Jika kebaikan itu mengantar pada suatu kebahagiaan sejati, maka hal itu perlu diterapkan dalam kehidupan nyata setiap hari. Aristoteles berpendapat bahwa, manusia perlu berelasi dalam hidup sosialnya dengan orang lain ataupun sesamanya agar bisa merasakan  kebahagiaan tersebut.
Dalam berelasi tentu diterapkan kebaikan-kebaikan itu. Membahagiakan Liyan identik dengan membahagikan diri sendiri, menurut Levinas.[11] Apa yang dimaksudkan dengan Liyan? Liyan adalah mereka yang terpinggirkan. Liyan menempati wilayah pinggir kehidupan. Liyan identik dengan keterbelakangan.[12] Dari pernyataan tersebut bisa dijelaskan bahwa, setiap manusia perlu memandang sesamanya sebagai makluk yang berakal budi sama seperti pribadinya.Â
Sehingga menyangkut kebahagiaan apa yang diingini setiap orang pasti juga diingini sesamanya. Dengan demikian berkaitan dengan kebahagiaan jika setiap orang ingin mendapat sebuah kebahagiaan maka tentulah ia juga harus menjadi sumber kebahagiaan bagi orang lain (Liyan).Â
Bagi Levinas kebahagiaan itu tidak ada, kecuali berkaitan dengan kebahagiaan orang lain (Liyan).[13] Sebagai makhluk sosial manusia selalu hidup bersama-sama dan berbuat baik terhadap orang lain, inilah yang membuatnya merasa bahagia meskipun belum sepenuhnya.Â
Dalam hidup ini ketika orang meletakan kebahagiaan hanya pada kekayaan semata atau halnya bersifat materi, berarti itu bukanlah kebahagiaan sejati. Karena ketika sibuk untuk mengumpulkan meteri maka bisa dikatakan, pasti akan terjerumus untuk cenderung melakukan keburukan seperti mencuri dan melakukan kejahatan lainya. Karena yang diinginkan hanyalah mendapatkan harta.Â
Setiap orang ingin mendapat kebahagiaan tetapi cara untuk memperolehnya tidak efektif. Mencuri berarti mengambil hak milik orang lain yang sebenarnya bukan menjadi haknya untuk digunakan. Dalam konsep Levinas bahwa kebahagiaan itu berkaitan dengan kebahagiaan orang lain (Liyan), maka perbuatan mencuri yang hanya untuk mendapatkan harta atau kekayaan semata, bukanlah kebahagiaan yang sesungguhnya. Karena membahagiakan orang lain identik dengan membahagiakan diri sendiri konsep Levinas, berarati perilaku mencuri atau mengambil hak milik orang lain itu merupakan aktivitas yang sedang menjerumuskan diri dalam ketidakbahagian.
 Kebahagiaan sebagai tujuan manusia
Kebahagiaan sebagai tujuan hidup manusia itu berarti kebahagiaan yang harus didasari oleh permenungan yang mendalam untuk mencapai sesuatu yang memiliki nilai kebaikan tertinggi. Ketika manusia mulai merenungkan kehadirannya, Â tentu itulah yang harus diraskan sebagai kebahagiaan sejati. Karena melalui permenungan dan mengolah tata batin yang mendalam, ia bisa menyadari kehadirannya sebagai makluk tertinggi, makluk yang memiliki akal budi.
Dalam buku filsafat moral kesusilaan dalam teori dan praktek, W. Poespoprodjo menuliskan demikian, sebenarnya hanya makhluk yang berakal budi yang benar-benar dapat bahagia. Sebab merekalah yang dapat merenungkan keadaannya, dan sadar, mengerti kepuasan yang mereka alami.[14] Inilah kemampuan manusia yang tertinggi, tahu membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. Dalam hal ini tentu kebaikanlah yang menjadi prioritas utama sebagai salah satu hal yang mengantar pada kebahagiaan. Karena pada dasarnya kebahagiaan sejati tidak bertumpu pada keburukan.
 Berkaitan dengan kebahagiaan adalah sebuah kebaikan, Armada Riyanto dalam bukunya menjadi mencintai menuliskan demikian, kebahagiaan adalah aktivitas keutamaan yang harus dikerjakan terus-menerus dalam hidup sehari-hari.[15] Jika melakukan sebuah kebaikan identik dengan kebahagiaan maka kebaikan itu harus dilakukan secara terus menerus supaya ia dapat merasak kebahagiaan sejati.
Dan begitu pula dengan sebaliknya, jika setiap orang berhenti mmelakukan kebaikan maka ia akan kehilangan sebuah momen penting dalam hidup. Sehingga ketika kebaikan itu menjadi hal penting untuk mencapai kebahagiaan sempurna, berarti kebahagiaan itu bukanlah terletak pada materi, kekuasan ataupun hal lain yang bersifat fana tetapi hal yang bersifat batiniah. Dengan memperjuangkan untuk mendapatkan materi hanya meraskan kebahagiaan sesaat, tidak menjamin kebahagiaan sejati.