Mohon tunggu...
Kurnia Dewi
Kurnia Dewi Mohon Tunggu... Lainnya - IRT

Semua untuk Allah

Selanjutnya

Tutup

Politik

Tahun 2023 Indonesia Menuju Identitas Politik Islam

8 Januari 2023   11:27 Diperbarui: 8 Januari 2023   11:34 279
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Tapak Tilas Problematika Umat Di Tahun 2022

a. Harga Pangan Meroket, Daya Beli Masyarakat Masih Rendah

Di tahun 2022 tercatat beberapa harga barang terutama pangan naik di Indonesia, diantaranya seperti beras, telur, gula, minyak dan sayuran. Sedangkan kondisi ekonomi masyarakat Indonesia saat ini masih berada di bawah rata-rata. 

Banyak di antara mereka yang masih merangkak dalam proses pemulihan finansial pasca Covid-19. Ada juga yang masih diam di tempat, bahkan ada yang jatuh tersungkur terhantam badai PHK. Sehingga tidak jarang bagi mereka yang tidak mampu bertahan dalam kondisi miskin sedangkan harga pangan terus naik memutuskan mengambil tindakan ekstrem seperti melakukan pinjaman online hingga bunuh diri.

b. Bullying dan Kekerasan Seksual Menimpa Pelajar

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) merilis data bahwa sepanjang tahun 2022, setidaknya sudah terdapat lebih dari 226 kasus kekerasan fisik dan psikis, termasuk perundungan yang jumlahnya terus meningkat hingga saat ini. BBC News Indonesia (22/07/2022). 

Sedangkan kasus kekerasan seksual pada anak, menurut Komisioner KPAI Retno Listyari, "Dari Januari-Juli 2022 tercatat 12 kasus kekerasan seksual yang terjadi di 3 (25 persen) sekolah dalam wilayah KemendikbudRistek dan 9 (75 persen) di satuan pendidikan di bawah kewenangan Kementerian Agama," kepada KOMPAS TV, (23/7/2022). Ini baru data di semester pertama. Sedangkan sepanjang 2022, "Korban berjumlah 117 anak dengan rincian 16 anak laki-laki dan 101 anak perempuan," Ujar Retno Listyari. KOMPAS (2/1/2023).

c. Tragedi Kanjuruhan

Hingga kini, tragedi 1 Oktober 2022 yang memakan korban hingga 135 jiwa itu masih diperjuangkan untuk diperoleh keadilannya. Namun, pihak yang menjadi tersangka, Dirut PT LIB Hadian Lukita, justru kini sudah dibebaskan dengan alasan ketidaklengkapan berkas hingga habisnya masa penahanan. Selain itu, bebasnya Dirut PT LIB mendorong dua tersangka lainnya mengajukan hal yang sama. Mereka juga ingin dibebaskan sembari menunggu masa persidangan. Dilansir dari CNN Indonesia, (24/12/2022).

Lambatnya penanganan tragedi Kanjuruhan ini menambah derita keluarga korban pada khususnya, dan supporter sepak bola beserta masyarakat Malang pada umumnya.

 Bagaimana tidak? Belum hilang duka ditinggal anggota keluarga, justru ketidakjelasan proses hukum dan tanggungjawab pihak terkait malah mereka dapatkan. Walhasil mereka menggugat secara perdata untuk menagih tanggung jawab ke beberapa pihak. Mereka menuntut PSSI serta pihak terkait, termasuk Presiden RI, untuk membayar ganti rugi sebesar Rp62 miliar. Dilansir dari BBC News Indonesia (23/12/2022).

d. Pembajakan Potensi Pemuda Ke Arah Kerusakan dan Islamophobia

Prof. Dr. Mas Roro Lilik Ekowanti, MS, intelektual muslimah sekaligus pakar administrasi publik  menegaskan visi yang harus dimiliki kaum muslim, khususnya pemuda adalah Islam rahmatan lil’alamin. 

Hanya saja, ia menegaskan, rahmatan lil’alamin itu ketika pemudanya menjadi pemimpin, bukan buruh. Namun bagaimana para pemuda mampu menjadi pemimpin? Dari segi pendidikan saja sudah dikapitalisasi. Yang mana kapitalisasi pendidikan adalah ketika arah pendidikan dibuat sedemikian rupa sehingga pendidikan menjadi pabrik tenaga kerja yang cocok untuk tujuan ekonomi kapitalis tersebut (Francis X Wahono dalam "Kapitalisme Pendidikan: Antara Kompetisi dan Keadilan" tahun 2001). 

Menghasut kaum muslim dengan memanfaatkan para pemuda yang merupakan agents of change melalui program-program kapitalisasi di setiap lini termasuk pendidikan. 

Parahnya lagi, hasil dari kapitalisasi yang menyasar masyarakat termasuk pemuda ini mampu membentuk pola pikir yang anti terhadap syari'at Islam yang sesungguhnya. Seperti produk Islam moderat bersama para pemuda sebagai dutanya. 

Belum lagi serangan produk-produk Barat yang lain yang masuk ke negeri-negeri kaum muslim melalui media sosial, hiburan, fashion, game, dll. Yang berpotensi mengubah pemikiran pemuda menjadi jauh dengan Islam. Sehingga bayangan pemuda pemimpin umat seolah menjadi mustahil untuk terlaksana. 

Dibutuhkan Perubahan Identitas Politik

Dari secuil fakta-fakta di atas, segala pintu menuju kehancuran rupanya telah terbuka lebar di Indonesia. Penyebabnya tidak lain adalah karena tidak diterapkannya Islam dalam segala aspek kehidupan. 

Pemisahan Islam dari kehidupan berbangsa dan bernegara telah menggiring Indonesia menjadi negara dunia ketiga yang tertinggal, terjajah dan dimiskinkan. Pemisahan Islam dari kehidupan termasuk pemerintahan telah menghasilkan kebijakan-kebijakan yang tidak pro dengan rakyat. 

Hal ini benar-benar menunjukkan bahwa tidak ada tempat aman yang dapat menjamin perlindungan kebutuhan umat dalam negara yang menganut sistem pemerintahan sekuler. Terutama bagi pemuda sebagai generasi penerus bangsa. 

Begitupun dengan Islamophobia. Berbicara mengenai Islamophobia maka tidak lepas dari pandangan politik identitas. Sejatinya, politik identitas substansinya adalah perlawanan terhadap berbagai penindasan dan ketidakadilan dalam satu tatanan struktur politik tertentu. 

Sehingga sebuah tindakan yang wajar ketika umat Islam menunjukkan identitas keislamannya. Bahkan memperjuangkan apa yang menjadi keharusan bagi setiap pemeluk agama Islam yang tertuang dalam syari'at Islam, termasuk memperjuangkan kebangkitan Islam sebagai solusi hakiki pemberantasan problematika umat. 

Namun hal ini rupanya dijadikan para elite politik untuk menyerang Islam karena mereka tidak menghendaki kebangkitan Islam, sehingga berupaya mengulurnya. Membenturkan Islam dengan masyarakat terutama pemuda. Mengakibatkan berbagai serangan kepada Islam, pemeluk Islam dan pengemban dakwah Islam. 

Setidaknya ada tiga jenis serangan; 1) Serangan berupa kekerasan fisik seperti pembunuhan, 2) Serangan berupa kekerasan simbolik pada simbol-simbol Islam, seperti tudingan radikal bagi muslim yang mengenakan pakaian sesuai syari'at Islam, 3) Serangan struktural melalui berbagai kebijakan yang menghalangi penerapan aturan Islam, seperti penciptaan aliran Islam Moderat (sekularisme) yang menyekap aturan Islam hanya sebatas pada aturan ibadah ritual saja. Para elite politik mengusung berbagai konsep pembentukan Islam moderat yang sebenarnya adalah wujud phobia terhadap syari'at. Mereka menjalankan ini dengan memanfaatkan para pemuda dengan potensi mereka. 

Diantaranya mengangkat para pemuda sebagai buzzer yang menyerang Islam, mengadakan 'camp-camp' penanaman sekularisme dan mengangkat para pemuda sebagai duta program sekularisme. Potensi besar pemuda sebagai agen perubahan telah dibajak dan dialihkan pada hal-hal yang menyalahi fitrah manusia sebagai makhluk ciptaan Allah yang wajib tunduk pada aturan Allah. Yang tentunya pembajakan ini mengarah pada Islamophobia dan kehancuran. 

Hal ini membuktikan bahwasannya kita memerlukan perubahan hakiki yang mampu mengubah kondisi masyarakat yang terpuruk menjadi masyarakat yang sejahtera. Dan tidak ada jalan lain selain dengan menerapkan syari'at Islam di semua lini yang mengacu pada Islamisasi politik. Yang tentunya memerlukan peran politis dari pemerintah untuk mewujudkan hal tersebut.

Hanya saja, perubahan arah politik ini metodenya haruslah sesuai dengan apa yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW. Yang mana konsep dari sistem pemerintahan Islam ini berbeda dengan Barat. Konsep pemerintahan Barat berorientasi pada penjajahan, pengerukan SDA dan SDM demi keperluan kegiatan ekonomi. 

Sedangkan Islam justru dalam rangka mendakwahkan kemuliaan ajaran Islam dan melindungi semua warga negaranya, baik muslim maupun non-muslim. Islam memberikan jaminan keamanan, lapangan kerja dan pendidikan. Will Durant (dalam The Story of Civilization, 4/227) mengatakan, "Para khalifah telah berhasil memberikan perlindungan yang ideal terhadap kehidupan dan tenaga kerja; senantiasa membuka peluang bagi setiap bakat; menciptakan kemakmuran selama tiga sampai enam abad di wilayah yang dulunya tidak begitu makmur; mendorong dan mendukung perkembangan pendidikan, sastra, sains, filsafat dan seni hingga membuat Asia Barat selama lima abad, menjadi wilayah paling beradab di dunia". 

Maka, di tahun 2023 ini, marilah umat Islam melangkah bersama-sama bersatu, meruntuhkan tembok yang menyekat-nyekat umat Islam, serta mengokohkan barisan untuk memperjuangkan kembalinya peradaban Islam yang gemilang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun