Maukah kamu kembali?
Menemaniku, mengisi hari-hari kita lagi?
Cukup sekali lagi. Agar kamu menyadari, bahwa cintaku yang paling sejati.
Naora terkikik membaca tulisan di buku hariannya. Sudah dua tahun berlalu sejak terakhir kali dia menorehkan curhatan di sana. Tak banyak memang tulisannya. Naora hanya menulis tentang hal-hal penting yang dirasakannya.
“Aku dulu pernah se-gak bisa move on gini ya?” Naora tertawa mengingat dirinya yang dulu. Ya, perasaannya sekarang sudah berubah. Setidaknya, itulah yang dipikirkan Naora. Sejak kehadiran seorang Andriano, atau lebih akrab disapa Ano, ke dalam hidupnya. Untuk pertama kali dalam hidup Naora, sejak putus dari Tirta, dia sedikitpun tidak membandingkan pemuda itu dari mantan kekasihnya.
Selama ini, setiap kali ada cowok mendekatinya, secara tidak sadar, Naora akan membandingkan mereka dengan Tirta. Tapi Ano berbeda. Entah sihir apa yang sudah dia rapalkan pada Naora. Setiap kali melihat Ano, Naora sadar kalau mereka memang berbeda. Dan Naora bisa menerimanya.
Naora mulai menuliskan kata demi kata di buku hariannya, kisah tentang pertemuannya dengan Ano, saat dia memberanikan diri menyapanya, hingga saat akhirnya mereka semakin dekat seperti sekarang.
“Nao, kamu lagi apa sih? Kamu gak turun buat makan malam? Bu Dirga sudah nyariin kamu tuh!” Naora menoleh, ternyata Kusuma, teman kamar sebelahnya yang masuk dan mulai menjajah stock-snack miliknya.
“Aku gak lapar. Lagian besok kita kan mau party, jadi aku sengaja menyisakan space di perutku, biar besok bisa makan sepuasnya!” sahut Naora, masih enggan mengalihkan perhatian dari buku hariannya dan melanjutkan menuliskan kisahnya.
“Kamu lagi nulis tentang Ano di buku harianmu ya? Ngapain sih kamu masih ngeharapin dia? Padahal jelas-jelas gitu dia gak bakal ngungkapin perasaannya. Cowok kayak dia itu, gak paham sama arti cinta. Percuma deh kalau kamu ngejar-ngejar dia terus, Nao. Mending cari cowok yang lainnya.” Kusuma mulai merampas buku harian milik Naora saat gadis itu sudah menyelesaikan tulisannya, Naora hanya bisa pasrah. Toh, selama ini memang Kusuma lah yang selalu tahu tentang kisahnya, melebihi buku hariannya.
“Aku sudah bosan dengarnya, ma! Tapi perasaanku tetap gak bakal berubah. Aku sudah memutuskan. Karena dia cowok pertama yang bisa membuatku melupakan Tirta. Jadi, aku akan tetap menunggunya.” Naora tetap teguh dengan pendiriannya.