Renungan terakhir adalah kondisi ibukota baru itu sendiri, ibukota baru nantinya akan diisi hampir melulu oleh orang yang penghasilannya bergantung dengan pemerintah pusat atau orang yang punya bisnis memenuhi kebutuhan orang yang penghasilannya bergantung dengan pemerintah pusat. Selain itu, ibukota baru akan menjadi sebuah planned city, atau kota yang terencana. Alhasil hal ini bisa mendistorsi realita kondisi Indonesia dari yang sesungguhnya.
Sebagai penutup, mari sejenak kita membayangkan kondisi di Ibukota baru: ketika Presiden melihat keluar jendela maka yang akan terlihat adalah ibukota yang tertata, jalan yang luas, tidak terlihat pemukiman kumuh, praktis tidak ada kemacetan, pepohonan rindang di kanan-kiri jalan dan (hampir) semua orang bergantung kepada dia. Sehingga sekilas yang ada di pikiran (sebelum membuka briefing harian tentunya) adalah permasalahan Indonesia sudah beres atau tidak ada masalah.
Sekarang kita bayangkan bila Presiden bangun di Istana Merdeka Jakarta: macet, bising, baru jalan setengah jam sudah bertemu permukiman kumuh, bolak-balik didemo, polusi udara, polusi air, padat luar biasa. Maka pikiran pertama Presiden adalah banyak banget ya masalah Indonesia.
Sehingga apabila pemerintah pusat memang berniat untuk berpikir lebih ke scope nasional berjangka waktu panjang dan masalah luar negeri seperti banyak negara Federal lakukan, maka pindah ibukota memang menjadi pilihan ideal.Â
Namun bila pemerintah ingin lebih dekat secara fisik dengan rakyatnya, maka mungkin pemindahan ibukota bisa dipertimbangkan kembali. Teknologi mungkin bisa membantu, tapi kontak langsung akan jauh lebih efektif, terbukti di zaman Internet of Things seperti ini, Presiden masih menyempatkan diri untuk melakukan Open House terutama pada Hari Besar Keagamaan Nasional.
Semoga tulisan ini dapat menjadi bahan renungan bagi kita semua dalam mewujudkan Negara Kesatuan Republik Indonesia menjadi negara yang mensejahterakan kehidupan rakyatnya dan melindungi segenap tumpah darah Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H