Mohon tunggu...
Mawan Sastra
Mawan Sastra Mohon Tunggu... Koki - Koki Nasi Goreng

penggemar fanatik Liverpool sekaligus penggemar berat Raisa

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Juru Kue

7 Januari 2022   14:44 Diperbarui: 7 Januari 2022   14:55 372
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Perihal rambut Najamiah yang rontok, lalu botak, kemudian tumbuh menjadi putih, akhirnya baru terkuak setelah seorang dukun cadel didatangkan. Diketahuilah: ada orang yang sengaja mengirim tulah kepadanya.

Sebelum itu, Najamiah sering didesak keluarganya untuk mau melakukan pemeriksaan di rumah sakit. Usul tersebut ditolak Najamiah yang selalu menganggap dirinya sehat.

"Bagaimana kalau Kakak ternyata punya penyakit dalam. Kita baru menyadarinya kemudian setelah Kakak jatuh sakit. Sakit parah," tutur Sapitri, anak kedua dalam keluarga itu. "Ada teman saya mati kena kanker. Gejala awalnya seperti Kakak, rambutnya rontok lalu botak."

Najamiah selalu menolak keras kalau kebotakan yang dia alami adalah pengaruh kanker. "Saya begini apa terlihat seperti orang sakit, hah?"

Dia punya pemikiran, seandainya benar kebotakannya ada kaitannya dengan kanker atau penyakit serius, tentu saja perlahan-lahan kesehatannya akan terenggut. Kenyataannya, bulan demi bulan berlalu, dia tidak pernah sekalipun terbaring sakit di atas ranjang. Bahkan terlihat makin bugar saja. Bobot tubuhnya kian naik di usianya yang sudah sampai pertengahan tiga puluhan.

Makanya suka ditegur oleh orang-orang. "Kok kamu gendutan", "Kamu minum obat penggemuk ya?", "Pakai ramuan apa sih sehingga makin berisi begini?" 

Ucapan-ucapan tersebut tak lantas membuatnya tersinggung. Dia kadang menimpalinya dengan nada candaan, "Mungin nasib perawan tua ya begini, tak ada anak dan suami yang menguras pikiran, sehingga makin melar deh." Orang-orang yang mendengarnya seketika meletupkan tawa.

Mengenai kondisi kepalanya, dia selalu berusaha merahasiakannya. Cukup diketahui oleh orang-orang terdekat. Untuk menyembunyikan rambut putihnya, dia menutupinya dengan tudung kepala seperti yang sering dilakukan ibu-ibu haji. 

Khusus menghadiri perhelatan, Najamiah lebih memilih berjilbab.
Di kampung itu, nama Najamiah memang cukup beken. Bersama Ammana Erong, merupakan dua nama yang tak terpisahkan disetiap hajatan atau nikahan. Jika Ammana Erong selalu diberi kepercayaan menjadi juru masak yang racikan rempah-rempahnya tak diragukan lagi kelezatannya, maka Najamiah adalah juru kue.

Sebagaimana Ammana Erong dalam meramu masakan: kepiawaiannya sudah diakui banyak orang, begitupula Najamiah dengan kue-kue buatannya. Orang yang mencicipi kue-kuenya suka memberikan pujian. Bahwa mereka belum pernah mencicipi kue seenak kue yang dibuat Najamiah. Makan sepotong kue bawaannya mau menambah beberapa potong lagi.

Berkat keahliannya itu, sehingga ibu-ibu rumah tangga suka berguru resep kepadanya. Najamiah selalu bermurah hati membocorkan resep kue-kuenya. Tetapi kue-kue yang dihasilkan mereka, sekalipun menggunakan bahan yang sama, takaran yang sama, cara pengolahan yang sama, tetap saja masih kalah telak dari kue yang dibuat oleh tangan Najamiah.

Makanya mereka suka protes. Menganggap Najamiah memberikan resep yang tidak lengkap, dicurigai ada bahan lain yang dirahasiakan. Bahan itu adalah bahan pemungkas yang memberikan sentuhan magis ke setiap kue yang dibuatnya.

Bahkan pernah ada ibu rumah tangga lancang berkata, "Atau jangan-jangan kamu membuatnya dengan jampi-jampi." 

Najamiah tertawa mendengarnya. "Ya dengan jampi-jampi. Kalau memang ucapan basmalah itu dianggap mantra. Saya selalu membacanya sebelum mengerjakan kue. Bukankah sudah seharusnya itu diucapkan?" katanya tetap tenang.

Sejatinya dia dulu memiliki rambut panjang sampai pinggang: hitam, ikal dan tebal. Pertama kali mengalami kerontokan tepat dua hari pasca menjadi juru kue di pernikahan Maimunah putri kepala dusun. Najamiah terlambat datang ke sana, sebab dia harus menjadi juru kue di rumah sepupunya di desa sebelah. Dia baru bisa datang ke rumah kepala dusun setelah acara akikah anak sepupunya itu selesai, tepat satu hari menjelang pernikahan Maimunah.

Bu Dusun lalu memintanya untuk segera menjadi juru kue. Najamiah awalnya enggan, mengingat posisi itu sebelumnya telah dipercayakan kepada Kamaliah. Tetapi kuatnya desakan, membuatnya tak punya pilihan lain. Di sisi lain sekalipun kecewa, Kamaliah tetap mencoba terlihat baik-baik saja seolah tidak mengapa posisinya digantikan Najamiah.

Padahal sebelumnya Kamaliah telah membuat beberapa aneka kue basah. Sayang sekali kue-kue buatannya tidak memuaskan lidah orang-orang. Mereka yang sudah mengakrabi kue-kue bikinan Najamiah, saat mulai mencicipi kue buatan Kamaliah, gigitan pertama saja langsung berkomentar.

"Ini bukan Najamiah yang buat."

"Kue macam apa ini, rasanya kok aneh."

"Bu Dusun, kenapa bukan Najamiah yang menjadi juru kuenya?"

Komentar-komentar yang masuk ke kuping Bu Dusun seperti sebuah tekanan. Wajarlah tatkala Najamiah memunculkan batang hidungnya pertama kali, seketika diminta untuk menggantikan Kamaliah. Tentu Bu Dusun tidak ingin tamu-tamunya, terutama rombongan mempelai pria menganggap suguhan kue tuan rumah tidak enak.

***

Dua hari setelah pernikahan Maimunah. Najamiah baru saja bangun dari tidur siang, istirahat total setelah melewati pekan yang sibuk menjadi juru kue. Dia berdiri di depan cermin. Saat menyisir rambut panjangnya, di situlah pertama kali mendapati sejumput rambutnya tinggal di sisir. Awalnya berpikir hanya kerontokan biasa, pengaruh gonta-ganti sampo. Akan tetapi di hari berikutnya terulang lagi, dan terulang lagi setiap menyisir rambut.

Hanya dalam seminggu rambut itu sudah banyak yang rontok. Sampai di minggu keempat kepalanya benar-benar telah botak. Orang-orang di rumah mulai cemas. Bagaimana kalau itu cuma bom waktu: hanya soal waktu akhirnya Najamiah drop. Skenario macam begitu amat tidak diinginkan.

Selama berbulan-bulan Najamiah mengalami kebotakan, rambutnya seperti enggan tumbuh. Walau saban hari diolesi minyak perangsang pertumbuhan rambut, usaha-usaha yang dilakukan sia-sia saja. 

Begitupula dengan penggunaan bahan alami, seperti buah kemiri dibakar sampai hitam lalu disapukan ke kepala. Atau mengoleskannya dengan daun-daun yang ditumbuk halus.

Najamiah mulai diambang putus asa: rambutnya tidak akan kembali seperti semula. Dia pasrah sekalipun harus botak seumur hidup. Justru saat-saat begitulah rambutnya baru tumbuh kemudian. 

Membingungkan, sebab tidak hitam lagi, melainkan putih serupa uban. Itu pun pertumbuhannya sangat lambat, dia kadang berpikir butuh sedekade mungkin baru kemudian rambut putihnya bisa panjang menyentuh pinggang.

Sapitri selalu iba melihat kakaknya memiliki rambut putih begitu, suatu hari dia sedang berada di rumah mertua, tahulah dia perihal dukun Salamah, sering dibicarakan orang-orang kehebatannya. Sudah banyak orang penyakitan yang tertolak pengobatan medis sembuh saat ditangani dukun Salamah.

Olehnya itu, Sapitri menyambanginya suatu malam, ditemani oleh suami. Dia blak-blakan kepada dukun cadel itu mengenai rambut putih Najamiah.

"Itu tulah dikilim oleh olang yang benci kakakmu," tutur dukun Salamah beberapa saat kemudian.

Karena penasaran siapa sosok pengirim tulah itu, suatu hari Sapitri dan suami mendatangkan dukun itu ke rumah orang tuanya.

Sebelum mulai mencari tahu orang yang telah membikin putih rambut Najamiah, pertama-tama dukun Salamah meminta salah satu di antara mereka kecuali Najamiah, untuk bersedia dimasuki roh jahat si pengirim tulah.

Si bungsu Mardawiahlah yang siap. Dia kemudian dibaringkan. Di atas kepalanya ada dukun Salamah duduk bersila. Najamiah memegang tangan kirinya, di sisi kanan ada Sapitri. Sedangkan untuk kedua kakinya masing-masing dipegang oleh Bapak dan suami Sapitri. Ibu mereka tampak ketakutan melihat adegan yang akan terjadi, hanya mengintip di balik pintu.

Dukun Salamah meminta Mardawiah memejamkan mata, mengatur pernapasannya untuk lebih santai. Lalu mulai merapalkan jampi-jampi yang tak bisa ditangkap pendengaran, kecuali gerak bibir yang cepat. Satu sapuan telapak tangan ke bagian wajah membuat Mardawiah kehilangan kesadaran diri. 

Satu sapuan yang sama, Mardawiah mulai bergerak seperti cacing kepanasan. Tangannya terkepal kuat, orang-orang yang memeganginya merasakan sendiri kerasnya tubuh Mardawiah sudah seperti kayu. Gigi Mardawiah mulai begemeretak tampak sedang memendam amarah. Roh jahat itu benar-benar telah masuk ke dalam tubuhnya.

"Siapa namamu?" Dukun Salamah mulai bertanya. Tetapi tak dijawab, Mardawiah menggeram, mencoba berontak namun tak bisa.

Karena enggan bicara, dukun Salamah meminta suami Sapitri untuk menekan bawang merah yang telah dikupas ke jempol kaki Mardawiah. Seketika itu juga Maradawiah yang kerasukan roh jahat membuka mulut. "Panas!!! Panas!!! Jangan siksa saya begini, ohh! Jangan siksa saya!!!"

Sedikit lebih tenang ketika bawang merah itu dijauhkan darinya.

"Saya akan telus menyiksamu jika kamu tidak membelitahu siapa dilimu."

"Kamu tidak perlu tahu siapa saya." Lalu Mardawiah teriak kesakitan oleh bawang merah itu kembali bekerja pada kukunya.

Agak alot, sampai semua orang yang menahan tubuh Mardawiah bercucuran keringat, sebab Mardawiah selalu ingin melepaskan diri.

"Kenapa kamu membikin putih lambut Najamiah? Apa memang yang telah dilakukan padamu? Kamu tega melihatnya punya lambut lusak begitu, hah?"

Mardawiah terus menggeram beberapa saat, lalu bicara, "Saya membencinya. Tak ada orang yang paling saya benci kecuali dia."

"Kenapa kamu membencinya?"

Mardawiah mulai menangis, air matanya benar-benar menetes di pipi. Lalu mulai mengakui kalau dia iri dengan Najamiah. Kue-kue bikinan Najamiah enak dipuji banyak orang. Dia ingin seperti itu, kue-kuenya disukai bukan dikritik karena rasanya tak enak lagi kolot.

"Harusnya saya yang menjadi juru kue sampai pernikahan Maimunah selesai. Tetapi mengapa pula Najamiah harus datang ke sana? Saya benar-benar sakit hati." 

Mardawiah yang kerasukan roh jahat masih terus melolongkan tangis, semakin keras, kemudian menggemeretakkan gigi.***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun