Bourdieu juga mengidentifikasi berbagai bentuk modal (capital) yang berperan penting dalam medan sosial, termasuk modal budaya, sosial, ekonomi, dan simbolik. Dalam konteks musik keroncong, modal budaya sangat crucial, meliputi pengetahuan tentang sejarah keroncong, keterampilan bermain instrumen tradisional, serta pemahaman tentang estetika dan gaya keroncong. Modal sosial juga penting, dengan adanya jaringan hubungan sosial yang kuat di antara musisi dan penggemar melalui festival, lokakarya, dan konser. Meskipun modal ekonomi mungkin tidak sebesar genre musik populer lainnya, dukungan finansial dari pemerintah dan organisasi budaya berkontribusi signifikan. Modal simbolik hadir dalam bentuk pengakuan dan prestise bagi mereka yang mempertahankan dan mengembangkan musik keroncong sesuai tradisi.
Medan (field), menurut Bourdieu, adalah arena sosial di mana individu dan kelompok bersaing untuk mendapatkan berbagai bentuk modal. Medan musik keroncong berada dalam dinamika yang terus berubah di era disrupsi, bersaing dengan genre musik modern dan budaya populer. Resistensi terhadap perubahan dan adaptasi terhadap teknologi modern dapat dilihat sebagai strategi untuk mempertahankan posisi dalam medan ini. Para pelaku keroncong menggunakan modal yang mereka miliki untuk mempertahankan relevansi dan keberlanjutan musik keroncong. Dengan demikian, resistensi terhadap era disrupsi tidak hanya tentang menolak perubahan, tetapi juga tentang menggunakan modal budaya dan sosial untuk mengokohkan posisi musik keroncong dalam lanskap musik yang terus berubah.
KesimpulanÂ
Resistensi dan transformasi musik keroncong dalam dinamika budaya urban menyoroti peran penting musik ini sebagai bagian integral dari identitas budaya Indonesia. Dalam menghadapi era disrupsi yang dipengaruhi oleh perubahan teknologi dan arus globalisasi, musik keroncong telah menunjukkan kemampuan untuk bertahan melalui resistensi terhadap pengaruh budaya populer dan adaptasi kreatif yang mempertahankan esensi dan keaslian musik. Komunitas keroncong, didukung oleh media massa dan platform digital, memainkan peran penting dalam memperkuat resistensi ini serta mempromosikan musik keroncong kepada audiens yang lebih luas. Melalui konsep-konsep seperti habitus, modal, dan medan yang diperkenalkan oleh Pierre Bourdieu, kita dapat memahami lebih dalam dinamika sosial dan budaya yang membentuk perjalanan musik keroncong. Dengan demikian, musik keroncong tetap relevan dan terus berkembang sebagai bagian yang tak terpisahkan dari budaya Indonesia, memperkaya warisan budaya dan menginspirasi generasi mendatang.
References
Ganap, V. (n.d.). Krontjong Toegoe (1st ed.). BP ISI Yogyakarta.
Jayadi, S. (2022). Konsep Dasar Sosiologi Budaya (1st ed.). Pustaka Egaliter.
Kuncoro, T. (2020). Resistensi Musik Terhadap Era Disrupsi. Jurnal Musik Indonesia, 3(3).
Putri, A. A., Rachman, A., & Yunianto, I. K. (2023). Keroncong: Jejak Akulturasi Dalam Musik Indonesia Dengan Portugis. Jurnal Kreasi Seni dan Budaya, 6(1).
Ramadhani, F. A., & Rachman, A. (2019). RESISTENSI MUSIK KERONCONG DI ERA DISRUPSI : STUDI KASUS PADA O.K GITA PUSPITADI KABUPATEN TEGAL. Musikolastika Jurnal Pertunjukan & Pendidikan Musik, 1(1).
Silangen, J. P. (2024, 5 17). Sejarah Musik Keroncong. Radio Republik Indonesia. Retrieved juni 8, 2024, from https://www.rri.co.id/hiburan/696147/sejarah-musik-keroncong