Hal teman-teman! Pernah dengar tentang Teori Hierarki Kebutuhan Maslow? Kalau belum, yuk, kita ngobrol-ngobrol santai tentang ini. Bayangin aja, teori ini kayak menu di restoran kesukaan kita, tapi bukan untuk perut, melainkan untuk jiwa.
Asal-usul Teori yang Keren Ini
Jadi, ceritanya ada seorang psikolog bernama Abraham Maslow. Pada tahun 1943, beliau punya ide cemerlang untuk menjelaskan apa yang bikin kita, sebagai manusia, 'ngegas' setiap hari.
Maslow mengamati, loh, ternyata kita semua punya kebutuhan yang berlapis-lapis, mirip kayak lasagna kesukaan kita itu. Dia mulai dari yang paling dasar, kayak makan, minum, dan tidur, sampai ke hal-hal yang lebih 'wah', kayak pengakuan dan pencapaian diri.
Tujuannya Apa, sih?
Nah, tujuan Maslow sebenarnya sederhana: dia pengen tahu apa yang bikin kita 'ngeklik'. Apa sih yang bikin kita bangun tiap pagi dan bersemangat menjalani hari?
Teori ini kayak peta harta karun, yang nuntun kita ngerti apa yang paling kita butuhkan di setiap tahap hidup. Dari situ, kita bisa lebih paham kenapa kadang kita ngebet banget pengen beli sepatu baru, atau kenapa tiba-tiba kita pengen jadi volunteer di panti asuhan.
Yuk, Bayangin...
Coba bayangin, kita lagi di supermarket. Di rak paling bawah, ada kebutuhan dasar: beras, mi instan, sabun. Itu kayak tahap awal di hierarki Maslow. Penting banget, tapi bukan akhir dari segalanya.
Terus, kita naik ke rak yang lebih atas, ada barang-barang yang lebih 'wah', kayak buku self-help atau catatan jurnal. Ini mirip tahapan selanjutnya, di mana kita mencari makna lebih dalam tentang diri kita dan dunia sekitar.
Ngomong-ngomong...