Mohon tunggu...
KUNTJOJO
KUNTJOJO Mohon Tunggu... Lainnya - Saya menikmati menulis karena saya senang bisa mengekspresikan diri dan ide-ide saya.

"Menulis sesuatu yang layak dibaca atau melakukan sesuatu yang layak ditulis."

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Teori Belajar Kognitif

29 Desember 2022   10:10 Diperbarui: 29 Desember 2022   10:19 313
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

A. Paradigma Kognitif

Teori belajar kognitif adalah teori yang menjelaskan proses belajar dari sisi kognisi atau proses mental. Menurut paradigma kognitif, belajar tidak mungkin terjadi  tanpa melibatkan proses kognitif. Pada dasarnya paradigma kognitif merupakan yang tertua karena diskusi tentang pengetahuan dan pikiran sudah ada sejak masa Yunani kuno. Namun, dari akhir 1800-an hingga beberapa dekade yang lalu, studi kognitif tidak lagi disukai dan behaviorisme berkembang pesat (Woolfolk, 2016: 316). Fokus Watson, Skinner, dan banyak pengikut behaviorisme  adalah pada perilaku yang dapat diamati dan diukur serta mengabaikan proses kognitif. Namun demikian, menurut Kendler (dalam Ciccarelli & White, 2015: 205), banyak psikolog perilaku tidak bisa lagi mengabaikan pikiran, perasaan, dan harapan yang jelas ada dan tampaknya mempengaruhi perilaku yang dapat diamati, dan akhirnya mulai mengembangkan teori belajar kognitif.  Meskipun behaviorisme dapat menjelaskan bagaimana perilaku diubah, ia gagal menjelaskan bagaimana perubahan konseptual terjadi (Yilmaz, 2011: 204).

Ketertarikan pada domein kognitif ini terus berlanjut hingga  tahun 1950-an dan 1960-an, dengan membandingkan pikiran manusia dengan cara kerja "mesin-mesin berpikir" yang menakjubkan itu, yaitu komputer (Ciccarelli & White, 2015: 205). Segera setelah itu, minat pada kognisi, yaitu peristiwa mental yang terjadi di dalam pikiran manusia  saat terjadi perilaku, termasuk perilaku belajar menjadi kajian secara intensif. Selama pertengahan 1950-an, dampak teori kognitif dalam pendidikan begitu luar biasa sehingga disebut "revolusi kognitif"  dan paruh kedua abad ke-20 menyaksikan ledakan karya teoretis dan empiris pada proses kognitif seperti memori, perhatian, pembentukan konsep, dan pemrosesan informasi dalam kerangka kognitif (Yilmaz, 2011: 204).

B. Kontributor Teori Belajar Kognitif 

Berbeda dengan behaviorisme, teori belajar kognitif  tidak didasarkan pada karya seorang ahli teori tunggal atau sekelompok ahli teori yang bersatu,  sebaliknya, ini diinformasikan oleh sejumlah kontribusi ahli teori dan cukup beragam (Yilmaz, 2011: 205). Tiga tokoh penting yang dinyatakan sebagai ahli teori kunci di masa-masa awal perkembangan teori belajar kognitif adalah para tokoh psikologi Gestalt Edward Tolman dan Wolfgang Khler, dan psikolog modern Martin Seligman (Ciccarelli & White, 2015: 205). Selanjutnya bermunculan para ahli yang berkontribusi pada kontinuitas perkembangan teori kognitif, diantaranya adalah Piaget (teori perkembangan kognitif anak-anak), Vygotsky (teori  perkembangan kognitif sosial atau zona perkembangan proksimal), Festinger (teori disonansi kognitif), Spiro (teori fleksibilitas kognitif), Sweller (teori beban kognitif Sweller), dan Bruner (teori belajar konstruktivis kognitif), (Yilmaz, 2011: 205).  Dari beberapa ahli yang telah disebutkan, Piaget dan Vygotsky merupakan kontributor utama perkembangan teori belajar kognitif. Teori perkembangan kognitif  Piaget dan tren sosiokultural berdasarkan karya Vygotsky merupakan tulang punggung kognitivisme dan juga telah menjadi inspirasi bagi gerakan konstruktivis (Yilmaz, 2011: 205). Hal demikian yang menyebabkan kerancuan dalam klasifikasi teori belajar. Sekolompok ahli memasukkan teori Piaget dan Vygotsky ke dalam kelompok teori kognitif dan sebagian lainnya memasukkannya ke dalam kelompok teori konstruktivistik. 

1. Edward Chace Tolman (1886-1959): Latent Learning

Tolman merupakan seorang behavioris, tetapi dianggap sebagai pelopor dalam memulai gerakan teori belajar kognitif. Dalam sebuah eksperimen, Tolman dan Honzik menempatkan tiga kelompok tikus dalam tiga labirin yang berbeda dan mengobservasi perilaku harian tikus-tikus tersebut selama kurun waktu dua minggu. Eksperimen Tolman menunjukkan bahwa tikus tahu bagaimana struktur labirin tempat mereka ditempatkan karena mereka memiliki peta mental atau peta kognitif. Peta kognitif tetap tersembunyi, atau laten, sampai tikus punya alasan untuk mendemonstrasikan pengetahuan mereka dengan mendapatkan makanan (Ciccarelli & White, 2015: 205). Tolman menyebut proses tersebut sebagai belajar laten (latent learning). Menurut Tolman, gagasan bahwa belajar dapat terjadi tanpa penguatan, dan kemudian memengaruhi perilaku, bukanlah sesuatu yang dapat dijelaskan oleh pengkondisian operan tradisional (Ciccarelli & White, 2015: 205).

2. Jean Piaget (1896-1980): Teori Perkembangan Kognitif

Karya Piaget yang didasarkan pada hasil penelitian dan tertuang dalam beberapa judul buku memberikan kontribusi yang luar biasa untuk psikologi perkembangan, khususnya dalam kajian perkembangan kognitif anak-anak. Kontribusi Piaget pada teori belajar berdasarkan paradigma kognitif, menurut Yilmaz (2011: 206) adalah sebagai berikut.

  • Piaget mengeksplorasi asal-usul struktur kognitif dan proses yang mendasari belajar dan konstruksi pengetahuan. Terlatih sebagai ahli biologi, Piaget kemudian mengalihkan minatnya pada bagaimana manusia memahami lingkungan dan pengalaman mereka.
  • Menurut Piaget, proses perkembangan intelektual dan kognitif menyerupai tindakan biologis, yang membutuhkan adaptasi terhadap tuntutan lingkungan.
  • Setelah melakukan sejumlah besar eksperimen untuk mengeksplorasi cara berpikir anak, Piaget berpendapat bahwa anak-anak tidak secara pasif menerima rangsangan lingkungan. Sebaliknya, mereka secara aktif mencarinya, secara alami menjelajahi dan bertindak di dunia mereka untuk memahaminya.
  • Piaget mengemukakan bahwa pematangan biologis yang dialami manusia menyebabkan tahapan yang berbeda dalam perkembangan kognitif. Masing-masing tahapan ini berurutan, bergantung satu sama lain untuk berkembang, ditandai dengan perolehan keterampilan yang dapat dilihat, dan mencerminkan perbedaan kualitatif dalam kemampuan kognitif.

Piaget mempelajari anak-anak hingga remaja dalam upaya untuk mengungkap bagaimana perkembangan pemikiran logis pada mereka. Menurut Piaget anak-anak memiliki peran aktif dalam perkembangan mereka sendiri, dan secara progresif mengembangkan representasi-representasi mental atas dunia yang lebih rinci dan canggih yang disebut skema, berdasarkan tindakan-tindakan mereka sendiri pada lingkungan dan konsekuensi-konsekuensi dari tindakan  tersebut (Upton, 2012: 23).

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan kognitif. Menurut Piaget, perkembangan kognitif bergantung pada empat faktor: kematangan biologis, pengalaman dengan lingkungan fisik, pengalaman dengan lingkungan sosial, dan equilibrasi (Schunk, 2012: 236). Kematangan biologis adalah perubahan signifikan pada sejumlah proses fisiologis dan struktural sepanjang masa kanak-kanak dan, khususnya, masa remaja. Equilibrasi (equilibration), menurut Duncan, mengacu pada dorongan biologis untuk menghasilkan keadaan keseimbangan (ekuilibrium atau adaptasi) yang optimal antara struktur kognitif dan lingkungan (Schunk, 2012: 236). Ekuilibrasi merupakan faktor sentral dan kekuatan pendorong di balik perkembangan kognitif. Faktor ini mengoordinasikan tindakan dari tiga faktor lainnya dan membuat struktur mental internal dan realitas lingkungan eksternal konsisten satu sama lain. Equlibrasi memiliki dua komponen: asimilasi dan akomodasi.  Menurut Piaget, asimilasi mengacu pada penyesuaian realitas eksternal dengan struktur kognitif yang ada sedangkan akomodasi mengacu pada perubahan struktur internal untuk memberikan konsistensi dengan realitas eksternal (Schunk, 2012: 236).

Berdasarkan hasil penelitiannya, Piaget menarik kesimpulan bahwa  seiring dengan perkembangan otak dan pengalaman anak yang semakin luas, anak-anak berkembang melalui empat tahapan yang masing-masing memiliki kualitas kemampuan berpikir yang berbeda. Pola operasi yang dapat dilakukan anak-anak dapat dianggap sebagai level atau tahapan perkembangan. Setiap level atau tahapan ditentukan oleh bagaimana anak-anak memandang dunia.

Menurut Piaget, perkembangan kognitif dimulai dari tahap sensorimotor (sensorimotor stage) saat bayi menggunakan indra dan kemampuan motoriknya untuk mengenal realitas. Perkembangan kognitif berlanjut ke tahap praoperasional (preoperational stage): anak-anak mampu berpikir simbolis tetapi belum mampu mengembangkan pemikiran logis. Tahap perkembangan kognitif selanjutnya adalah tahap operasional konkrit (concrete-operational stage). Pada tahap ini anak-anak mampu berpikir logis dan teratur. Tahap terakhir perkembangan kognitif adalah tahap operasional formal (formal-operational stage). Pada tahap terakhir ini aanak-anak dan orang dewasa mampu berpikir abstrak dan hipotesis.   

3. Lev Vygotsky (1896-1934):  Teori Sosiokultural

Lev Vygotsky adalah seorang ahli asal Rusia yang dikenal atas kontribusinya dalam teori perkembangan anak. Jika Piaget berpandangan bahwa perkembangan kognitif berlangsung melalui tahapan tertentu, Vygotsky, sebaliknya, percaya bahwa belajar adalah proses sosial yang aktif terlepas dari tahapan-tahapan perkembangan. Dia percaya bahwa ketika anak-anak mulai memperoleh kompetensi bahasa, maka bahasa merangsang perkembangan kognitif. Ada dua elemen penting dalam pandangan Vygotsky tentang perkembangan kognitif. Yang pertama adalah zona perkembangan proksimal (zone proximal development) dan yang kedua adalah scaffolding.

Karya Vygotsky telah menjadi dasar dari banyak penelitian dan teori dalam perkembangan kognitif selama beberapa dekade terakhir, terutama dari apa yang kemudian dikenal sebagai teori sosiokultural. Teori sosiokultural Vygotsky memandang perkembangan manusia sebagai proses yang dimediasi secara sosial di mana anak-anak memperoleh nilai-nilai budaya, keyakinan, dan strategi pemecahan masalah mereka melalui dialog kolaboratif dengan anggota masyarakat.

Seperti halnya Piaget, Vygotsky menyatakan bahwa anak-anak secara aktif membentuk pengetahuan mereka. Perbedaan pandangan Vygotsky dengan Piaget adalah bahwa Vygotsky memberi perhatian lebih besar akan pentingnya interaksi sosial dan budaya terhadap perkembangan kognitif. Dia menyatakan bahwa perkembangan anak merupakan aspek yang tidak terpisahkan dari faktor sosial dan budayanya. Menurut Vygotsky, pada mulanya anak-anak berkembang melalui contoh dari orang dewasa, kemudian secara bertahap mereka melakukan tugas-tugas tanpa bantuan (Upton, 2012: 25).  Menurut Vygotsky jarak antara tingkat perkembangan aktual sebagaimana ditentukan oleh pemecahan masalah secara mandiri dan tingkat pengembangan potensial sebagaimana ditentukan melalui pemecahan masalah di bawah bimbingan orang dewasa atau bekerja sama dengan peserta didik lainnya  yang lebih mampu disebut sebagai zona perkembangan proksimal. Lebih lanjut Vygotsky menyatakan bahwa zona perkembangan proksimal mendefinisikan fungsi-fungsi yang belum matang tetapi dalam proses pematangan, fungsi yang akan matang besok tetapi saat ini dalam keadaan embrio, fungsi-fungsi ini bisa disebut tunas atau bunga perkembangan dan bukan buah perkembangan (Bredikyte, 2011: 36). 

Elemen penting kedua dalam pandangan Vygotsky tentang perkembangan kognitif adalah scaffolding. Scaffolding, menurut Vygotsky, merupakan proses interaktif dimana anak dibantu dalam memperoleh pengetahuan atau keterampilan (Semmar & Al-Thani, 2017: 104). Scaffolding adalah pemberian bantuan atau bimbingan yang oleh guru, orang tua, atau anak-anak lainnya yang lebih cakap.  Scaffolding adalah cara mengajar di mana instruktur membantu pembelajar dalam perolehan keterampilan atau pengetahuan mereka (Zurek, at al., 2014: 28).

Vygotsky berpandangan bahwa bahasa adalah landasan untuk belajar. Bahwa bahasa mendukung aktivitas lain seperti membaca dan menulis. Selain itu, ia mengklaim bahwa logika, penalaran, dan pemikiran reflektif semuanya dimungkinkan sebagai hasil dari bahasa. Hal ini mengarah pada pengembangan strategi pembelajaran untuk mendukung perkembangan literasi. Vygotsky memandang peran guru sangat penting, mengambil peran sentral dalam proses belajar siswa. Melalui penggunaan pemodelan, dan strategi lain yang sesuai, guru dapat menjelaskan tentang materi pembelajaran ketika anak bingung. Potongan informasi dijalin ke dalam konsep anak yang sudah ada. Vygotsky memandang guru itu secara luas; teman atau bahkan alat dapat berperan sebagai guru (Semmar & Al-Thani, 2017: 104).

C. Belajar Menurut Perspektif Kognitif 

Perspektif kognitif tentang belajar, sebagaimana dikemukakan Woolfolk (2016: 316) adalah sebagai berikut.

  • Para ahli psikologi kognitif berasumsi bahwa proses mental itu ada, dapat dipelajari secara ilmiah, dan bahwa manusia adalah pengolah informasi yang aktif.
  • Menurut pandangan kognitif, pengetahuan dan strategi dipelajari, kemudian perubahan dalam pengetahuan dan strategi memungkinkan perubahan perilaku.
  • Dalam pandangan kognitif, belajar memperluas dan mengubah pemahaman yang sudah dimiliki. Alih-alih dipengaruhi secara pasif oleh peristiwa lingkungan, orang secara aktif memilih, mempraktikkan, memperhatikan, mengabaikan, merefleksikan, dan membuat banyak keputusan lain saat mereka mengejar tujuan.
  • Otak terlibat setiap kali proses belajar berlangsung. Otak membentuk dan dibentuk oleh aktivitas pemrosesan kognitif.
  • Menurut paradigma kognitif bahwa salah satu elemen penting dalam proses belajar adalah apa yang dibawa pembelajar ke dalam situasi belajar baru. Apa yang sudah diketahui adalah fondasi dan kerangka untuk membangun semua belajar di masa depan. Pengetahuan sangat menentukan apa yang akan diperhatikan, rasakan, pelajari, ingat, dan lupakan.

Menurut perspektif kognitif  akuisisi pengetahuan sebagai aktivitas mental atau proses kognitif yang melibatkan kemampuan internal yang tidak bisa langsung diamati. Psikolog kognitif lebih menekankan pada apa yang pembelajar ketahui dan bagaimana mereka mendapatkannya daripada apa yang mereka lakukan (Yilmaz, 2011: 205). Psikologi kognitif mempelajari tentang cara manusia menerima, mempersepsi, mempelajari, menalar, mengingat dan berpikir tentang suatu informasi. Proses ini meliputi bagaimana informasi diperoleh, dipresentasikan dan ditransfermasikan sebagai pengetahuan. Pengetahuan itu dimunculkan kembali sebagai petunjuk dalam sikap dan perilaku manusia. Para ahli psikologi kognitif memandang bahwa perilaku manusia tidak ditentukan oleh stimulus yang berada diluar dirinya, melainkan oleh faktor yang ada pada dirinya sendiri. Faktor-faktor internal itu berupa kemampuan untuk mengenal dunia luar, dan dengan pengenalan itu manusia mampu memberikan respon terhadap stimulus. Belajar, menurut teori kognitif sebagai proses pemfungsian unsur-unsur kognisi terutama pikiran, untuk dapat mengenal dan memahami stimulus yang datang dari luar.

D. Penerapan Teori Belajar Kognitif dalam Proses Belajar dan Pembelajaran

Ada beberapa strategi dan prinsip sebagai penerapan perspektif kognitif dalam proses belajar dan pembelajaran. Berkenaan dengan hal tersebut, Yilmaz (2011: 207) mengusulkan beberapa strategi dan prinsip sebagai berikut.

  • Pembelajaran berdasarkan prinsip kognitif harus otentik dan nyata. Guru diharapkan menyediakan lingkungan kelas yang kaya yang mendorong eksplorasi spontan anak. Siswa didorong untuk mengeksplorasi bahan belajar dan menjadi konstruktor aktif dari pengetahuan mereka sendiri melalui pengalaman yang mendorong asimilasi dan akomodasi.
  • Pembelajaran disesuaikan dengan kebutuhan, minat, dan latar belakang siswa.
  • Guru lebih peduli dengan membangun konteks yang bermakna daripada langsung mengajar keterampilan khusus. Dari perspektif kognitif, karena siswa belajar dengan menerima, menyimpan, dan mengambil informasi, guru didorong untuk menganalisis secara menyeluruh dan mempertimbangkan bahan ajar, tugas yang tepat, dan karakteristik peserta didik yang relevan untuk membantu peserta didik mengolah secara efektif dan efisien informasi yang diterimanya..
  • Materi pembelajaran mencakup peragaan, contoh, ilustrasi, dan umpan balik yang konstruktif sehingga siswa dapat memiliki model mental untuk diwujudkan. Karena informasi yang terkandung dalam materi belajar pertama kali diproses oleh memori kerja, agar akuisisi skema terjadi, pembelajaran harus dirancang untuk mengurangi beban memori kerja dan untuk memfasilitasi perubahan dalam memori jangka panjang yang terkait dengan akuisisi skema.
  • Dalam rangka untuk mengaktifkan dan memanfaatkan skema untuk belajar, maka siswa diupayakan untuk memahami latar belakang pengetahuannya dan dihadapkan pada strategi untuk menjembatani dari keterampilan prasyarat ke tujuan belajarnya. 
  • Guru menggunakan teknik organisator tingkat lanjut untuk membantu siswa memahami dan mengatur ide, konsep, tema, masalah, dan prinsip. Siswa didorong untuk menggunakan strategi metakognitif seperti spesifikasi tujuan, spesifikasi proses, dan pemantauan proses.

Daftar Pustaka

Bredikyte, M. (2011). The Zone of Proximal Development in Children's Play. Tampere: Juvenes Print.

Ciccarelli, S.K. & White, J.N. (2015). Psychology. Boston: Pearson.

Semmar, Y. & Al-Thani, T. (2017). Piagetian and Vygotskian Approaches to Cognitive Development in
the Kindergarten Classroom. Dalam Hopkins, D. (Editor) (2017). Educational and Developmental Psychology. New York: College Publishing House.

Schunk, D.H. (2012). Learning Theories: An Educational Perspective. Boston: Pearson.

Upton, P. (2012). Psikologi Perkembangan (Alih Bahasa: Noermalasari Fajar Widuri). Jakarta: Erlangga.

Woolfolk, A. (2016). Educational Psychology. Boston: Pearson.

Yilmaz, K. (2011). The Cognitive Perspective on Learning: Its Theoretical Underpinnings and Implications for Classroom Practices. The Clearing House: A Journal of Educational Strategies, Issues and Ideas. Volume 84, 2011 (204-214).

Zurek, Alex et al. (2014). Scaffolding as a Tool for Environmental Education in Early Childhood. International Journal of Early Childhood Environmental Education 2 (1) 2014.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun