Mohon tunggu...
Kurnia Hidayati
Kurnia Hidayati Mohon Tunggu... -

Love writing.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Suara Karya (Sabtu, 12 Oktober 2013)

25 November 2013   13:32 Diperbarui: 24 Juni 2015   04:42 18
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Puisi-puisi Kurnia Hidayati

Sajak Sol Sepatu kepada Manusia

karena aku hanyalah guntingan yang direkat kenangan di sepatumu

maka aku memilih menetap diombang-ambingkan

keberangkatan dan kepulangan

yang merawat jejakmu di jalan-jalan

barangkali beginilah galur kismat menulisku

dalam kitab-kitab semesta, kemampuan manusia berpikir rasional

atau logika yang menempatkanku pada sisi paling nadir

di mana hasrat tualang senantiasa hadir

karena aku hanyalah sebuah potongan yang menetap di tubuh sepatu

maka izinkanlah aku ikut bersamamu

dalam pengembaraan-pengembaraan yang diwafatkan waktu

dan dinisankan kenangan

2013

Menepilah

jika denyut jarum jam telah mengisyaratkan tiba waktu bersujud

maka menepilah, di gigir suara yang menggambarkan lafadz tuhan

pada sekerdipan lampu yang muram

di sebuah mushola pinggir jalan

meskipun engkau tengah asik menakar jumlah perjalanan

atau peluh di cawan-cawan pikirmu

dan begitu enggan untuk diganggu

tapi pesanku, menepilah, menepilah

di mushola atau rumah-rumah tuhanmu

jika namanya begitu nyaring memanggilimu

2013

Ziarah Kembang Kamboja

jangan bertanya pada kelopak-kelopak kamboja yang bergantungan

di langit-langit pemakaman

perihal siapa yang habis dikuburkan

dan siapa yang menangis, ditinggalkan

sebab ia bukanlah penghafal nama-nama

di epitaf-epitaf hunian

para jasad yang terbujur

menemui kefanaan

tetapi, jika kau ingin tahu

sedang di mana diri mereka saat nisan-nisan melumut

dan kesenyapan enggan ditidurkan

barangkali mereka tengah menjatuhkan diri

di atas tubuh pusara

dan membusukkan dirinya

sehabis dibunuh sunyi

memilih terlebih dulu menziarahi

sebelum diziarahi

2013

Pagilaran

hai, pagilaran.

demikianlah kita menyapa gigil

dengan membekap mulut dan perkataan di beku udara ketinggian

dan memilih meneguhkan pandang

pada potong-potong lanskap

: alur jalan setapak, hijau perkebunan, dan elok taman-taman

pada hampar kebun teh, kulihat beberapa kenangan yang dihijaukan

atas nama kesetiaan yang saling bertumbuh dan meliarkan

akar-akarnya

kemudian takdir menghujamkan

hingga batas tanah paling dalam

itu saja yang harus kita kenang dan kekalkan

pada lensa kamera

yang pucat denyarnya. meskipun kau-aku acap diam dan membisu, meskipun kita tak pernah tahu, sampai kapan ingatan akan liar di tanah ketinggian itu, dan

meskipun waktu dan laju kenangan akan begitu cepat bergerak

lalu saling melupakan

2013

Keterangan: untuk yang ingin mengirim silahkan bisa kirimkan puisi min 7 puisi ke  ami.herman@yahoo.com

sertakan biodata dan nomor rekening.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun