Mohon tunggu...
Kundiharto
Kundiharto Mohon Tunggu... Wiraswasta - Psychology Student

Deep interest in the fields of Information Technology, Psychology, Marketing, Management, and Entrepreneurship

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Chilean Paradox: Antara Realitas dan Harapan Kehidupan Kelas Menengah

1 Februari 2024   15:06 Diperbarui: 3 Februari 2024   06:41 3440
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagi banyak dari kita, kehidupan sehari-hari penuh dengan keterbatasan pilihan. Pagi kita dimulai dengan pertanyaan sederhana: "Haruskah saya berangkat kerja lebih awal untuk menghindari kemacetan, meskipun itu berarti kurang waktu dengan keluarga?" atau "Dapatkah saya membiayai pendidikan anak saya di sekolah yang berkualitas tanpa harus memikirkan biaya hidup lainnya?" Ini adalah pertanyaan yang mungkin terdengar sederhana bagi sebagian orang, tapi bagi kita, ini adalah dilema nyata yang mempengaruhi kualitas hidup kita.

Keterbatasan pilihan ini tidak hanya mempengaruhi kehidupan kita sehari-hari, tapi juga prospek masa depan kita. Banyak dari kita yang bekerja keras, berharap bisa memperbaiki kondisi hidup, hanya untuk menemukan bahwa pintu ke arah perbaikan itu tampaknya selalu terkunci. Apakah itu berarti kita harus menyerah? Tentu tidak. Tapi, ini menunjukkan bahwa kita memerlukan lebih banyak jalan dan pintu yang terbuka untuk kita -- baik itu melalui kebijakan pemerintah, inisiatif swasta, maupun dukungan komunitas.

Efek dari keterbatasan ini terasa sangat nyata. Misalnya, ketika kita ingin memperbaiki keahlian atau menambah pendidikan untuk meningkatkan peluang kerja, kita sering kali terhambat oleh biaya atau ketersediaan waktu karena harus bekerja. Atau ketika kita ingin pindah ke lingkungan yang lebih baik, kita dibatasi oleh harga properti yang terus melonjak dan pendapatan yang tidak bertumbuh seiring.

Dalam kehidupan kita sehari-hari, kita terus berusaha untuk melawan keterbatasan ini, mencari celah di antara batu-batu besar yang menghalangi jalan kita. Kita berinovasi, kita beradaptasi, dan terkadang, kita bahkan menemukan jalan yang tidak pernah kita pikirkan sebelumnya. Namun, untuk perjalanan yang lebih lancar dan prospek masa depan yang lebih cerah, kita membutuhkan lebih dari sekedar kegigihan individual; kita membutuhkan dukungan sistemik yang memperluas "kebebasan untuk mencapai" kita semua.

Mari kita gunakan kesadaran ini untuk berdialog, untuk mendesak perubahan, dan untuk memastikan bahwa setiap dari kita, terutama mereka yang berada di kelas menengah, memiliki lebih banyak pintu yang bisa dibuka dan lebih banyak jalan yang bisa dijelajahi. Kita semua berhak atas pilihan yang lebih luas dan kemampuan untuk mencapai potensi penuh kita.

Pengabaian Terhadap Kelas Menengah

Di tengah perjuangan harian kita, ada satu hal yang terasa semakin jelas: kelas menengah sering terasa seperti anak tengah yang terlupakan. Chatib Basri, dengan tajam, menyoroti kondisi ini, mengingatkan kita semua tentang pentingnya tidak mengabaikan kebutuhan dan kepentingan kelas menengah di Indonesia. Peringatan ini bukan tanpa alasan. Di saat pemerintah berusaha keras memberikan bantuan sosial untuk meringankan beban kelompok miskin, ada kesan bahwa kelas menengah---yang juga menghadapi tekanan ekonomi---sering terlewatkan dari perhatian.

Mungkin kita sering bertanya-tanya, mengapa hal ini bisa terjadi? Jawabannya mungkin terletak pada cara kita mendefinisikan 'kebutuhan'. Bagi banyak dari kita di kelas menengah, kebutuhan kita mungkin tidak selalu tentang bertahan hidup dalam arti literal. Kita mungkin tidak berjuang untuk makanan sehari-hari, tapi kita berjuang untuk kualitas hidup yang lebih baik, pendidikan yang layak untuk anak-anak kita, dan akses ke layanan kesehatan yang memadai. Ini adalah kebutuhan yang, jika tidak dipenuhi, bisa menurunkan kualitas hidup kita dan menjauhkan kita dari kemajuan ekonomi dan sosial.

Kontras antara fokus pemerintah pada bantuan sosial untuk kelompok miskin dengan kurangnya dukungan untuk kelas menengah bukanlah masalah hitam putih. Kita mengerti dan mendukung pentingnya membantu mereka yang paling membutuhkan. Namun, mengabaikan kelas menengah berarti mengabaikan motor penggerak ekonomi yang penting, yang jika diberdayakan, dapat membawa perubahan positif bagi ekonomi secara keseluruhan.

Lebih jauh lagi, ketika kelas menengah merasa terjepit dan tidak didukung, dampaknya bisa berjangkauan luas. Bukan hanya tentang ekonomi, tapi juga tentang stabilitas sosial. Kisah dari Chile yang Chatib Basri ceritakan kepada kita adalah pelajaran berharga. "Chilean Paradox" menunjukkan bagaimana ketidakpuasan kelas menengah dengan pemerintah yang tidak memperhatikan kebutuhan mereka bisa memicu kerusuhan sosial. Ini adalah skenario yang kita tidak ingin terjadi di sini.

Kita perlu sebuah pendekatan yang lebih seimbang dalam kebijakan pemerintah, di mana tidak ada satu kelompok pun yang terabaikan. Ini berarti memberikan perhatian yang cukup kepada kelas menengah, memahami kebutuhan mereka, dan menyediakan dukungan yang membantu mereka tidak hanya untuk bertahan, tapi untuk berkembang. Baik itu melalui fasilitas pendidikan yang lebih baik, layanan kesehatan yang terjangkau, atau sistem transportasi yang efisien---semua ini adalah langkah yang dapat meningkatkan kualitas hidup kelas menengah dan, pada akhirnya, memperkuat fondasi ekonomi kita.

Dinamika Ekonomi dan Sosial

Di dunia yang serba cepat dan penuh ketidakpastian ini, dinamika ekonomi global dan lokal memiliki dampak yang signifikan terhadap kehidupan kita sehari-hari, terutama bagi kita yang berada di kelas menengah. Dari perkembangan terbaru di pasar global hingga kebijakan ekonomi nasional, semuanya berperan dalam membentuk kondisi keuangan dan sosial kita. Prediksi tentang kemungkinan resesi, seperti yang diungkapkan oleh Chatib Basri, menambah kekhawatiran tentang apa yang mungkin terjadi pada ekonomi kita di masa depan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun