Mohon tunggu...
kuninggg
kuninggg Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa

be yourself

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Pilu "Si Gadis Kecil"

27 Mei 2024   21:34 Diperbarui: 27 Mei 2024   21:56 155
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Tawa bukanlah tolak ukur sebuah kebahagiaan. Pada hakikatnya, hidup bukan hanya tentang cara bertahan, akan tetapi juga menerima apa yang memang sudah ditakdirkan. Berat dirasa tanpa bisa ditolak. Ketika kehidupan yang lain terlihat begitu jelas di depan mata. Syukur adalah satu-satunya cara yang bisa dilakukan. Semua manusia memang mempunyai hati. Digunakan ataupun tidak menjadi pilihan masing-masing.

***

Deri hanyalah anak kecil yang tidak tau apa-apa. Namun, mengapa semuanya terasa begitu menyakitkan? Sakitnya terasa sampai membuatnya ikut merasakannya. Mungkin memang belum banyak orang yang tahu tentang gadis kecil itu dan apa saja yang telah dilaluinya. Akan tetapi, setelah melihat hal kecil yang membuatku cukup terenyuh, saat itulah perasaan peduliku muncul. Pada saat Tera pergi untuk mengantarkan makanan ke rumah tetangga yang jaraknya sekitar 5 rumah, dia menemukan sesuatu di samping rumah tetangga yang sedang diantar sayur olehnya. Tera melihat dengan mata kepalanya sendiri apa yang terjadi di sebuah gubuk kecil yang terlihat mencolok dibandingkan rumah lain di kompleknya. Agak terasing memang. Dia tidak tahu ternyata rumah itu ada penghuninya. Maklum saja, dia baru pulang dari perantauan selama bekerja di luar kota selama kurang lebih 3 tahun. Tetapi, semua yang dilihatnya sore itu membuatnya sungguh tercengang. Sungguh! Bagaimana bisa Deri-nama anak yang dilihatnya setelah diberi tahu oleh tetangganya, sedang dipukuli oleh seorang pria bertubuh kekar dan tinggi. Dia memukul anak itu berkali-kali dengan menggunakan kayu kering yang ada di sekitarnya. Memang tidak di depan rumah. Hal tersebut dilakukan di belakang rumah dan kebetulan Tera memang sedang berjalan-jalan saja. Namun, ketika mendengar suara rintihan anak kecil, dia mulai mencari dari mana suara tersebut berasal dan yang ditemukannya adalah hal tersebut.

***

"Terima kasih Bu"

Tera menoleh ke belakang, ketika mendengar suara yang anak kecil di telinganya.

"Deri!"

Deri menoleh ke belakang dan menemukan seorang perempuan yang masih muda memanggilnya.

" Kakak, kok tau namaku?" Anak tersebut bertanya dengan polosnya membuat Tera gemas dan menjawab menjawab,

"Iya, dong."

"Kakak kenapa panggil aku?"

"Sini, Deri duduk dulu."

"Engga mau kak, Deri mau lanjut ngamen. Kalau engga, Deri dimarahin ayah."

Ia menjawab dengan raut wajah takut.

"Tidak apa Deri, sini duduk sama kakak. Kakak itu anaknya Bu Susi yang jualan nasi padang dekat rumahmu."

"Ahh, kakak anaknya Bude Susi?"

"Iya," jawab Tera.

Ya setelah melihat kejadian tersebut, Tera langsung mengadu kepada bapak dan ibunya. Dan dia terkejut mendapat pernyataan bahwa mereka yang sering memberi makan Deri setiap harinya. Mengenai perlakuan Dasir-ayah Deri ternyata belum diketahui banyak orang. Karena Dasir yang memang jarang bersosialisasi dengan warga sekitar. Selain itu, yang mereka tahu Dasir adalah seorang duda yang bekerja serabutan. Selebihnya mereka kurang tahu karena jarang melihat. Akan tetapi, mengenai Deri yang mengamen bukanlah suatu rahasia bagi warga Desa Seranggi. Mengingat Deri tidak sekolah dan tidak mempunyai siapa-siapa selain ayahnya dan mungkin banyak orang yang berpikir bahwa Deri ingin membantu ayahnya untuk menghasilkan uang.

***

Tak terasa sudah satu bulan Tera berada di kampung halamannya. Beberapa hari sebelumnya, Tera selalu berjalan-jalan sambil mengamati Deri yang sedang mengamen dari jauh. Lalu. ketika asistensi matahari mulai beranjak pergi, tubuh kecil itu akan pulang setelah berpisah dengan beberapa teman sesama pengamen yang tubuhnya jauh lebih tinggi dari Deri dan bahkan ada yang sepantaran Deri.

Ketika melihat Deri yang mulai berjalan ke arah jalan pulang, Tera mulai mendekat.

"Deri," panggil Tera.

"Eh ada kak Tera."

"Ini ambil, jangan lupa dimakan ya!"

Tera menyodorkan sebuah susu cokelat dan dua buah roti yang berada di dalam sebuah keresek hitam. Lalu disambut dengan uluran tangan kecil dari Deri.

"Makasih, kak. Kakak baik banget, kaya Bude Susi. Selama beberapa hari ini kakak pasti selalu ngasih aku makanan," ujar Deri dengan senyum diwajahnya dan dibalas dengan senyuman lebar dari Tera.

"Oh iya, mulai besok kakak udah engga disini lagi, dek. Kakak mau pergi lagi, soalnya kakak harus bekerja karena liburannya udah selesai. Jadi Tera jaga diri baik-baik ya. Kalo laper, adek bisa ke rumah kakak minta makan sama ibu kakak. Oke?"

"Yah, kok kakak udah mau pergi," tutur Deri dengan raut wajah sedihnya yang membuat Tera tidak tega.

"Iya, tapi Deri tenang aja. Kakak bakalan sering main-main kesini kalo ada waktu libur lagi kok. Jadi, Deri tunggu kakak ya?"

"Iya kak, aku bakalan nunggu kakak terus."

Lalu perjalanan di kala maghrib tersebut disertai dengan celotehan Deri mengenai kesehariannya dan juga tanggapan gemas Tera yang selalu menanggapi cerita Deri.

***

Bertemu menjadi keinginan sebagian banyak orang untuk melihat orang kesayangan. Namun, bagi sebagian orang yang lain, bertemu menjadi sesuatu yang dihindari agar tidak melihat orang yang membuat mereka takut bahkan trauma.

Tak terasa sudah satu bulan Tera kembali menjalani aktivitas sibuknya. Setiap harinya dia pasti selalu menanyakan kabar Deri kepada ibunya. Tentang apakah ibu sudah memberinya makan atau tentang Deri yang selalu bertanya kapan Tera pulang. Semua terasa jauh lebih baik setelah dirinya mulai mengenal Deri dan Tera juga menjadi sosok yang lebih bersyukur. Bahkan Tera yang dulunya tidak terlalu suka anak-anak, mendadak setelah mengenal Deri, Tera menjadi sosok yang menyukai anak-anak. Melihat sosok anak kecil selalu membuat Tera teringat akan adik kecilnya di kampung halamannya.

***

Hari Jumat pagi, entah mengapa langit begitu mendung. Padahal Tera belum berangkat menuju tempatnya bekerja. Dia harus cepat pergi sebelum hujan deras, pikirnya. Akan tetapi, di pertengahan jalan ketika dia mengendarai motornya, ponsel yang berada di dalam tasnya berbunyi. Memilih menepikan motor, kemudian mengangkat panggilan tersebut. Melihat ponsel dan menunjukkan wanita yang telah melahirkannya lah yang menelponnya.

"Assalamu'alaikum Bu?"

Setelah mendapat jawaban dari seberang sana tentang apa yang membuat sang ibu pagi- pagi menelponnya, Tera menangis bersamaan dengan rintik hujan yang mulai membasahi tubuhnya.

Deri meninggal. Itu kata ibunya.

Entah mengapa hati Tera begitu sakit mendengarnya. Apalagi mendengar bahwa yang membuat sosok adiknya meninggal adalah ayah kandung Deri sendiri.

Hari itu, Tera lebih memilih untuk pulang ke kampung halamannya. Memilih melihat sosok adiknya yang akan pergi meninggalkan dirinya untuk selamanya. Sosok anak kecil yang membuat hatinya terenyuh atas segala hal yang dilaluinya terbayang terus dalam ingatan Tera. Bahkan setelah 10 tahun kepergian Deri pun, masih menyisakan bekas dibenaknya ketika melihat anak- anak kecil disekitarnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun