Mohon tunggu...
KUNTJOJO
KUNTJOJO Mohon Tunggu... Lainnya - Saya menikmati menulis karena saya senang bisa mengekspresikan diri dan ide-ide saya.

"Menulis sesuatu yang layak dibaca atau melakukan sesuatu yang layak ditulis."

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Mengapa Remaja Cenderung Melakukan Tindakan Berisiko dan Bagaimana Strategi Pencegahannya?

29 November 2022   09:55 Diperbarui: 29 November 2022   13:14 833
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perilaku seksual yang tidak dikendalikan dapat menyebabkan hubungan seks di luar pernikahan, kehamilan yang tidak diinginkan, dan juga infeksi HIV, seperi yang  diungkapkan oleh Rahmatin, Laksono, dan Rustiana (2018: 108) berikut ini. 

  • Permasalahan yang sering muncul di kalangan remaja adalah tentang Tiga Masalah Kesehatan Reproduksi Remaja (TRIAD KRR); yaitu seksualitas, HIV / AIDS dan narkoba.
  • Secara global terdapat 40% dari seluruh kasus HIV / AIDS terjadi pada generasi muda berusia 15-24 tahun dengan persentase 36,7 juta orang yang hidup dengan HIV pada tahun 2016.
  • Di Indonesia, terdapat 32% remaja berusia 14 sampai 18 tahun di kota-kota besar di Indonesia seperti Jakarta, Surabaya, dan Bandung pernah mengalami hubungan seks.
  • Hasil survei menemukan bahwa 62,7% remaja di Indonesia pernah melakukan hubungan seks di luar nikah, dan 35,2% remaja kehilangan keperawanannya saat masih duduk di bangku sekolah menengah pertama.
  • 20% dari 94.270 wanita hamil di luar nikah juga berasal dari kelompok usia remaja kelompok dan 21,2% di antaranya pernah melakukan aborsi.
  • Pada kasus terinfeksi HIV dalam 3 bulan terdapat 10.203 kasus dengan 30% penderitanya adalah remaja. 

Strategi Pencegahan Perilaku Beresiko

Perilaku remaja yang cenderung bermasalah bagi sebagian ahli dipandang sebagai fenomena yang wajar dan bagian dari proses perkembangan, sama halnya dengan temper tantrum yang terjadi pada masa balita. Namun demikian, jika perilaku tersebut tidak terkendali dengan baik, dapat mengarah pada perilaku yang dapat menimbulkan dampak buruk.

Remaja yang terlibat dalam perilaku berisiko di awal kehidupan, seperti aktivitas seksual dan penggunaan narkoba, sering menderita kesehatan yang lebih buruk di kemudian hari, pencapaian pendidikan yang lebih rendah, dan produktivitas ekonomi yang lebih rendah saat dewasa (Li, 2022). Perilaku beresiko yang dibiarkan dapat bersifat persisten. Berkenaan dengan persistensi perilaku beresiko pada masa remaja Li (2022) menyatakan bahwa perilaku berrisiko mereka dapat bertahan lebih lama di akhir masa remaja dan awal masa dewasa, yang juga dapat menimbulkan perilaku berisiko di masa dewasa. Oleh karena itu penting bagi orang tua untuk melakukan intervensi sedini mungkin. Untuk itu Li (2022) mengusulkan 6 strategi sebagai berikut.

1. Menciptakan Hubungan yang Baik antara Orangtua dan Anak 

Pola asuh yang otoritatif dan hubungan orangtua-anak yang baik merupakan faktor protektif terhadap perilaku berisiko remaja. Secara khusus, hubungan orang tua-anak yang baik menghalangi keterlibatan dalam perilaku berisiko tinggi. Anak-anak lebih terbuka terhadap nasihat orang tua ketika orang tua memiliki hubungan yang baik dengan mereka. Selain itu, mereka cenderung mengadopsi nilai-nilai orang tua mereka dan menolak keputusan yang buruk.

2. Menjaga Mata Tanpa Mengganggu

Pemantauan orang tua terhadap lingkungan teman sebaya remaja merupakan faktor pelindung kuat lainnya. Tindakan tersebut secara konsisten terbukti memiliki pengaruh besar dalam mengurangi keputusan berisiko anak-anak mereka. Pemantauan adalah cara yang efektif untuk melawan pengaruh negatif teman sebaya. Namun, orang tua dapat mencegah perilaku berisiko hanya jika mereka memiliki hubungan yang baik dengan anaknya dan menerima informasi pemantauan tanpa mengganggu. Jika orang tua memantau perilaku remaja melalui paksaan, kontrol psikologis, atau teknik invasif lainnya, anak cenderung menunjukkan perilaku berisiko dan memiliki hasil yang lebih buruk.

3. Memberi Otonomi dengan Bimbingan

Otonomi bukanlah kebebasan penuh untuk melakukan apapun yang diinginkan. Ini adalah latihan dalam pengaturan diri, perilaku pengaturan diri, dan kemandirian, dengan bimbingan dan batasan orang tua. Penelitian menunjukkan bahwa remaja yang menerima dukungan otonomi dari orang tua lebih cenderung menghindari perilaku berisiko.

4. Memberikan Batas dan Alasan yang Jelas

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun