Tak terasa sudah satu bulan Tera kembali menjalani aktivitas sibuknya. Setiap harinya dia pasti selalu menanyakan kabar Deri kepada ibunya. Tentang apakah ibu sudah memberinya makan atau tentang Deri yang selalu bertanya kapan Tera pulang. Semua terasa jauh lebih baik setelah dirinya mulai mengenal Deri dan Tera juga menjadi sosok yang lebih bersyukur. Bahkan Tera yang dulunya tidak terlalu suka anak-anak, mendadak setelah mengenal Deri, Tera menjadi sosok yang menyukai anak-anak. Melihat sosok anak kecil selalu membuat Tera teringat akan adik kecilnya di kampung halamannya.
***
Hari Jumat pagi, entah mengapa langit begitu mendung. Padahal Tera belum berangkat menuju tempatnya bekerja. Dia harus cepat pergi sebelum hujan deras, pikirnya. Akan tetapi, di pertengahan jalan ketika dia mengendarai motornya, ponsel yang berada di dalam tasnya berbunyi. Memilih menepikan motor, kemudian mengangkat panggilan tersebut. Melihat ponsel dan menunjukkan wanita yang telah melahirkannya lah yang menelponnya.
"Assalamu'alaikum Bu?"
Setelah mendapat jawaban dari seberang sana tentang apa yang membuat sang ibu pagi- pagi menelponnya, Tera menangis bersamaan dengan rintik hujan yang mulai membasahi tubuhnya.
Deri meninggal. Itu kata ibunya.
Entah mengapa hati Tera begitu sakit mendengarnya. Apalagi mendengar bahwa yang membuat sosok adiknya meninggal adalah ayah kandung Deri sendiri.
Hari itu, Tera lebih memilih untuk pulang ke kampung halamannya. Memilih melihat sosok adiknya yang akan pergi meninggalkan dirinya untuk selamanya. Sosok anak kecil yang membuat hatinya terenyuh atas segala hal yang dilaluinya terbayang terus dalam ingatan Tera. Bahkan setelah 10 tahun kepergian Deri pun, masih menyisakan bekas dibenaknya ketika melihat anak- anak kecil disekitarnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H