Mohon tunggu...
Abdul Malik
Abdul Malik Mohon Tunggu... Penulis seni - penulis seni budaya

penulis seni. tinggal di malang, ig:adakurakurabirudikebonagung. buku yang sudah terbit: dari ang hien hoo, ratna indraswari ibrahim hingga hikajat kebonagung

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Proses Kreatif: Perlu Riset atau Puasa Ngrowot?

6 Februari 2018   23:40 Diperbarui: 6 Februari 2018   23:59 804
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Saiful Bakri. Dok.pribadi

Ia akan memakai pakaian serba emas, kereta emas,begitu juga delapan kuda dengan diiringi seribu bidadari serba keemasan yang tak lain adalah istri Pak Wo sendiri.

"Siapakah yang berani menegurku ?" katanya sekali lagi dengan matanya yang merah karena sering pergi malam malam sebelum menuju ke musholla untuk merebahkan tubuhnya. Anehnya, tak pernah sekalipun terlambat bangun untuk sholat subuhnya. Jam berapapun ia baru tidur.

Dulu, sebelum menempati rumah kecil di belakang musholla At Taubah, pernah tinggal di sebuah rumah kecil yang tak ubahnya kandang sapi. Dan memang layak disebut kandang sapi juga, karena rumah itu bersebelahan dengan kandang sapi milik pak pala yang masih berbau kerabat dengannya

Bau tlethong sapi dibakar pemiliknya pagi pagi, bukan hal yang aneh bagi hidung Pak Wo sendiri.

Ia bisa bertahan di tempat itu sampai beberapa tahun sebelum pindah ke sebuah musholla kecil tak jauh dari rumah kandang sapinya.

Entah sejak kapan mulai mengenal adzan ataupun bedug masjid di desa itu, atau sarung dan kopyah, tetapi tiba-tiba saja Pak Wo adalah salah seorang penghuni setia di musholla terdekatnya untuk ikut bersembahyang dan selalu tepat waktu.

Mulai saat itu ia menghuni sebuah musholla kecil dan rajin membersihkan sebelum dipergunakan orang orang untuk sholat.

Dengan bahasa yang lugas, pembaca langsung bisa mendapat gambaran sosok Pak Wo. Bagi yang sering dolan ke rumah Pak Hardono WS, tentu tak asing dengan sosok Pak Wo karena sering "berbagi" rokok.

Hardjono WS. Dok.pribadi
Hardjono WS. Dok.pribadi
Saiful Bakri (lahir di Mojokerto, 1972) nampaknya dengan ikhlas memilih menjadi "sastrawan terang" dengan menulis puisi berdasarkan pengalaman keseharian. Tak perlulah puasa "ngrowot" untuk mendapatkan ide menulis puisi katanya suatu hari. Justru ketidakadilan dalam kehidupan sehari-hari merupakan "bara api" baginya buat nulis puisi. Puisi-puisinya yang terkumpul dalam buku 11 Puisi Saiful Bakri, Berita Basi dan Selamat Pagi Ngoro Industriditulisnya semasa menjadi buruh pabrik dan merupakan amanat bahwa "kesaksian harus diberikan, agar kehidupan bisa terjaga".

Berikut saya kutip puisi Inilah dari antologi bersama Selamat Pagi Ngoro Industri:

INILAH

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun