Saat itu aku sangat bahagia dan percaya diri bahwa kamu juga memikirkanku..
Beberapa kali pula kukatakan, ‘aku ingin berjumpa’, dan kamu hanya tertawa. Sampai akhirnya aku menyadari, kamu hanya menikmatinya saja.
Sakit hati? Pastinya aku merasakannya.
Aku sadar. Aku terlalu bodoh karena selalu mengharapkanmu.
Lalu aku menyadari, kamu sudah tak lagi sendiri. Lagi.
Aku berusaha tak sakit hati dan berusaha menegarkan diri. Tapi kamu malah menjajah mimpi.
Kenapa kamu kembali mengisi mimpi-mimpiku?
Entah berapa kali lagi aku harus hanya bermimpi. Tentang kisah ini. Aku tak mau selamanya begini. Mengenangmu dalam semu.
Memikirkanmu bahagia dengan kekasihmu.
Bukan, Tirta.
Bukan dengan dia kamu seharusnya bahagia. Karena cintanya tak lebih besar dari cintaku, yang sekian tahun mampu menunggu. Cintakulah yang akan membuatmu bahagia, Tirta.