu Kusuma kembali ke kamarnya. Naora tahu, Kusuma hanya terlewat khawatir dengannya.
*****
Keesokan hari,
Party yang dimaksud Naora semalam adalah pesta pernikahan Keila, salah satu teman baiknya semasa kuliah, teman baik Tirta sebenarnya. Ya, Tirta, sang mantan kekasihnya. Karena itu, Naora semalam menuangkan perasaannya untuk Ano ke buku hariannya, sehingga saat bertemu Tirta lagi, dia akan mengingat kalau perasaannya sudah berubah.
Sebenarnya Naora tidak yakin apakah Tirta akan datang atau tidak, secara pemuda itu sekarang sudah menetap di Amerika. Tapi ini kan pesta pernikahan sahabatnya?
“Nao, kamu Nao kan?” tiba-tiba seorang pemuda dengan perawakan tidak asing, menyapa Naora. Naora sedikit tercengang awalnya, tapi langsung bisa menguasai dirinya, Tirta sudah berdiri di hadapannya.
“Halo, Tirta. Kamu datang ya?” Pertanyaan bodoh, Naora tahu itu. Sudah jelas Tirta akan datang di pesta pernikahan Keila, sahabatnya.
“Aku kaget lihat kamu sama sekali tidak berubah. Padahal sudah 4 tahunan kan kita tidak bertemu? Bagaimana kabarmu?” Tirta tersenyum, entah kenapa senyum Tirta terlihat sangat indah di mata Naora.