Mohon tunggu...
Mifta Fahriyani
Mifta Fahriyani Mohon Tunggu... Editor - seorang mahasiswi yang sedang berusaha menuntaskan kuliahnya

universitas atma jaya yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Jurnalisme Robot, Kawan atau Lawan?

7 Oktober 2019   00:05 Diperbarui: 7 Oktober 2019   00:13 363
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. (Foto: REUTERS/Leonhard Foeger)

Teknologi terus berkembang seiring dengan kemajuan zaman, mengikuti peradaban manusia yang terus berevolusi dari waktu ke waktu. Begitu pula teknologi dan dunia penyiaran yang terus berkembang setiap waktunya. Mulai dari munculnya teknologi satelit yang menuntun pada perkembangan radio dan televisi. Hingga hadirnya fitur internet yang merupakan kunci awal dari kemajuan teknologi informasi. 

Hadirnya internet memungkinkan setiap orang untuk mengekspresikan kreativitasnya tanpa batas karena sifatnya yang dapat diakses kapanpun dan dimanapun tanpa mengenal tempat dan waktu. 

Semua aktivitas seperti pekerjaan, sosialisasi, hingga penyebaaran informasi dapat dilakukan hanya bermodalkan jaringan internet. Internet memungkinkan penggunanya untuk bersosialisasi tanpa mengenal batasan waktu. 

Aliran informasi yang bersifat dua arah juga mempermudah masyarakat dalam bersosialisasi dan dan bertukar informasi. Hal ini berdampak pada cepatnya penyebaran informasi di Internet.

Berbicara mengenai penyebaran informasi. Erat hubungannya dengan dunia jurnalistik yang turut mengalami kemajuan dalam segi distribusi informasi. 

Pada awalnya jurnalisme hanya menggunakan media cetak dalam penyebaran informasinya. Namun, setelah hadirnya jaringan internet, jurnalisme hadir dalam bentuk online. 

Sekarang, Hampir seluruh media cetak mempunyai portal pemberitaan versi onlinenya. Contohnya Republika, Media Indonesia, Tribun, Kompas dan masih banyak lagi. Jurnalisme online memiliki ciri khas, yaitu menjadikan kecepatan sebagai faktor utama pemberitaan. Maka dari itu, berita tidak hanya menginformasikan fenomena yang telah terjadi, namun juga menginformasikan berita yang sedang terjadi.

Berkaitan dengan ciri khas portal pemberitaan online yang mengutamakan kecepatan. Maka, jurnalis pun dituntut untuk mengejar 'kecepatan' tersebut. 

Bahkan, untuk beberapa pemberitaan yang jenisnya follow up news mereka dituntut untuk update tiap jam. Hal ini sering kali menjadi tuntutan bagi seorang jurnalis dalam menjalankan tugasnya. Selalu ditekan dengan deadline yang harus dijalankan demi mendapatkan informasi yang faktual. 

Fenomena seperti inilah yang memicu kreativitas masyarakat untuk berinovasi memecahkan problematika dalam lingkup jurnalistik. Tentunya menggunakan kemajuan teknologi. Hal ini terealisasi dengan hadirnya jurnalisme robot yang didukung oleh kemampuan mesin Artificial Intelleigent (AI) atau yang lebih dikenal sebagai kecerdasan buatan.

Artifial Intelligent (AI) dapat didefinisikan sebagai simulasi kecerdasan manusia dalam mesin yang diprogram untuk berpikir seperti manusia dan meniru tindakannya1. Kemajuan teknologi ini menunjukan sifat-sifat yang memiliki kemiripan dengan manusia. 

Hal tersebut ditunjukan dengan proses penggalian informasi, pengolahan informasi serta penalaran kesimpulan yang menyerupai manusia. AI merupakan sebuah kemajuan teknologi yang membawa kebanggaan namun segaligus keresahan bagi masyarakat. 

Sebab, sifatnya yang menyerupai manusia dianggap mampu menggeser profesi yang awalnya hanya dijalankan oleh manusia. Salah satunya profesi di bidang jurnalistik. Hal ini terbukti dengan tergantikannya profesi news anchor oleh Artificial Intelligent di China.

 Detik.com mengungkap bahwa dengan hadirnya AI tersebut akan mengurangi pengeluaran media di masa depan2 Selain itu, kapasitas AI yang dapat digunakan selama 24 jam, melebihi jam kerja manusia. Hal ini menjadikan AI sebagai salah satu 'objek' yang menjanjikan dalam dunia jurnalistik.

Jurnalisme Robot merupakan salah satu kemajuan teknologi dalam dunia jurnalisme yang memungkinkan sebuah berita diproduksi melalui sebuah program tanpa adanya campur tangan jurnalis. 

Adapun cara kerja jurnalis robot adalah dengan mengidentifikasi kecenderungan (trend) atau pola dan mempublikasikan artikel dalam format tertentu. 

Jurnalisme robot didasarkan pada dua pilar. Pertama, perangkat lunak komputer yang secara otomatis mengekstrak pengetahuan baru dari big data dan kedua, automasi algoritma yang mengubah pengetahuan menjadi cerita tanpa campur tangan manusia4. 

Proses pembuatan berita mengandalkan algoritma yang secara otomatis menghasilkan informasi dari ketersediaan data, tanpa adanya campur tangan jurnalis.

Hadirnya jurnalisme robot dalam dunia jurnalistik mengundang beragam pendapat dari berbagai pihak baik itu jurnalis maupun masyarakat umum. Keresahan nampak timbul dari beberapa pihak mengenai terancamanya profesi jurnalis hingga tingkat keakuratan berita yang dihasilkan oleh robot jurnalisme. 

Dikutip dari liputan6.com Pemimpin redaksi The Jakarta Post, Nezar Patria, mengatakan bahwa masuknya Artificial Intelligent (kecerdasan buatan) dalam dunia jurnalistik akan memberikan dampak terhadap konten serta tenaga kerja. Konten yang dihasilkan akan cenderung kaku. Hal itu terlihat dari gaya penulisan yang cenderung monoton dan tidak komunikatif. Nezar juga mengatakan bahwa hadirnya AI juga membawa beberapa konsekuensi, salah satunya yaitu mengenai akurasi data. Ia pun menambahkan bahwa masuknya AI mungkin akan menggantikan posisi dalam proses produksi berita. Editor dalam produksi berita mungkin saja tidak banyak diperlukan lagi. sebab hal itu sudah terjadi di beberapa media di Eropa dan Amerika5.

"Masuknya Artificial Intelligence (kecerdasan buatan) dalam media ada beberapa hal yang mesti kita perhatikan, yang pertama impact-nya terhadap konten, yang kedua terhadap tenaga kerja," sebut Nezar

Penulis juga telah melakukan survei ke beberapa mahasiswa ilmu komunikasi Universitas Atma Jaya Yogyakarta mengenai dampak kehadiran jurnalisme robot terhadap profesi jurnalis sesungguhnya. 

Hasil survei menunjukan bahwa 9 dari 10 orang berpendapat bahwa jurnalisme robot akan 'mengancam' profesi jurnalis dari segi kuantitas. Alasannya cukup seragam, yaitu robot memiliki kemampuan yang tidak terbatas dan tidak memerlukan upah secara finansial. 

Ditambah jam kerja yang tidak terbatas waktu menjadikan robot satu poin lebih unggul disbanding manusia. Dengan begitu, penggunaan robot dalam jurnalisme jelas akan mengurangi budget dari segi produksi. Hal ini tentu akan menguntungkan bagi pihak media.

Sedari tadi bahasan hanya mengangkat isu mengenai 'hadirnya jurnalisme robot merupakan sebuah ancaman bagi jurnalis'. Namun, terlepas dari hal itu jurnalisme robot tetap memiliki kekurangan yang membuat profesi jurnalis dibutuhkan dalam media. 

Sebab, jurnalisme robot hanya mampu menulis berita yang mencakup data statistik yang pasti seperti berita olahraga, laporan keuangan ataupun laporan bencana alam gempa bumi. Hal ini dikarenakan sifatnya yang mengumpulkan data menggunakan algoritma serta big data. 

Robot jurnalisme juga belum mampu menjelaskan fenomena ataupun peristiwa secara terinci. Maka dari itu, Jurnalisme robot belum mampu menulis berita yang sifatnya laporan mendalam. 

Belum ada fitur yang dapat melakukan investigasi ataupun wawancara. gaya penulisan yang tidak mengandung emosi menjadikan tulisan jurnalisme robot dianggap kaku.

sumber : Viva.co.id
sumber : Viva.co.id

Berikut beberapa portal pemberitaan yang telah menggunakan robot jurnalisme sebagai salah satu 'karyawannya'. 

Washington Post (Heliograf), USA Today (Wibbits), Reuters (News Tracer), The Los Angeles Times (Quake Bot), Associated Press (Wordsmith), Beritatagar.id (Robotorial) dan masih banyak lagi. masing-masing dari robot tersebut memiliki jobdesk khususnya. Seperti Beritatagar.id yang menggunakan robotnya untuk pemberitaan sepak bola.

Walaupun kehadiran jurnalisme robot mengundang banyak pro dan kontra. Namun, untuk saat ini kehadirannya hanya sebatas membantu pekerjaan jurnalis terutama dalam mengumpulkan data yang sifatnya statistik. 

Adanya keterbatasan robot jurnalisme dari segi teknis. Menjadikan jurnalis tetap dibutuhkan dalam dunia jurnalistik. Maka dari itu, untuk saat ini jurnalis tetap dipandang sebagai kunci utama dari proses pembuatan berita.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun