Mohon tunggu...
kusfandiari abu nidhat
kusfandiari abu nidhat Mohon Tunggu... Editor - Mengekspresikan Diri dengan Berbagai Cara

Sembilan belas tahun di Mojokerto, satu tahun di Surabaya, dan empat puluh tahun lebih di Ngawi. Hidup itu mengalir. Mengikuti irama, menangkap segala makna, dan menikmati. Memberi manfaat bagi sesama, tanpa batas dan sebisa mungkin. Peduli, kritis, dan mencarikan solusi.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Menghadiri Mahalul Qiyam

28 November 2021   14:40 Diperbarui: 28 November 2021   14:43 230
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Anta sattarul masaawi wa muqlul 'atssarti

Engkau maha penutup aib-aib, dan pemaaf atas kesalahan-kesalahan.

'Aalimus sirri wa akhf mustajiibud da'awti

Engkau maha tahu yang samar dan tersembunyi, yang mengabulkan doa-doa.

Rabbi, farhamn jamii'a bijamii'is shlihaati

Y Tuhanku, kasihilah kami semua dengan seluruh kebaikan-kebaikan.

 

Itulah Shalawat Mahalul Qiyam yang dilantunkan oleh grup Hadrah "Dengarkanlah Suara Kami" (DSK) terdengar dan diselenggarakan oleh takmir masjid Guyub Salawase. Peringatan Maulid Nabi Muhammad tahun ini menandai berakhirnya pandemi covid-19 yang berlangsung selama dua tahun. Tumbulanang yang baru kali ini diundang tidak pernah mengerti apa yang dinamakan Mahalul Qiyam. Ya baru kali ini ia bisa menyaksikan dari dekat. Kalau bukan kepala desa yang mengundang, niscaya ia tidak akan hadir. Mendingan mencari ikan dengan suluh mengumpulkan bekicot. Menelusuri malam dan kebun-kebun liar. Atau ia baru sadar bahwa ia jadi bagian paling kecil dari pembangunan masjid berarsitek megah. Ia jadi kenek tukang batu. Acara shalawatan menggelegar menggetarkan kaca-kaca jendela dan pintu masjid. Hadirin tidak bisa bicara satu sama lain. Semua berdiri untuk menghormati Rasul Pilihan Allah. Merasa bangga sebagai undangan, namun sekaligus ia merasa berat menghadiri karena ia tidak biasa berlama-lama mengikuti acara. Beruntung ia berada di posisi paling belakang. Tidak mungkin orang-orang memperhatikannya.

Entah tiba-tiba ia dibangunkan dari kantuk beratnya. Hadirin sudah pada bubar. Yang tadinya kini serambi masjid jadi lengang. Kepala desa dan perangkat sudah tidak tampak. Begitupun para tokoh masyarakat dan tokoh agama sudah berlalu.

"Bangun, Nang, ini sudah pukul 23.00," Tumbulanang dibangunkan oleh Sontama tukang soundsystem dari desa sebelah yang lagi mengemasi perlengkapan pelantang suara.

Ia tidak menyesal, meski ia tidak bisa menikmati acara. Meski juga ia tidak pernah paham acara mahalul qiyam. Ia pun tidak tahu apakah tahun depan bisa hadir dan diundang lagi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun