Lagu Iwan Fals berjudul Nak menjadi inspirasi kuat untuk merefleksikan jalan hidup seorang anak laki-laki.
Lagu dari musisi legendaris Indonesia ini pertama kali muncul dalam albumnya yang berjudul Sugali. Album tersebut dirilis pada 1984 melalui label rekaman Musica Studio dan dikerjakan bersama musisi Chilung Ramali.Â
Saya menulis ulang lirik lagunya: Jauh jalan yang harus kau tempuh/Mungkin samar bahkan mungkin gelap/Tajam kerikil setiap saat menunggu/Engkau lewat dengan kaki tak bersepatu/Duduk sini nak dekat pada bapak/Jangan kau ganggu ibumu/Turunlah lekas dari pangkuannya/Engkau lelaki kelak sendiri/Jauh jalan yang harus kau tempuh/Mungkin samar bahkan mungkin gelap/Duduk sini nak dekat pada bapak/Jangan kau ganggu ibumu/Engkau lelaki kelak sendiri
Lagu ini membuat saya terbayang tentang ajakan seorang bapak kepada anak lelakinya yang sedang duduk di atas pangkuan ibunya.Â
Sang bapak yang telah kenyang dengan berbagai pengalaman hidup baik suka maupun duka duduk beberapa meter berhadapan dengan istrinya di depan rumah, sementara anak yang lain sedang bermain di rumah tetangga bersama teman-temannya.Â
Peristiwa ini terjadi beberapa saat setelah sang bapak kembali dari kerjanya. Dengan melihat anak lelaki yang duduk di pangkuan ibunya, segala kelelahan bapak seolah hilang seketika.
Sambil tersenyum  kecil memandang anak lelakinya yang sedang belajar membaca, sang bapak mengulurkan tangannya memanggil anaknya.Â
Duduk sini nak, dekat pada bapak. Jangan ganggu ibumu. Biarkan ibumu pergi ke dapur menyiapkan makan malam untuk kita makan bersama kakak-kakakmu.Â
Turunlah lekas dari pangkuan ibumu itu, berjalanlah perlahan dengan kakimu sendiri. Mari dan lihat wajah bapakmu ini. Segala kerja yang bapak lakukan dari pagi sampai malam tanpa kenal lelah itu, semuanya untuk menjagamu dan masa depanmu dan juga kakak-kakakmu yang sedang sekolah itu.
Bayangan ini terus berlanjut. Si kecil berambut ikal itu, berlangkah perlahan menyambut uluran tangan bapaknya. Sambil tersenyum, dengan langkah kaki yang belum kuat, si kecil segera memegang jemari sang bapak.Â
Sang bapak mengulangi kata-katanya sambil memegang kepala anak lelakinya, duduk sini nak, dekat pada bapak, jangan kau ganggu ibu. D
uduk sini, bapak masih terlalu kuat untuk untuk bekerja menjagamu dan masa depanmu. Jangan terlalu manja ketika berada di atas pangkuan ibumu.Â
Bapak bicara hal ini, karena kelak engkau sendiri. Entahlah, waktu sudah beranjak besar, bapak masih ada atau tidak?Â
Saya membayangkan bahwa, si kecil itu tentu belum mengerti isi pembicaraan bapaknya itu. Sementara ibu yang telah beranjak pergi ke dapur, terus mendengarkan percakapan lelaki tua itu bersama sang putranya sambil tersenyum.Â
Sambil menyiapkan santap malam bersama itu, sang ibu berpikir sejenak, mengapa sang suami begitu jujur berbicara kepada anak yang belum mengerti itu.Â
Beberapa saat kemudian, beberapa kakak yang bermain di rumah teman segera kembali menyaksikan sang bapak sementara berbicara dengan lelaki kecil yang sangat polos dan lugu itu.
Mereka pun berlari memeluk sang bapak karena senang melihat bapaknya. Sang bapak menyuruh anak-anaknya itu duduk di dekatnya, sementara lelaki kecil itu terus bermain di hadapannya.Â
Sang bapak mengulangi kata-katanya, kelak engkau sendiri, sambil memegang terus tangan anak lelakinya yang hampir jatuh.Â
Kuatkan kakimu nak, tidak boleh lemah dan jatuh. Cepatlah besar. Saat kamu besar, bapakpun akan bangga namun saat itu kekuatan semakin berkurang.Â
Saat itu, kamu sepertinya akan mengambil alih kekuatan bapak. Saat itu kamu harus berjuang. Kamu harus hidup sebagai seorang pejuang yang pantang menyerah. Lihat wajah bapak.Â
Sementara itu, kakak-kakaknya mencoba melihat rambut bapak yang mulai uban. Lelaki kecil itu masih tetap bermain. Bapak lanjut bercerita.Â
Anak-anak duduk bersama sambil tersenyum dan merasa nyaman di sekeliling bapak. Tiba-tiba, sang ibu memanggil kakak-kakak untuk membantu ibu di dapur membawa makanan untuk makan bersama di depan rumah.
Sementara makan, sang ibu memancing suaminya untuk terus bercerita. Sang bapak yang telah melupakan rasa lelahnya, dengan bangga bercerita di depan anak-anaknya. Bapak ini hanya seorang pekerja yang tidak bersekolah. Namun bapak bekerja sungguh-sungguh untuk menjaga kamu semua.Â
Tiba-tiba, bapak bergerak spontan menyuap si kecil lelaki itu. Makanlah yang banyak, jangan terus manja di atas pangkuan ibu, cepatlah besar, karena kau akan menjadi pengganti bapak suatu saat nanti. Bapak dan mama  memang tidak punya banyak uang tetapi kamu adalah harta terbesar dalam hidup bapak dan ibumu.Â
Tak terasa, santap malam selesai. Sang ibu dan kakak membereskan peralatan makan. Sambil berdiri menggendong lelaki kecil itu, bapak menyanyikan lagu Iwan Fals tadi dengan nada suara yang miring tetapi begitu menyentuh. Turunlah lekas dari pangkuan ibumu, karena kelak engkau sendiri. Si kecil akhirnya nyaman tidur dalam dekapan sang bapak.
saya hanya membayangkan isi lagu ini. Bisa jadi, bayangan ini pernah terjadi, tetapi juga tidak terjadi. Namanya juga bayangan jadi ya begitulah angan mengembara. Semoga berkenan dan menjadi hiburan di kala sepi. Bersyukurlah atas hidup bersama para orang tua.Â
Bapak adalah pahlawan yang bagai matahari memberi terang yang mematangkan dan mengajarkan perjuangan. Ibu adalah bidadari yang bagai rembulan menerangi anak-anak untuk ramah dan bijaksana menjalani hidup. Terima kasih. Â Â Â Â Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI