Mohon tunggu...
Kuncoro Budiono
Kuncoro Budiono Mohon Tunggu... Mahasiswa - Belajar menulis

mohon berikan masukan dan kritikan apabila dirasa artikel saya memiliki kelemahan

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Resistensi dan Transformasi Musik Keroncong dalam Dinamika Budaya Urban

10 Juni 2024   23:46 Diperbarui: 10 Juni 2024   23:55 163
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pendahuluan

Musik keroncong merupakan sebuah genre musik tradisional Indonesia yang telah menjadi bagian integral dari budaya  indonesia dan memiliki sejarah yang panjang. Awalnya musik keroncong diperkenalkan pada masa kolonialisme yang dilakukan oleh orang-orang Portugis pada abad ke-16. Judith Becker seorang musikolog asal Ameria dalam sebuah artikel yang berjudul, "Kroncong, Indonesian Popular Music" yang diterbitkan pada tahun 1976 mengatakan Keroncong adalah istilah umum untuk lagu-lagu populer dan sentimental yang dinyanyikan di seluruh Indonesia dan secara umum diyakini telah diperkenalkan oleh Portugis sekitar abad ke-16. 

Musik keroncong memiliki hubungan historis dengan musik fado, sebuah genre musik Portugis yang populer di lingkungan masyarakat perkotaan. Pada awalnya, musik keroncong dulunya disebut sebagai moresco ini dimainkan dengan menggunakan instrumen dawai seperti cavaquinho, gitar, dan biola yang dimainkan para budak dan opsir Portugis dari daratan India (Goa) serta Maluku. Dalam perkembangannya, masuk sejumlah unsur tradisional Nusantara, seperti penggunaan seruling serta beberapa komponen gamelan. Hingga pada sekitar abad ke-19, bentuk musik campuran ini sudah populer di banyak tempat di Nusantara, bahkan hingga ke Semenanjung Malaya

Seiring dengan perkembangan teknologi dan perubahan sosial, musik keroncong mengalami transformasi. Meski demikian, musik keroncong tetap mempertahankan esensinya sebagai musik tradisional yang khas. Resistensi terhadap perubahan zaman terlihat dari kemampuan musik keroncong untuk tetap eksis di tengah arus globalisasi dan modernisasi yang cepat. Musik keroncong tetap hadir meskipun dihadapkan pada dominasi musik populer seperti pop, rock, dan hip-hop. Ini menunjukkan adanya upaya dari komunitas keroncong untuk mempertahankan identitas budaya mereka melalui pelestarian dan pengajaran musik keroncong kepada generasi muda.

Namun, dalam eksistensinya, musik keroncong semakin mengalami penyempitan ruang dan perkembangannya tidak semudah musik populer lainnya. Beberapa faktor yang menghambat proses perkembangan dan menyempitnya eksistensi musik keroncong adalah minimnya dukungan media, perkembangan industri musik, dan hambatan pengembangan kreativitas (Darini, 2012). Musik keroncong menghadapi tantangan besar dalam mendapatkan apresiasi yang layak dari masyarakat. Kurangnya keberpihakan media terhadap musik keroncong, baik dari televisi, radio, surat kabar, dan lainnya, turut berkontribusi pada kemunduran musik keroncong.

Hal lain yang kemudian menyebabkan musik keroncong mengalami kemerosotan adalah era disrupsi dalam dunia musik. Era disrupsi adalah perubahan suatu tatanan secara fundamental seperti evolusi teknologi yang memaksa orang untuk beradaptasi dan mengenali hal yang terjadi saat ini.  Meskipun perubahan ini memaksa semua orang untuk beradaptasi dengan perubahan yang terjadi, tidak semua pihak menerima dengan baik. Misalnya, Kelompok pendukung musik keroncong yang memiliki pandangan teguh bahwa musik keroncong harus dipertahankan keasliannya.

Resistensi terhadap perubahan menjadi fenomena yang muncul di kalangan penggemar musik keroncong. Dalam masyarakat subkultur yang mendukung musik keroncong, resistensi seringkali terwujud dalam penolakan terhadap penggunaan instrumen pengganti, karena dianggap merusak keaslian musik keroncong. Mereka yang menikmati estetika musik keroncong cenderung mengutamakan keaslian dan orisinalitas baik dari repertoar maupun instrumentasi, sehingga menolak segala bentuk pembaharuan yang dianggap mengikuti perkembangan zaman.

Menurut teori James Scott (1990), konsep resistensi dapat dibagi menjadi tiga jenis: resistensi tertutup, semi-terbuka, dan terbuka. Resistensi tertutup adalah sikap resisten yang dipaksakan kepada masyarakat tanpa ruang bagi dialog atau penyesuaian. Resistensi semi-terbuka melibatkan demonstrasi atau tindakan untuk mempertahankan sesuatu, sedangkan resistensi terbuka melibatkan penolakan terstruktur dan tindakan yang keras. Fenomena ini mendorong peneliti untuk menyelidiki lebih lanjut mengenai Resistensi dan Transformasi Musik Keroncong dalam Dinamika Budaya Urban.

ISI

Resistensi musik keroncong terhadap era disrupsi

Teknologi dan arus globalisasi yang melaju cepat telah memposisikan musik keroncong di persimpangan yang menuntut antara adaptasi dan pemeliharaan identitas budaya yang khas. Era disrupsi ini menimbulkan gelombang sikap resistensi yang kuat di kalangan penggemar dan pelaku musik keroncong. Para pendukung musik keroncong menegaskan dengan tegas penolakan terhadap pengaruh budaya populer yang cenderung mengglobal, dengan keyakinan kokoh bahwa musik keroncong memegang keunikan dan keaslian tersendiri yang harus dijaga dengan sungguh-sungguh. Mereka menentang keras modifikasi dan penggunaan instrumen modern dalam musik keroncong, menganggapnya sebagai ancaman bagi esensi sejati dari musik keroncong itu sendiri.

Tidak hanya sebagai bentuk perlawanan, tetapi resistensi ini juga mencerminkan semangat yang mendalam untuk mempertahankan tradisi dan warisan budaya yang berharga. Dalam upaya pelestarian ini, terjadi adaptasi kreatif di mana musik keroncong mampu mengalami transformasi tanpa harus kehilangan esensi dan identitasnya. Kolaborasi dengan genre musik lain seperti jazz dan pop, serta eksplorasi teknologi melalui media digital dan platform streaming, menjadi bagian integral dari strategi untuk menjaga relevansi musik keroncong di tengah perubahan zaman yang terus bergerak maju.

Selain itu, resistensi juga tercermin dalam upaya untuk memperkuat komunitas musik keroncong melalui festival, lokakarya, dan kegiatan edukatif yang bertujuan memperkenalkan musik keroncong kepada generasi muda. Semua ini merupakan bagian penting dari cara untuk memastikan bahwa musik keroncong tetap hidup dan terus berkembang. Festival keroncong, baik skala lokal maupun internasional, menjadi ajang vital untuk menampilkan bakat baru dan memelihara minat terhadap genre ini.

Lebih jauh lagi, komunitas keroncong seringkali berperan aktif dalam mendokumentasikan sejarah dan perkembangan musik keroncong. Upaya ini melibatkan pengumpulan cerita dari para musisi senior, merekam pertunjukan, dan menyusun arsip digital yang dapat diakses oleh siapa saja. Dokumentasi semacam ini sangat penting untuk menjaga warisan musik keroncong agar tidak hilang ditelan zaman dan dapat dipelajari oleh generasi mendatang.

Tidak kalah pentingnya adalah peran media massa dan platform digital dalam mendukung resistensi musik keroncong. Stasiun radio, saluran televisi, serta konten kreator di media sosial berkontribusi dalam menyebarkan dan mempromosikan musik keroncong. Program-program khusus, baik dalam bentuk siaran langsung maupun rekaman, memberikan ruang bagi musisi keroncong untuk menampilkan karya mereka kepada audiens yang lebih luas. Sementara keberadaan komunitas online dan forum diskusi memungkinkan para penggemar keroncong dari berbagai daerah bahkan negara untuk saling berbagi pengetahuan dan pengalaman. Dengan semua upaya ini, resistensi musik keroncong tidak hanya menjadi bentuk perlawanan, tetapi juga menjadi semangat yang membangkitkan untuk mempertahankan dan mengembangkan kekayaan budaya yang dimiliki oleh musik keroncong.

Strategu adaptasi dan transformasi

Musik keroncong, sebuah genre musik tradisional Indonesia, telah mengalami transformasi seiring dengan perkembangan teknologi dan perubahan sosial. Dalam era disrupsi, musik keroncong harus beradaptasi dengan perubahan yang terjadi dan mempertahankan keaslian musik keroncong. Salah satu strategi adaptasi yang dilakukan musik keroncong adalah dengan mengembangkan kreativitas. Pengembangan kreativitas ini dilakukan dengan cara mengadaptasi fenomena di era disrupsi dan mempertahankan sesuatu yang sudah ada sebelumnya.

Strategi lain yang dilakukan musik keroncong adalah dengan menggunakan media. Penggunaan media menjadi bagian dari upaya mempertahankan keaslian musik keroncong. Penggunaan media ini dilakukan dengan cara mempertahankan instrumentasi asli keroncong walaupun menampilkan keroncong dengan gaya modern. Strategi adaptasi dan transformasi musik keroncong juga dilakukan dengan cara mengembangkan keterampilan musisi. Pengembangan keterampilan musisi ini dilakukan dengan cara mengembangkan keterampilan bermain alat musik dan mengembangkan keterampilan vokal.

 Strategi adaptasi dan transformasi musik keroncong dapat dipahami sebagai upaya untuk mempertahankan keaslian musik keroncong dan menghadapi perubahan yang terjadi. Musik keroncong telah mengalami transformasi seiring dengan perkembangan teknologi dan perubahan sosial, namun tetap mempertahankan esensinya sebagai musik tradisional yang khas. Resistensi terhadap perubahan zaman terlihat dari kemampuan musik keroncong untuk tetap eksis di tengah arus globalisasi dan modernisasi yang cepat. Musik keroncong juga telah mengalami transformasi dalam bentuk pengembangan gaya musik yang baru. Pengembangan gaya musik yang baru ini dilakukan dengan cara mengadaptasi gaya musik lainnya dan mengembangkan gaya musik yang unik. Contohnya, pengembangan gaya musik keroncong yang mengadaptasi gaya musik populer seperti rock dan jazz. Pengembangan gaya musik yang baru ini dilakukan dengan cara mengembangkan keterampilan musisi dan mengembangkan keterampilan bermain alat musik.

Analisis Menurut Pierre Bordieu

Pierre Bourdieu, menawarkan kerangka analitis yang berharga untuk membantu kita memahami bagaimana musik keroncong bertahan dan beradaptasi dalam menghadapi era disrupsi. Bourdieu memperkenalkan konsep-konsep kunci seperti habitus, modal, dan medan (field) yang dapat diterapkan dalam konteks musik keroncong.

Habitus mengacu pada sebuah kebiasaan yang terbentuk oleh kondisi sosial dan sejarah, yang membentuk cara pandang, pemikiran, dan tindakan individu dalam suatu kelompok sosial. Dalam kasus musik keroncong, para pelaku dan penggemarnya memiliki habitus yang dipengaruhi oleh nilai-nilai tradisional dan sejarah panjang genre ini. Mereka melihat keroncong sebagai bagian integral dari identitas budaya mereka, yang berakar dalam sejarah kolonial dan perjuangan nasional Indonesia. Resistensi terhadap modifikasi modern dan pengaruh budaya populer mencerminkan upaya mereka untuk mempertahankan habitus ini.

Bourdieu juga mengidentifikasi berbagai bentuk modal (capital) yang berperan penting dalam medan sosial, termasuk modal budaya, sosial, ekonomi, dan simbolik. Dalam konteks musik keroncong, modal budaya sangat crucial, meliputi pengetahuan tentang sejarah keroncong, keterampilan bermain instrumen tradisional, serta pemahaman tentang estetika dan gaya keroncong. Modal sosial juga penting, dengan adanya jaringan hubungan sosial yang kuat di antara musisi dan penggemar melalui festival, lokakarya, dan konser. Meskipun modal ekonomi mungkin tidak sebesar genre musik populer lainnya, dukungan finansial dari pemerintah dan organisasi budaya berkontribusi signifikan. Modal simbolik hadir dalam bentuk pengakuan dan prestise bagi mereka yang mempertahankan dan mengembangkan musik keroncong sesuai tradisi.

Medan (field), menurut Bourdieu, adalah arena sosial di mana individu dan kelompok bersaing untuk mendapatkan berbagai bentuk modal. Medan musik keroncong berada dalam dinamika yang terus berubah di era disrupsi, bersaing dengan genre musik modern dan budaya populer. Resistensi terhadap perubahan dan adaptasi terhadap teknologi modern dapat dilihat sebagai strategi untuk mempertahankan posisi dalam medan ini. Para pelaku keroncong menggunakan modal yang mereka miliki untuk mempertahankan relevansi dan keberlanjutan musik keroncong. Dengan demikian, resistensi terhadap era disrupsi tidak hanya tentang menolak perubahan, tetapi juga tentang menggunakan modal budaya dan sosial untuk mengokohkan posisi musik keroncong dalam lanskap musik yang terus berubah.

Kesimpulan 

Resistensi dan transformasi musik keroncong dalam dinamika budaya urban menyoroti peran penting musik ini sebagai bagian integral dari identitas budaya Indonesia. Dalam menghadapi era disrupsi yang dipengaruhi oleh perubahan teknologi dan arus globalisasi, musik keroncong telah menunjukkan kemampuan untuk bertahan melalui resistensi terhadap pengaruh budaya populer dan adaptasi kreatif yang mempertahankan esensi dan keaslian musik. Komunitas keroncong, didukung oleh media massa dan platform digital, memainkan peran penting dalam memperkuat resistensi ini serta mempromosikan musik keroncong kepada audiens yang lebih luas. Melalui konsep-konsep seperti habitus, modal, dan medan yang diperkenalkan oleh Pierre Bourdieu, kita dapat memahami lebih dalam dinamika sosial dan budaya yang membentuk perjalanan musik keroncong. Dengan demikian, musik keroncong tetap relevan dan terus berkembang sebagai bagian yang tak terpisahkan dari budaya Indonesia, memperkaya warisan budaya dan menginspirasi generasi mendatang.

References

Ganap, V. (n.d.). Krontjong Toegoe (1st ed.). BP ISI Yogyakarta.

Jayadi, S. (2022). Konsep Dasar Sosiologi Budaya (1st ed.). Pustaka Egaliter.

Kuncoro, T. (2020). Resistensi Musik Terhadap Era Disrupsi. Jurnal Musik Indonesia, 3(3).

Putri, A. A., Rachman, A., & Yunianto, I. K. (2023). Keroncong: Jejak Akulturasi Dalam Musik Indonesia Dengan Portugis. Jurnal Kreasi Seni dan Budaya, 6(1).

Ramadhani, F. A., & Rachman, A. (2019). RESISTENSI MUSIK KERONCONG DI ERA DISRUPSI : STUDI KASUS PADA O.K GITA PUSPITADI KABUPATEN TEGAL. Musikolastika Jurnal Pertunjukan & Pendidikan Musik, 1(1).

Silangen, J. P. (2024, 5 17). Sejarah Musik Keroncong. Radio Republik Indonesia. Retrieved juni 8, 2024, from https://www.rri.co.id/hiburan/696147/sejarah-musik-keroncong

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun