"Ehhh tunggu dulu, sayang! TTS yang diberikan Dilan pada Milea kan sudah diisi semua oleh Dilan. Lha, TTS ini kok belum? Mending diisi dulu. Nggak apa-apa kalau aku nunggu sampai minggu depan." Aku hanya bisa menepuk jidat. Dahlia, kau benar-benar telah aneh, aku membatin.Â
Sore itu aku kembali menjemput Dahlia di kantornya. Jika sebelumnya raut wajah senang ia tampakkan padaku. Kali ini ia terlihat jengkel. Aku khawatir. Jangan-jangan ia kemabali punya rencana busuk untuk memutuskan hubanganku dengannya.Â
"Kamu kenapa Dahlia?" Tanyaku.Â
"Sepertinya akan ada orang menyakitiku," Dahlia menjawab.
"Itu sepertinya saja sayang."
"Kok kamu malah bilang begitu?"
"Lha, aku harus bilang apa?"
"Kalau Dilan akan bilang begini ke Milea," Dahlia mendekatkan mulutnya ke kupingku. Ia membisikkan kata-kata Dilan yang ia temukan dalam novel itu dan harus kuucapkan padanya. Aku sudah mengerti apa maunya.Â
"Kamu kenapa Dahlia?" Kuulangi pertanyaanku.
"Sepertinya akan ada orang yang menyakitiku," jawab Dahlia.
"Dahlia, jangan bilang ke aku ada yang menyakitimu. Nanti besoknya orang itu akan hilang." Dahlia senang mendengar perkataanku. Sepanjang perjalan ia memelukku dengan erat. Pipinya ia tenggelamkan ke punggungku.Â