Namun bagi mereka yang tidak terlalu paham tentunya perasaan yang muncul adalah rasa iri atau cemburu, mengapa mereka bisa memiliki kekayaan seperti itu. Saat ini rata-rata gaji bersih untuk lulusan S-1 universitas adalah sebesar 4,5 juta rupiah per bulan, sementara Yutuber sekelas Atta Halilintar bisa mendapat 385 juta- 6.16 Milyar rupiah per bulannya. Bagaimana, sudah mulai terasa kan dimana masalahnya?
Lalu bagaimana kita mengatasi radikalisme?
Solusi
Sebetulnya Indonesia sudah memiliki obatnya, yaitu Pancasila. Bila kita menilik kepada sila Ke-5, Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, maka praktis kita tidak perlu khawatir dengan masalah keterpinggiran. Masalahnya sila ini masih jauh panggang daripada api dalam pelaksanaannya.Â
Contoh, penegakan hukum yang masih sering tajam kebawah, kualitas pendidikan yang tidak seragam, dan pelayanan Kesehatan yang sangat tergantung kemampuan membayar. Sehingga resep bagi pemerintah ya tentu saja adanya penegakan hukum yang adil, pemerataan akses pendidikan dan Kesehatan. Jawabannya memang sangat standard, tetapi pelaksanaannya akan sangat sulit.
Bagi mereka yang terklasifikasi sebagai pesohor publik (pejabat, artis, selebgram, yutuber, tokoh masyarakat) tolong pahami bahwa sekarang mata masyarakat ada dimana-mana, melalui media sosial, foto dan video yang menjadi standar di gawai, semua sangat mudah untuk menjadi viral.Â
Belajarlah untuk menjadi panutan dengan tidak menggunakan barang-barang mewah yang di luar kewajaran (ingat, Warren Buffet punya kekayaan 80 Milyar dollar AS/ 1.160 Trilyun Rupiah, tapi naik mobil berumur 8 Tahun seharga U$ 50.000, lebih murah daripada Mobil Standar Menteri), jadi sekali lagi, tolong untuk bisa menjadi panutan sehingga masyarakat tidak tergoda atau lebih parah lagi, menjadi sinis terhadap ideologi Pancasila.
Hilangkan juga niatan untuk mencalonkan istri, suami, anak, menantu, ipar, keponakan, sepupu dan kerabat lainnya untuk menjadi penjabat selama kita masih menjabat. Hal ini hanya akan membuat orang-orang yang anti demokrasi semakin berada di atas angin, dan mempersulit gerakan untuk menumpas radikalisme.Â
Karena salah satu senjata pamungkas para anasir radikal ini adalah pernyataan bahwa sistem demokrasi Pancasila yang kita anut ini hanya menguntungkan segelintir orang saja, kita harus mampu menghilangkan senjata ampuh ini dengan menunjukkan bahwa demokrasi Pancasila adalah untuk segenap rakyat Indonesia, bukan hanya bagi segelintir orang.
Kita sebagai masyarakat juga harus membiasakan diri untuk kritis terhadap informasi yang masuk, baik apakah itu informasi resmi dari pemerintah, atau informasi dari grup percakapan media sosial, semua harus dibaca dulu. Ingat, zaman sekarang untuk mengecek kebenaran berita di internet, tinggal ketik di mbah google, dan klik enter. Sekali lagi, Baca, Periksa, Pikir, baru Sebarkan.
Selanjutnya yang bisa kita lakukan sebagai masyarakat selain berpikir kritis adalah untuk selalu mencoba terbuka terhadap pendapat orang lain. Memang rasanya tidak enak, tapi siapa tahu orang lain lebih benar? Berpikiran terbuka yang didukung dengan gemar membaca, dapat membantu kita untuk memahami mengapa paham radikalisme berkembang, yang pada gilirannya akan membangun sistem imun kita untuk menghilangkan paham radikalisme itu sendiri.