Kami tak pernah bertemu walaupun sekota. Sekali, dia mengirimkan paket makanan serta boneka anjing sebagai teman katanya. Seperti menemukan duniaku kembali yang telah hilang.
Tak terasa, hari ini waktunya untuk kembali pulang. Semua bergembira dan tertawa riang di dalam perjalanan, begitu pun dengan diriku.
Saat sampai depan rumah, terlihat sebuah mobil Pajero. Mungkin tamu ayah, aku menyeret koper melewati pintu belakang. Namun belum jauh, ibu memanggil untuk lewat depan. Aku malas dengan basa-basi karena badan sudah lelah.
Ketika di depan pintu masuk, aku terkejut, "Aril ..." sembari tak percaya.
Ayah dan ibu tersenyum, kemudian menyuruhku duduk. Kami bercengkrama bersama, hingga mereka meninggalkan kami berdua.
"Katerin ... maaf, bila perpisahan kita itu menyakitkan buatmu. Ketika itu, aku tidak jujur denganmu untuk mengambil spesialist di ibukota yang merupakan permintaan papa. Di saat yang sama juga, ortumu menanyakan tentang hubungan kita serta ke depannya bagaimana. Aku bercerita dan mereka mendukung agar aku melanjutkan sekolah. Yang menjadi kebimbanganku saat itu, aku tidak bisa menahanmu untuk menunggu selama beberapa tahun. Maka aku memutuskan untuk mengakhiri hubungan dengan alasan yang sudah aku skenario. Mungkin ini menyakitkan bagimu dan tak adil.
Maafkan aku Katerin. Jujur, aku sangat tersiksa dengan semua ini. Dan aku tidak bisa membohongi diriku bahwa hanya kamu wanita yang selalu ada di dalam hati sampai saat ini, " ucap Aril dengan gaya bicara yang masih lugu seperti dulu.
Mukaku memerah sembari menangis terisak. "Kenapa kamu tega berbuat itu. Kenapa kamu tidak berkata yang sebenarnya. Padahal aku mau menunggumu serta bertahan dengan keterpisahan jarak, " kataku sambil mengusap airmata di pipi.
"Tapi aku juga enggak bisa membohongi hatiku bahwa rasa sayangku tak berkurang sedikitpun terhadapmu."
Aril memegang tanganku dan mengatakan apakah mau menjadi pendamping hidupnya. Aku hanya tersipu malu sambil mengangguk.
Rembulan menjadi saksi cinta kami kembali. Rasa cinta yang tak lekang oleh waktu.