Meski tua'Â mendapat tempat yang halal dan istimewa dalam masyarakat Dawan namun tidak dapat dipungkiri bahwa tua' juga berdampak negatif dan dianggap haram.
3. Tua': Antara Haram dan Halal
Tua'Â tergolong dalam jenis minuman keras yang mengandung alkohol atau etanol. Maka apabila orang mengkonsumsi tua' atau minuman keras akan merasakan mabuk. Mengapa demikian? Karena alkohol mempengaruhi kerja otak, dan emosipun terganggu. Tua' mengganggu kemampuan berpikir dan merasa serta mempengaruhi tingkat kesadaran seseorang.Â
Efek mengonsumsi tua'Â atau minuman beralkohol akan terlihat sangat cepat. Tidak butuh waktu lama bagi etanol untuk bereaksi dalam tubuh. Awalnya, peminum terlihat percaya diri dan seperti memiliki energi tingkat tinggi. Ini merupakan dampak dari terlarutnya lemak oleh alkohol sebagai cadangan energi.
Selanjutnya, ketika konsumsi alkohol semakin banyak maka tingkat kesadaran akan menurun, orang akan lepas kontrol dalam berperilaku. Orang menjadi tidak mampu memahami hal yang membahayakan dirinya atau orang lain. Orang dapat melakukan apa saja, termasuk berbagai tindakan destruktif yang merugikan dirinya dan orang lain. Berbagai tindakan asusila, kekerasan fisik, pertengkaran, pencurian, perjudian, permusuhan bahkan lebih parahnya sampai menghilangkan nyawa orang lain seringkali terjadi.Â
Itulah sebabnya minuman keras dapat dikategorikan sebagai minuman yang haram. Meski demikian, Indonesia memiliki banyak wilayah dan budaya dengan berbagai kebiasaan yang berbeda-beda. Sebagian wilayah dan budaya di Indonesia justru melihat minuman keras sebagai bagian dari kearifan lokal dan dianggap sebagai minuman yang halal dalam tata budaya dan kebiasaannya.Â
Oleh karena mempertimbangkan dampak negatif dari minuman keras beralkohol, maka pemerintah Indonesia mengeluarkan peraturan yang mengatur tentang hal tersebut. Pemerintah Indonesia melalui Peraturan Presiden Nomor 74 Tahun 2013 yang berbicara tentang Pengendalian dan Pengawasan Minuman Beralkohol. Dikatakan dalam peraturan tersebut bahwa ada tiga golongan minuman beralkohol, yakni: golongan A: minuman yang mengandung etil alkohol dengan kadar sampai dengan 5 persen; golongan B: minuman yang mengandung etil alkohol dengan kadar lebih dari 5 persen sampai dengan 20 persen; dan golongan C: minuman yang mengandung etil alkohol dengan kadar lebih dari 20 persen sampai dengan 55 persen.Â
Minuman beralkohol ini tidak boleh dijual di lokasi yang berdekatan dengan tempat peribadatan, lembaga pendidikan dan rumah sakit. Aturan tersebut kemudian diperjelas dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 20/M-Dag/Per/4/2014 tentang Pengendalian dan Pengawasan terhadap Pengadaan, Peredaran dan Penjualan Minuman Beralkohol.
Lebih lanjut Pemerintah Propinsi Nusa Tenggara Timur pun memiliki Peraturan Gubernur Nusa Tenggara Timur Nomor 44 Tahun 2019 tentang Pemurnian dan Tata Kelola Minuman Tradisional Beralkohol Khas Nusa Tenggara Timur dengan mempertimbangkan kearifan lokal di dalamnya.Â
Berdasarkan peraturan ini, minuman tradisional beralkohol yang diproduksi oleh masyarakat harus dijual kepada orang/badan hukum/lembaga berbadan hukum yang melakukan destilasi atau penyulingan untuk dilakukan pemurnian dan standarisasi. Selain hotel, bar dan restoran, minuman tradisional beralkohol juga dijual di minimarket, supermarket, toko pengecer lainnya, atau tempat tertentu yang ditetapkan oleh gubernur dan bupati/walikota.Â
Minuman tradisional beralkhohol yang dijual selain di hotel, bar dan restoran hanya dibolehkan untuk kepentingan adat, kepentingan ritual keagamaan, dan cinderamata, yang dibatasi dengan takaran volume sampai dengan 1000 ml. Setiap orang pun dilarang mengonsumsi minuman tradisional beralkohol sampai mabuk atau menyebabkan gangguan keamanan dan ketertiban umum yang mengakibatkan kerugian harta benda, badan atau nyawa orang lain (Bdk. Artikel di Kompas.com dengan judul "Hukum Minum Alkohol di Indonesia")