Mohon tunggu...
Kurnia Gus
Kurnia Gus Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis/Jurnalis

Aktivis, senang membaca dan menulis menyukai Seni..

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Masihkah KPK Memiliki Taji?

29 September 2022   00:32 Diperbarui: 29 September 2022   00:32 208
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Badan Pusat Statistik mencatat Indeks Perilaku Anti Korupsi Indonesia (IPAK) pada tahun 2022 mengalami kenaikan sebesar 3,93 pada skala 0 sampai 5. Angka ini lebih tinggi dibandingkan capaian tahun 2021  yaitu sebesar 3,88. Dimana Indonesia menempati urutan rangking ke 96 dengan capaian angka skor 38 dari nilai 100 dalam Indeks Persepsi Korupsi (IPK) pada tahun 2021.

Indeks Persepsi Korupsi (IPK) ini akan menjadi rujukan penilaian tingkat korupsi di sebuah negara. Semakin kecil skor IPK, maka semakin minim juga kepercayaan publik terhadap negara tersebut. Selain itu ada tiga indikator suatu keberhasilan pemberantasan korupsi yang digunakan sebagai alat pengukuran di Indonesia, yaitu Survei Penilaian Integritas (SPI), Indeks Perilaku Antikorupsi (IPAK), dan Indeks Persepsi Korupsi (IPK)

Tingginya Jumlah Nominal Kerugian Negara Akibat Korupsi

Belum lama ini ada tiga kasus korupsi terbesar di Indonesia yang mencuat kepermukaan dengan nilai kerugian negara cukup fantastis nominalnya, yaitu kasus korupsi Surya Darmadi dengan kerugian negara ditaksir mencapai Rp 78 triliun.  Mega korupsi Asabri dengan nilai kerugian negara sebesar Rp 23 triliun. Dan yang terakhir, kasus korupsi asuransi Jiwasraya dengan nilai kerugian negara masing-masing Rp 17 triliun. Secara totaly ketiga kasus tersebut membuat negara merugi hingga Rp 118 triliun.

Angka-angka nominal di atas hampir menyamai nilai korupsi BLBI yang merugikan keuangan negara senilai Rp 138 triliun, hal ini berdasarkan hasil audit dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pada bulan Agustus tahun 2000. Belum lagi jika ditambah dengan kasus korupsi yang melibatkan pejabat negara dan daerah, anggota DPR serta pengurus partai politik.

Baca Juga : Air Minum Kemasan Amankah Dikonsumsi?

Terbaru adalah kasus suap yang menjerat Hakim Agung Sudrajad Dimyati yang bertugas di Mahkamah Agung (MA), menambah panjang deret pelaku korupsi. Sehingga menurunkan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap lembaga kehakiman. Dimana lembaga MA merupakan penegak keadilan tertinggi di Indonesia. 

Sebagai lembaga yang berfungsi menjalankan peradilan kasasi, keputusan hukum MA adalah yang paling final. Oleh karenanya, dalam menjalankan tugas dan fungsi, MA harus adil, tepat, dan benar. Akan tetapi sangat disayangkan, belakangan kinerja MA dipertanyakan usai Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK melakukan OTT terhadap Hakim Agung Sudrajad Dimyati.

Banyaknya pejabat negara dan daerah serta beberapa pengurus partai politik yang tertangkap tangan oleh KPK, menjadikan lembaga anti rusuah ini seakan-akan dianggap mempolitisasi sebuah kasus korupsi yang terjadi. Sehingga menjadi sebuah stigma yang melekat apabila ada aparat, pejabat negara ataupun politikus yang tertangkap KPK, maka tim kuasa hukumnya akan menganggap sebagai sebuah politisasi ataupun kriminalisasi.

Apa Beda Politisasi Dengan Politik Hukum.?!

Jika ditinjau secara etimologi kata “politik” sangat berhubungan dengan polisi atau kebijakan. Sedangkan asal kata “politik” dari bahasa Belanda (politiek) dan bahasa Inggris (politics) yang bersumber dari bahasa Yunani (politika), yang artinya berhubungan dan berkaitan dengan negara. Dengan asal kata polities (warga negara) dan polis (negara kota) atau stadstaat,  yang secara historis dapat dikatakan bahwa politik mempunyai hubungan dengan negara. Demikian penjelasan Dr.H. Ahmad Muliadi, SH, MH. memberikan uraian dalam bukunya yang berjudul Politik Hukum.

F. Utrecht berpendapat bahwa politik hukum berusaha membuat kaidah-kaidah yang akan menentukan bagaimana seharusnya manusia bertindak. Sementara menurut Thomas Dye, bahwa politik hukum dikaitkan dengan kebijakan publik (public policy) yaitu “whatever the goverment choose to do or not to do” di dalam penyusunan perundang-undangan dan pengaplikasian hukum atau peraturan. 

Politik hukum akan melihat hukum dalam arti undang-undang dan bagaimana suatu kaidah apakah perlu dipertahankan, diubah, diganti dan diadakan yang baru oleh lembaga yang berwenang dalam hal ini pemerintah bersama dengan DPR.  Hal ini agar tercapainya tujuan hukum untuk mensejahterakan masyarakat. 

Demikian tentang pengertian-pengertian mengenai politik hukum. Sementara soal definisi politisasi, secara bahasa berarti hal membuat suatu keadaan bersifat politis. Atau, menjadikan sesuatu hal bersangkutan berkaitan dengan politik.

Menurut Deutsch seperti yang dikutip oleh Kartini Kartono (1989), politisasi berarti membuat segala sesuatu menjadi politik (politicization is making things political). Sepintas, tidak ada konotasi negatif dari makna politisasi. Bahkan, politisasi bisa saja dianggap sebagai bagian dari proses politik.

Masihkah KPK memiliki Taji.?!

Korupsi dalam bangunan sosial masyarkat Indonesia dikategorikan sebagai sebuah kejahatan luar biasa (extra ordinary crime). Reformasi  tahun 1998 melahirkan diantaranya adalah tuntutan  penegakan supremasi hukum, penghormatan hak asasi manusia, serta pemberantasan korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). Dari tuntutan ini melahirkan sebuah institusi Komisi Pemberantasan Korupsi atau disingkat dengan KPK.

Semenjak kelahirannya, KPK adalah sebagai salah satu intitusi yang mendapatkan kepercayaan dalam pemberantasan korupsi setelah kejaksaan dan kepolisian. Akan tetapi belakangan kepercayaan tersebut sedikit menurun. Tingkat kepercayaan publik terhadap lembaga penegak hukum yang dilakukan oleh berbagai lembaga survei menunjukkan turunnya kepercayaan publik terhadap lembaga Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Data Lembaga Survei Indonesia pada tahun 2015 lalu menunjukkan bahwa tingkat kepercayaan KPK ada di kisaran 80,5%. Sementara, data terakhir yang dimiliki oleh Indikator pada bulan Agustus 2022 menunjukkan posisi KPK berada di kisaran 58,9%.

Faktor lainnya yang menyebabkan turunnya tingkat kepercayaan masyarakat adalah, pimpinan KPK saat ini ditenggarai memiliki catatan buruk. Ketika ia melakukan penyelidikan kasus korupsi bertemu dengan terduga pelaku. Selain itu juga faktor adanya revisi UU KPK, sehingga membuat KPK kehilangan taji. 

Sebelum direvisi dalam pasal 1 ayat (3) mengatakan, bahwa Komisi Pemberantasan Korupsi adalah lembaga negara yang dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan mana pun.

Akan tetapi setelah direvisi maka isinya berubah yaitu, Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang selanjutnya disebut Komisi Pemberantasan Korupsi adalah lembaga negara dalam rumpun kekuasaan eksekutif,  yang dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan mana pun.

Baca Juga : Cara PPP Berdemokrasi Bela Ulama

Jika kita melihat kembali akan fungsi tugas-tugas KPK yang tertuang pada Pasal 6 UU 19/2019. Bahwa KPK mempunyai tugas untuk melakukan:

1). tindakan-tindakan pencegahan sehingga tidak terjadi tindak pidana korupsi;

2). koordinasi dengan instansi yang berwenang melaksanakan pemberantasan tindak pidana korupsi dan instansi yang bertugas melaksanakan pelayanan publik;

3). monitor terhadap penyelenggaraan pemerintahan negara;

4). supervisi terhadap instansi yang berwenang melaksanakan pemberantasan tindak pidana korupsi;

5). penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi; dan

6). tindakan untuk melaksanakan penetapan hakim dan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

Dapat disimpulkan bahwa ada 6 poin fungsi KPK yaitu koordinasi, supervisi, monitoring, penindakan dan pencegahan eksekusi. 

Sementara dalam Pasal 6 huruf c UU No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK), bahwa KPK mempunyai tugas melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap Tindak Pidana Korupsi

Satu hal yang ditekankan dalam pembentukan KPK, di mana lembaga ini menjadi pemicu dan pemberdayaan institusi pemberantasan korupsi yang telah ada setelah Kepolisian dan Kejaksaan, yang sering kita sebut dengan “trigger mechanism”. 

Kita berharap semoga KPK dapat meningkatkan lagi kepercayaan masyarakat, begitupun dengan lembaga penegak hukum  lainnya. Agar dapat memberantas korupsi dan menanamkan perilaku jujur dan bersih dalam pelaksanaan tugasnya, sehingga dapat tercapai cita-cita untuk mewujudkan kesejahterahan masyarakat Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun