Pendidikan Anak Usia Dini
Pendidikan anak usia dini, yang sering dinyatakan dengan singkatan PAUD, Â merupakan suatu upaya yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia 6 tahun. Program layanan pendidikan untuk anak usia dini di Indonesia terdiri atas Taman Kanak-Kanak (untuk anak usia 4-6 tahun), Kelompok Bermain (untuk anak usia 2-4 tahun) Taman Penitipan Anak (prioritas anak usia 0-6 tahun), dan Satuan PAUD Sejenis (untuk anak usia 0-6 tahun). Semua program layanan PAUD memiliki tujuan yang sama yakni mengembangkan seluruh potensi anak yang mencakup aspek nilai-nilai agama dan moral, fisik motorik, kognitif, bahasa, sosial emosional, serta seni untuk mencapai kesiapan mengikuti pendidikan lebih lanjut (Direktorat Pembinaan Pendidikan Anak Usia Dini, 2015: 2).
Berdasarkan Kurikulum 2013 Pendidikan Anak Usia Dini kriteria tentang kemampuan yang dicapai anak pada seluruh aspek pertumbuhan dan perkembangan mencakup bidang nilai agama dan moral, fisik-motorik, kognitif, bahasa, sosial-emosional, serta seni dinyatakan dengan Standar Tingkat Pencapaian Perkembangan Anak Usia Dini selanjutnya disebut STPPA (Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 137 Tahun 2014). STPPA merupakan acuan untuk mengembangkan standar isi, proses, penilaian, pendidik dan tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, serta pembiayaan dalam pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan anak usia dini.
Acuan untuk memantau/menilai perkembangan peserta didik sesuai dengan usianya adalah indikator perkembangan yang dirumuskan berdasarkan kompetensi dasar. Indikator perkembangan tidak dibuat untuk menjadi kegiatan pembelajaran, tetapi menjadi panduan yang digunakan pendidik dan/atau pengasuh dalam melakukan stimulasi dan observasi kemajuan perkembangan peserta didik (Direktorat Pembinaan Pendidikan Anak Usia Dini.2, 2015: 34).
Keberhasilan peserta didik usia dini dalam belajar dan mencapai perkembangan sebagaimana terumuskan dalam indikator perkembangan dipengaruhi berbagai faktor, baik faktor internal seperti kematangan, kesehatan, kepribadian, dan seterusnya, maupun faktor eksternal seperti pola asuh dan perhatian orang tua, sarana prasarana belajar, kemampuan guru, dan seterusnya.  Ada peserta didik yang berhasil dalam perkembangan bidang tertentu, misalnya bahasa dan motorik kasarnya namun belum berkembang untuk bidang  lainnya misalnya bidang sosial -- emosional dan kognitif. Tugas guru berkenaan dengan masalah tersebut adalah meminimalkan jumlah peserta didik dan jumlah bidang pengembangan yang belum belum mencapai perkembangan sebagaimana rumusan indikator perkembangan.
Scaffolding sebagai  Metode PembelajaranÂ
Dalam pendidikan pendidikan anak usia dini, ada berbagai metode yang semuanya dirancang untuk membantu anak-anak belajar secara efektif dan mencapai perkembangan sebagaimana diharapkan. Beberapa metode dapat diterapkan secara bersama sama dengan baik, misalnya metode demonstrasi, metode pemberian tugas, metode bercerita, dan metode tanya jawab. Sementara yang lainnya menjadi efektif ketika diterapkan secara khusus, misalnya metode bermain.
Scaffolding, sering disebut sebagai scaffold learning, scaffold method, scaffold teaching, dan scaffolding instructional, merupakan strategi pembelajaran yang sangat populer dalam pendidikan anak usia dini. Scaffolding atau sistem dukungan dapat  diterapkan bersama metode lain, misalnya metode pemberian tugas.
Zona Perkembangan Proksimal dan Scaffolding
Konsep Zone of Proximal Development (Zona Perkembangan Proksimal) yang sering disingkat ZPD Â berasal dari Teori Konstruktivistik Sosial yang dikembangkan oleh Vygotsky. Â Pendekatan Konstruktivistik Sosial Vygotsky menekankan bahwa peserta didik membangun pengetahuan melalui interaksi sosial dengan orang lain (Santrock, 2009: 51 -- 52). Â Vygotsky mengonseptualisasikan perkembangan sebagai transformasi aktivitas-aktivitas yang dilakukan bersama secara sosial menjadi proses-proses yang diinternalisasikan. Vygotsky berasumsi bahwa setiap fungsi perkembangan kultutal anak muncul dua kali: pertama-tama ditingkat sosial dan kemudian ditingkat individual, pertama-tama di anatara orang atau interpsikologis dan kemudian dalam diri anak atau intrapsikologis (Woolfolk, 2009: 69).
Menurut pandangan Teori Konstruktivistik Sosial sebagaimana dijelaskan di atas,  peserta didik merupakan individu-individu yang aktif dalam proses perkembangan yang mereka jalani. Mereka belajar dan berkembang dengan jalan membangun pengetahuan, sikap, dan keterampilan melalui interaksi sosial dengan orang tua, guru, dan juga peserta didik lainnya. Berkenaan dengan hal tersebut Santrock (2009: 53) menyatakan bahwa  Teori Konstruktivis Sosial menekankan bahwa guru dan teman sebaya bisa memberikan kontribusi untuk pembelajaran peserta didik, empat hal yang memungkinkan hal itu adalah sistem dukungan, masa pembelajaran kognitif, pemberian pelajaran, dan pembelajaran kooperatif.  Pentingnya peran guru dan teman sebaya yang lebih mampu berkenaan dengan perkembangan peserta didik didiskripsikan Vygotsky dengan konsep Zone of Proximal Development (ZPD). Vygotsky mendefinisikan zona perkembangan proksimal sebagai berikut: ZPD as the distance between the actual developmental level as determined by independent problem solving and the level of potential development as determined through problem solving under adult guidance or in collaboration with more capable peers (Fani dan Ghaemi, 2011: 1150).
Zona perkembangan proksimal, menurut Vygotsky adalah jarak antara tingkat perkembangan aktual sebagaimana ditentukan oleh pemecahan masalah secara mandiri dan tingkat pengembangan potensial sebagaimana ditentukan melalui pemecahan masalah di bawah bimbingan orang dewasa atau bekerja sama dengan peserta didik lainnya  yang lebih mampu. Lebih lanjut Vygotsky menyatakan bahwa zona perkembangan proksimal mendefinisikan fungsi-fungsi yang belum matang tetapi dalam proses pematangan, fungsi yang akan matang besok tetapi saat ini dalam keadaan embrio, fungsi-fungsi ini bisa disebut tunas atau bunga perkembangan dan bukan buah perkembangan (Bredikyte, 2011: 36).
 Menurut Vygotsky, di titik perkembangan manapun, ada masalah-masalah tertentu yang seorang anak berada di ambang kemampuan untuk menyelesaikannya dan anak itu hanya membutuhkan struktur tertentu, petunjuk, pengingat, bantuan untuk mengingat detail-detail atau langkah-langkah, dorongan untuk terus berusaha, dan sebagainya (Woolfolk, 2009: 74).Â
Zona perkembangan proksimal anak merupakan kesenjangan antara tingkat perkembangan aktualnya (what the student can do on their own), ditentukan dengan bantuan tugas yang dapat ia pecahkan secara mandiri, dan tingkat perkembangannya potensial yang mungkin, ditentukan dengan bantuan tugas yang dapat dipecahkannya di bawah bimbingan orang dewasa atau bekerja sama dengan teman yang lebih cakap (what the student can do with help). Disamping dua level tersebut ada peserta didik yang berada level tidak mampu meskipun mereka mendapatkan bimbingan guru atau temannya yang lebih mampu (what student cannot do, even with help). Keberadaan peserta didik di level perkembangan potensial membutuhkan bimbingan dari guru atau peserta didik lain yang berada pada level perkembangan aktual. Â Proses pemberian bantuan atau bimbingan yang oleh guru atau peserta didik lainnya yang lebih cakap oleh Jerome Bruner disebut sebagai scaffolding (Woolfolk, 2009: 82). Scaffolding adalah cara mengajar di mana instruktur membantu pembelajar dalam perolehan keterampilan atau pengetahuan mereka (Zurek, at al, 2014: 28). Konsep mengenai zona perkembangan proksimal dapat digambarkan sebagai berikut.
Scaffolding atau sistem dukungan adalah proses di mana guru atau teman sebaya yang lebih kompeten membantu peserta didik yang berada pada level perkembangan potensial sesuai dengan kebutuhan peserta didik. Berkenaan dengan gambar di atas, scaffolding diperuntukkan peserta didik yang berada pada area "What a child can do with help". Agar efektif, bantuan yang diberikan harus  sesuai kebutuhan peserta didik dan harus dihentikan bila tidak lagi diperlukan (Upton, 2012: 163).
ZPD dan Scaffolding dalam Pembelajaran PAUD
Teori Zona Perkembangan Proksimal dari Vygotsky dianut oleh banyak pendidik dan diterapkan dalam penyelenggaraan pendidikan. Ada berbagai strategi dalam menerapkan teori Vygotsky. Santrock (2012: 253) mendiskripsikan penerapan teori zona perkembangan proksimal sebagai berikut.
1. Menilai Zona Perkembangan Proksimal Peserta Didik
Guru dapat mengidentifikasi zona perkembangan proksimal peserta didik berdasarkan proses belajar pembelajaran ataupun hasil penilaian. Dalam proses belajar pembelajaran, misalnya dengan metode tanya jawab atau pemberian tugas guru bisa mengidentifikasi peserta didik yang berada pada level perkembangan potensial.
2. Menggunakan Zona Perkembangan Proksimal dalam Pembelajaran
Dalam pembelajaran hendaknya dimulai dengan mengarah pada batas atas agar peserta didik dapat meraih tingkat perkembangan melalui bimbingan serta beranjak ke level pengetahuan dan keterampilan yang lebih tinggi.
3. Memberdayakan Teman Sebaya yang Lebih Kompeten
Untuk mencapai keberhasilan dalam belajar bukan hanya guru yang bisa berperan peserta didik lainnya yang lebih kompeten bisa berperan sebagai tutor sebaya.
4. Tempatkan Pembelajaran dalam Konteks yang Bermakna
Penyajian materi dan pengalaman pembelajaran yang berhubungan dengan kehidupan dan kebutuhan peserta didik lebih bermanfaat dari pada hanya sekadar menghafalkan konsep-konsep atau rumus-rumus hitungan yang tidak fungsional.
5. Mengubah Ruang Kelas dengan Ide-ide Vygotsky
Menciptakan ruang kelas dan suasana akademik yang dapat merangsang peserta didik untuk mengkonstruksi pengetahuan, sikap, dan keterampilan adalah faktor yang sangat dibutuhkan agar peserta didik bisa berkembanga secara optimal, misalnya dengan penerapan belajar dengan bekerja sama.
Pola pembelajaran pada pendidikan anak usia dini memiliki karakteristik yang berbeda dengan satuan pendidikan di atasnya diantaranya adalah dalam penyelenggaraan penilaian. Pada pendidikan anak usia dini penilaian dilaksankan setiap hari dan terintegrasi dengan kegiatan belajar pembelajaran. Penilaian dapat dilakukan dalam berbagai aktivitas peserta didik, sejak mereka datang, berbaris, mengikuti proses belajar, mencuci tangan, makan bekal yang dibawa dari rumah, bermain bebas, sampai pulang kembali dan pelaksanaannya secara alami, baik berdasarkan kondisi nyata yang muncul dari perilaku peserta didik selama proses kegiatan maupun hasil dari kegiatan tersebut (Direktorat Pembinaan PendidikanAnak Usia Dini.2, 2015: 2).
Metode scaffolding pada dasarnya telah menyatu dengan proses pembelajaran dan penilaian anak usia dini. Dalam sistem penilaian perkembangan anak usia dini berdasarkan Kurikulum 2013 (Direktorat Pembinaan Pendidikan Anak Usia Dini.2, 2015: 5), peserta didik yang berada pada level of actual development, yaitu peserta didik yang dapat mencapai perkembangan sesuai dengan indikator tanpa bimbingan guru dibedakan menjadi 2 (dua) katogori, yaitu peserta didik dengan status BSH (berkembang sesuai harapan) dan BSB (berkembang sangat baik). Status BSH diberikan kepada peserta didik yang perkembangannya sesuai dengan harapan dengan acuan indikator sedangkan status BSB diberikan kepada peserta didik yang berkembang melebihi harapan dan mampu membantu peserta didik lain yang mengalami kesulitan dalam belajar.
Peserta didik yang perkembangannya berada pada level of potential development dalam sistem  penilaian berdasarkan Kurikulum 2013 PAUD diberi status MB (mulai berkembang). Peserta didik dengan status MB mampu mencapai perkembangan sesuai dengan indikator jika mereka mendapatkan bimbingan. Bimbingan dapat diterima dari guru mampun peserta didik lain yang status perkembangannya BSB. Dalam konteks inilah scaffolding berperanan.
Dalam teori Zona Perkembangan Proksimal  ada peserta didik yang berada pada level what the student cannot do, even with assistance, peserta didik yang belum mampu mencapai perkembangan sesuai indikator  meskipun mereka sudah mendapatkan bimbingan dari guru atau bantuan dari peserta didik lainnya. Dalam  sistem  penilaian berdasarkan Kurikulum 2013 PAUD peserta didik yang berada pada level tersebut diberi status BB (belum berkembang).
Penilaian perkembangan yang dilakukan setiap hari untuk semua bidang pengembangan menghasilkan informasi tentang status perkembangan  peserta didik. Pada pembelajaran hari berikutnya peserta didik yang berstatus MB dab BB harus mendapatkan perhatian khusus dari guru, terutama untuk peserta didik dengan BB. Guru perlu memikirkan strategi yang tepat dalam melaksanakan scaffolding untuk masing-masing peserta didik yang membutuhkan.
Tutor Teman Sebaya dalam Pembelajaran Anak Usia Dini
Dalam teori Zona Perkembangan Proksimal bahwa peserta didik bisa mencapai tingkat perkembangan tertentu seuai dengan indikator perkembangan karena mendapat bantuan  dari peserta didik yang lebih kompeten. Dalam konteks penilaian perkembangan sesuai dengan Kurikulum 2013 Pendidikan Anak Usia Dini digunakan status BSB atau berkembang sangat baik untuk peserta didik yang berhasil belajar secara mandiri, mencapai kemampuan sesuai dengan indikator dan dapat membantu temannya belum berhasil dalam belajar. Peserta didik yang masuk kategori demikian disebut sebagai tutor teman sebaya.
Pelaksanaan tutorial sebaya tetap menjadi tanggung jawab guru. Tutorial teman sebaya melibatkan peserta didik dalam pembelajaran yang aktif dan memungkinkan guru kelas untuk membimbing serta memantau ketika proses belajar dan pembelajaran berlangsung (Santrock, 2009: 58). Â Dalam pembelajaran anak usia dini di TK, tanpa diminta oleh guru, bisa saja peserta didik dengan status BSB secara spontan membantu temannya, misalnya ketika mereka sedang mengerjakan tugas menghubungkan gambar benda dengan jumlah tertentu di belah kiri dengan lambang bilangan di sebelah kanan atau tugas mengurutkan kartu angka 1 sampai 10.
Daftar Pustaka
Bredikyte, Milda. (2011). The Zone of Proximal Development in Children's Play. Tampere: Juvenes Print.
Direktorat Pembinaan Pendidikan Anak Usia Dini.1, (2015). Kurikulum Pendidikan Anak Usia Dini: Apa, Mengapa, dan Bagaimana. Jakarta: Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan.
Direktorat Pembinaan Pendidikan Anak Usia Dini.2, (2015). Penilaian Pembelajaran Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta: Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan.
Santrock, John W. (2009). Psikologi Pendidikan: Buku 2. (Penterjemah: Diana Angelica). Jakarta: Salemba Humanika.
Santrock, John W. (2012). Life-Span Development (Penterjemah: Benedictine Widyasinta). Jakarta: Erlangga.
Fani, Tayebeh dan Ghaemi, Farid. (2011). "Implications of Vygotsky's Zone of Proximal Development (ZPD) in Teracher Education": ZPTD and Self-scaffolding. Procedia - Social and Behavioral Sciences 29 (2011) 1549 -- 1554.
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 137 Tahun 2014 tentang Standar Nasional Pendidikan Anak Usia Dini.
Upton, Penney. (2012). Psikologi Perkembangan. (Penterjemah: Noermalasari Fajar Widuri). Jakarta: Erlangga.
Zurek, Alex (et al) (2014). "Scaffolding as a Tool for Environmental Education in Early Childhood." International Journal of Early Childhood Environmental Education 2 (1) 2014.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI