uduk sini, bapak masih terlalu kuat untuk untuk bekerja menjagamu dan masa depanmu. Jangan terlalu manja ketika berada di atas pangkuan ibumu.Â
Bapak bicara hal ini, karena kelak engkau sendiri. Entahlah, waktu sudah beranjak besar, bapak masih ada atau tidak?Â
Saya membayangkan bahwa, si kecil itu tentu belum mengerti isi pembicaraan bapaknya itu. Sementara ibu yang telah beranjak pergi ke dapur, terus mendengarkan percakapan lelaki tua itu bersama sang putranya sambil tersenyum.Â
Sambil menyiapkan santap malam bersama itu, sang ibu berpikir sejenak, mengapa sang suami begitu jujur berbicara kepada anak yang belum mengerti itu.Â
Beberapa saat kemudian, beberapa kakak yang bermain di rumah teman segera kembali menyaksikan sang bapak sementara berbicara dengan lelaki kecil yang sangat polos dan lugu itu.
Mereka pun berlari memeluk sang bapak karena senang melihat bapaknya. Sang bapak menyuruh anak-anaknya itu duduk di dekatnya, sementara lelaki kecil itu terus bermain di hadapannya.Â
Sang bapak mengulangi kata-katanya, kelak engkau sendiri, sambil memegang terus tangan anak lelakinya yang hampir jatuh.Â
Kuatkan kakimu nak, tidak boleh lemah dan jatuh. Cepatlah besar. Saat kamu besar, bapakpun akan bangga namun saat itu kekuatan semakin berkurang.Â
Saat itu, kamu sepertinya akan mengambil alih kekuatan bapak. Saat itu kamu harus berjuang. Kamu harus hidup sebagai seorang pejuang yang pantang menyerah. Lihat wajah bapak.Â
Sementara itu, kakak-kakaknya mencoba melihat rambut bapak yang mulai uban. Lelaki kecil itu masih tetap bermain. Bapak lanjut bercerita.Â
Anak-anak duduk bersama sambil tersenyum dan merasa nyaman di sekeliling bapak. Tiba-tiba, sang ibu memanggil kakak-kakak untuk membantu ibu di dapur membawa makanan untuk makan bersama di depan rumah.