Pada perayaan Paskah tingkat Paroki Salib Suci Hoelea, Kedang, yang berpusat di stasi Santu Petrus Leuwayan, ketua panitianya adalah seorang Muslim, Ibrahim Reha Apenobe. Sebaliknya pada hari raya Maulud Nabi tingkat kecamatan Omesuri yang berpusat di desa Leuwayan, ketua panitianya dari kalangan Katolik, Antonius Tua Amuntoda.
Di Leuwayan, tidak ada sekat berlabel agama. Karena agama yang kami peluk adalah agama kemanusiaan. Di Leuwayan, tidak perbedaan atas dasar agama. Karena agama yang kami anut adalah agama cinta. Di Leuwayan, perbedaan dalam keyakinan tidak menjadi penghalang untuk merajut persaudaraan. Perbedaan keyakinan, sebaliknya, adalah tali untuk mempererat persaudaraan. Perbedaan bagi kami adalah benang untuk menyulam perdamaian.
Intoleransi keagamaan yang terjadi di negeri ini bukan karena kita tidak cinta damai. Tetapi karena diamnya orang-orang toleran. Negara kita sesungguhnya sangat toleran. Sikap toleransi sudah lama tumbuh dan terajut di tengah masyarakat. Benih-benih toleransi sudah lama tertaman dalam kehidupan masyarakat. Sebagai negara yang cinta damai, sikap intoleransi keagamaan harus dilawan dengan menyebarkan praktek baik toleransi di daerah kita. Jangan ada toleransi terhadap tindakan intoleransi keagamaan di negeri ini.
Catatan: Artikel ini telah dipublikasikan di media online floresnews.com tanggal 03 Januari 2023. Saya publikasikan kembali di Kompasiana agar dapat dibaca lebih banyak orang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H