Aku hanya tersenyum, seraya menyahut, "dari Danu kerja tugas. Wahh ada yang baru menang undian nich."
"Hahaha ... amin. Bagi-bagi berkat sedikit, baru dapat rejeki dari penjualan online," kata Arman dengan logatnya.
Arman juga orang perantauan sama sepertiku, namun dia dari luar pulau dan punya hobi jualan. Lumayan untuk menambah biaya hidup di kota metropolitan.
"Wahh, selamat broo. Bentar lagi kau akan naik jabatan." kataku menggoda si Arman. Kami semua tertawa, lalu menuju motor.
Aku membonceng Arman untuk mencari lalapan bebek goreng favourit kami. Namun sayang warung itu tutup, kuceritakan pengalaman ketika ngidam mie ayam. Kami baru mengerti bahwa ini malam Jum'at. Banyak pedagang libur pada hari kamis malam, entah karena menjalankan kegiatan keagamaan atau tradisi.
Akhirnya kami memutuskan untuk membeli makanan yang buka. Jalanan semakin sepi, terlihat ada tenda angkringan di pinggir jalan dengan tempat cukup nyaman. Kami memutuskan untuk makan di sana. Tampak banyak muda mudi duduk bersila menikmati kopi dan makanan di tikar.
Kami memilih varian menu, nasi kucing menjadi andalan dengan berbagai lauk pauk yang tersedia. Di samping angkringan, ada penjual kopi dan STMJ, lalu kami memesan STMJ lengkap. Kami menikmati suasana malam itu, ditemani makanan yang mengingatkan kami akan sebuah kota yang penuh seni serta sejarah. Kami ngobrol panjang lebar sampai larut malam.
Aku baru tahu, ada suatu hikmah di balik, tak bisa makan mie ayam yaitu aku dapat menikmati suasana malam bersama teman kostku Arman. Dan yang pasti ini rejeki penjual angkringan dan STMJ. Itulah kisahku, si gendut yang doyan makan serta kuliner, Agung.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H