Idealnya rombongan peziarah harus sudah mulai turun pukul 06.30. Selambat-lambatnya pukul 06.45. Setelah usai menunaikan “Kebutuhan” Sholat Subuh dan melepaskan Euforia penaklukkan. Semua orchestra keindahan alam Sang Kuasa mulai ditampilkan. Bak seorang Dirigent Orchestra memperkenalkan para musisi pendukung dengan alat musik ditangannya. Satu demi satu keindahan alam itu bermunculan. Nyaris di sekeliling puncak gunung Tursina
Setiap detik berlalu, maka keindahan baru itu muncul di atas pucak Gunung Tursina. Seolah seorang Qori bersuara indah membaca ayat-ayat suci Al Quran dari mushola kecil di sebelah kanannya dan bagaikan menyanyikan Kidung indah penyanyi Gereja dari Kapel sebelah kiri sana. Syahdu. Semua hanya bisa terekam dalam kalbu.
Sejatinya semua keindahan itu bermakna general. Berlaku sama untuk semua yang hadir di atas puncak sana. Tapi tidak bagi mereka yang hadir disana dengan Iman. Dengan ketulusan dan keikhlasan. Semua keindahan itu menjadi begitu dahsyat menggelora dalam dada. Laksana para malaikat melukis satu demi satu setiap titik keindahannya. Detil tanpa cela. Laksana titik dalam sebuah gambar. Makin sedikit makin samar. Makin padat makin nyata. Itulah gambaran sesungguhnya. Susah dicerna buat mereka yang tak terbiasa namun mudah dipahami buat mereka yang selalu dekat dengan Nya.
Langkah turun perlahan peziarah itu dimulai. Satu dua langkah lancer. Yang kesekiannya pasti agak banyak tertahan. Karena yang di depan rombongan berjalan sangat perlahan. Kecepatan kami bagaikan mereka yang baru berlatih kendaraan di presneling 1 dengan tekanan gas yang sangat perlahan.
Lima belas menit berlalu, hanya selemparan batu yang baru kami tempuh. Kapan sampainya nih!!! Karenanya, pemimpin rombongan merubah strategi. Mereka yang masih ”sedikit muda” ditempatkan dibagian depan dan yang sangat lamban berjalan ditempatkan di belakang. Upayanya berhasil. Laju kecepatan naik di presneling 2. Lumayan!
Banyak tanjakan terjal 45 derajat bahkan lebih yang tadi malam harus di daki kini harus dituruni. Berat rasa hati ini. Ngeri! Kalau naik tadi hanya tenaga dan semangat ekstra. Turunnya harus ditambah sabar dan doa. Sementara dengkul tua ini semakin payah memikul derita. Untungnya mereka semua tak pernah mengeluh. Luar biasa.
Dalam jalur penurunan Gunung Tursina, Pemimpin rombongan mendapat “Bonus” Seorang ibu dengan berat 70 Kg terlepas dari pendamping naiknya. Rupanya sang pendamping; yang juga peserta, ingin sedikit bebas merdeka. Toh misi telah terselesaikan. Ini hanya bagian penutupan pendakian. Laksana makan malam dia bebas memilih menu penutup yang idamankan. Semua berjalan normal tanpa ikatan, tanpa beban.
Namun naluri kepemimpinan pimpinan rombongan melihat bahwa wanita ini akan ada banyak hambatan diperjalanan bila dilepas berjalan sendirian. Dan tanggung jawab itu pun diambilnya. Dijadikan dirinya sebagai pendamping jalan. Memastikan bahwa tidak akan ada persoalan yang akan datang kemudian, untuk semua yang beranjak pulang.