Mohon tunggu...
Kurniawan SYARIFUDDIN
Kurniawan SYARIFUDDIN Mohon Tunggu... Tentara - Pengamat Kebijakan Pertahanan dan Kerjasama Pertahanan Internasional

Pengamat kebijakan pertahanan dan kerjasama pertahanan internasional yang merupakan lulusan Universitas Pertahanan Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Mobilisasi Kekuatan Nasional dalam Perang Semesta: Studi Kasus Indonesia pada Penyelenggaraan Operasi Seroja 1975

6 Mei 2021   08:00 Diperbarui: 6 Mei 2021   07:59 431
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ditambah lagi dengan dukungan dari masyarakat setempat, eks pendukung UDT yang dikalahkan Fretilin, yang direkrut untuk bergabung dalam pelaksanaan serbuan darat melalui perbatasan dengan NTT. Akan tetapi hal ini yang kemudian menjadi blunder, ketika tidak lagi mampu dilakukan pengendalian pada saat Falintil telah dapat diusir ke pedalaman. Balas dendam kemudian banyak terjadi, sehingga terjadi pembantaian yang meluas di beberapa kota di Timor-Timur, yang pada akhirnya justru melukai hati banyak rakyat Timor-Timur, suatu hal yang sangat bertentangan dengan pokok-pokok perang anti-gerilya yang disampaikan oleh Nasution (Nasution, 1965)

Kesiapan Militer Indonesia dalam hal pengembangan taktik perang anti-gerilya yang kemudian menyebabkan ketidak berhasilan untuk menumbangkan perlawanan Falintil yang terus dilakukan secara terus-menerus sampai kemudian Indonesia meninggalkan Timor-Timur. Selain itu ketidak patuhan untuk mematuhi aturan menyebabkan juga terjadinya berbagai peristiwa yang bertentangan dengan hukum humaniter, diantaranya adalah pembantaian Santa Cruz (Savio, 2008).

Ekonomi.

Ekonomi Indonesia yang saat itu belum pulih dari kejatuhan pemerintahan Orde lama dan juga ketiadaan peralatan senjata yang mendukung, menyebabkan pada awalnya Soeharto enggan untuk menginvasi Timor Portugis. Akan tetapi bantuan dari AS dan juga dukungan seluruh rakyat Indonesia, yang menyebabkan seluruh kemampuan Ekonomi yang ada digunakan untuk mendukung proses integrasi tersebut, terlebih dengan bantuan dari negara-negara "Blok" Barat yang memberikan pinjaman lunak.

Setelah menjadi salah satu Provinsi, dukungan Ekonomi tidak henti-hentinya diberikan kepada Timor-Timur yang memang kurang berkembang mulai dari zaman kolonial Portugal. Upaya untuk memodernisasi cara hidup, pembangunan infrastruktur dan juga peningkatan kemampuan produksi hasil kopi dan cengkeh juga terus dilakukan. Akan tetapi upaya yang dilaksanakan menjadi sia-sia ketika rakyat setempat tidak mempercayai sistim pemerintahan yang berjalan, oleh karena menggunakan sistim yang berlaku umum di Indonesia, bukan yang telah berjalan selama ini di Timor-Portugis, bahkan tidak pernah dirubah oleh Portugal. Sekali lagi, hal ini bertentangan dengan pokok-pokok perang rakyat semesta yang disampaikan oleh Nasution, dimana sistim pemerintahan setempat harus dipertahankan untuk mendapatkan kepercayaan dari masyarakat. Hal inilah yang kemudian menjadi penyebab ketika Presiden B.J. Habibie kemudian memperbolehkan dilakukan referendum, oleh karena beban ekonomi selain politik yang sangat besar ditanggung oleh Indonesia.

Penutup.

Berdasarkan penjabaran diatas, telah dapat digambarkan secara jelas bagaimana segenap kekuatan dan sumber daya nasional yang dimiliki oleh Indonesia saat itu di mobilisasi untuk mendukung tercapainya kepentingan nasional, dalam hal ini melakukan serangan ofensif ke wilayah Timor-Portugis sebagai upaya mengintegrasikan dan menjadi bagian dari Indonesia. Mobilisasi yang dilakukan, diselenggarakan dengan memanfaatkan seluruh instrumen dalam pengerahan berbagai elemen kekuatan nasional yang ada. Hal ini yang sedikit banyak menjadi dasar bahwa Indonesia juga menerapkan strategi perang semesta ketika melakukan serangan ofensif dengan taktik konvensional, tidak saja melakukan tindakan defensif dengan taktik perang gerilya pada saat perang mempertahankan kemerdekaan 1946-1949.

Akan tetapi penelitian lebih lanjut perlu dilakukan, oleh karena kajian yang dilakukan hanya terbatas pada sifat kesemestaan, sedangkan sifat kerakyatan maupun sifat kewilayahan belum dilakukan. Hal ini disebabkan bahwa dalam perang yang dilakukan, hanya melibatkan unsur kekuatan militer saja yang terlibat secara langsung, unsur masyarakat belum terlihat menyeluruh. Hal yang sama terkait kewilayahan, bahwa perang yang dilakukan pada saat invasi hanya terbatas di kota-kota besar saja, walaupun kemudian dari tahun 1979-1999 Indonesia melakukan perang anti-gerilya di seluruh wilayah, akan tetapi kajian hanya dilakukan pada saat dilakukan tindakan ofensif antara tahun 1975-1979.

Indonesia berhasil menerapkan strategi perang semesta ketika menyerang Timor-Portugis, dengan tingkat keberhasilan yang baik. Akan tetapi hal ini kemudian tidak dapat dipertahankan, ketika pokok-pokok perang anti-gerilya tidak dapat dijalankan dengan baik, sehingga Indonesia tidak pernah memenangkan pertempuran di Timor-Timur secara menyeluruh. Upaya Mobilisasi yang maksimal di bidang Diplomasi dan Ekonomi, yang kurang diimbangi pada sektor Militer dan juga Intelijen, menjadi salah satu sebab ketika Indonesia harus merelakan melepaskan provinsi Timor-Timur untuk kemudian merdeka menjadi negara Timor Leste.

 

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun