Mohon tunggu...
Heart Light
Heart Light Mohon Tunggu... Mahasiswa - Heart Light🍓

Simple girls 🌷🍀 🌷and be my self Life is Love❤️

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Nilai Kebersamaan

7 Oktober 2021   13:00 Diperbarui: 8 Oktober 2021   16:31 255
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jack dan Howard, yang saling bersahabat dengan hobi sama yaitu mendaki gunung. Kali ini mereka menantang diri untuk mendaki pegunungan Alpen di musim salju. Akankah mereka berhasil menuju puncak?

Ada dua orang sahabat pecinta alam yang menyukai pendakian ke pegunungan. Saat seluruh kota, pegunungan dan setiap daerah dipenuhi salju. Mereka merencanakan pendakian di musim salju, dan ingin menjadikan sebagai pengalaman pertama. Segala bekal, peralatan, persiapan fisik dan apa saja yang dibutuhkan sudah siap.

Hari yang dinanti tiba, mobil pick up mengantarkannya menuju pegunungan yang didaki. Mereka terlihat gembira memandang hamparan pepohonan luas yang tertutup salju. 

Mereka mengenakan jaket tebal serta topi yang menutupi telinga plus kacamata seperti pemain ski. Tak ketinggalan juga tongkat trekking serta sepatu boots tinggi yang dilengkapi dengan crampons yang mampu berdiri dengan baik di permukaan es dan jangan sampai lupa kapak es sebagai pengganti tangan memegang permukaan es.

Ini bukan pendakian biasa, dengan medan dan cuaca yang mendukung. Awal perjalanan merupakan adaptasi dengan udara dingin ditambah tiupan angin. Cukup menguras energi, perlu semangat untuk menancapkan tongkat serta melangkahkan kaki diantara hamparan es.

Mereka sepakat berjuang sampai ke puncak dengan segala tantangan. Jack dan Howart, dua pendaki gigih yang akan menaklukkan pegunungan Alpen. Mereka mengayunkan boots dengan perlahan, agar tidak tergelincir. 

Howard memanggil Jack dan memberi kode


"Broo, kita istirahat dulu," kata Howard kepada sahabatnya.


Jack yang berjalan didepan, kembali arah, lalu menaruh rangselnya di samping sahabatnya.


"Ini makanlah, biar mendapat energi," kata Howard sambil memberikan sepotong roti untuk Jack.


"Simpanlah, aku belum lapar. Bila kekenyangan, aku tak kuat berjalan," jawab Jack menolak roti itu.


Howard tersenyum dan berkata, "sepotong roti ini, tak akan merintangimu menuju puncak. Malah akan menghangatkanmu." Dia tak patah arang menawarkan sepotong roti itu.


Jack memandang puncak gunung itu dengan takjub, tak didengarkan perkataan sahabatnya. Lalu kakinya melangkah, melihat arah bawah dan pohon-pohon di depan. 

Tidak seperti Howard, benar-benar dimanfaatkan waktu untuk beristirahat.


Jack merasa bosan, lalu berkata ,"ayoo kita lanjutkan perjalanan, agar petang bisa mendirikan tenda." 

Jack  tak sabar menuju tempat perkemahan, dia berjalan lebih dulu di depan. Udara bertambah dingin menusuk tulang, namun tak menyurutkan niat Jack untuk maju terus.


                                        ******


Setapak demi setapak, jalanan tertutup es dilalui dengan penuh perjuangan. Kadang, di tengah jalan mereka terhenti, mengumpulkan energi.


"Bila seperti ini, kita tidak akan sampai ke perkemahan pinus petang ini," kata Jack kepada rekannya dengan pesimis.


Howard dengan nafas terengah-engah berkata, "aku tidak kuat bila terus berjalan. Jalanan itu terasa berat dan tubuhku semakin tercekam kedinginan."


Jack melempar rangselnya, seraya berkata, "mana Howard yang kukenal 'Pantang menyerah'."


Howard hanya terdiam, kemudian berkata, "bagaimana kalau dirikan kemah serta perapian kecil, supaya tubuh kita hangat? Baru melanjutkan perjalanan."


Jack tampak marah seraya berkata, "tak perlu. Kalau begitu kita berpisah. Aku akan melanjutkan perjalanan supaya petang sampai di perkemahan. Aku menantimu di sana."

Jack mengangkat rangsel dan berpamitan dengan Howard. Dia nampak berjalan lebih cepat dari sebelumnya. Maklum masih belia, beda usia 10 tahun dari Howard.

Image : piqsels.com
Image : piqsels.com

             Howard mencoba membuat perapian kecil, namun dibuyarkan oleh hembusan angin dan butiran salju. Kaki dan tangannya serasa membeku seperti es. Lalu dia teringat akan dan termos air panasnya, dituangkan sisa air. Walaupun sedikit namun cukup menghangatkan. 

Saat melihat persedian makanan, tak ada roti atau crakers yang tersisa. Badannya mulai merasa kaku kedinginan, dicoba untuk mendekap rangselnya untuk memberi kehangatan, namun dia malah tertidur.

Selang beberapa saat, seorang muda berjalan di daerah itu. Kemudian pemuda itu mendekati Howard serta bertanya bertanya, "Sir, apa kamu baik-baik saja?" 

Pemuda itu penasaran, melihat ada orang tergeletak di pinggir jalan.


"Dingin, aku sangat kedinginan," kata Howard kepada pemuda tadi.


"Dapatkah aku membantumu?" tanya pemuda itu seraya memegang tangan Howard.


Howard hanya mengangguk dan menerima bantuan pemuda itu. Tangan anak muda tadi mampu menghangatkan tangannya. Kemudian pemuda itu membantu menyalakan perapian kecil ditengah udara yang begitu dingin. 

Kemudian dia menyuruh Howard untuk mendekati perapian, lalu pergi mencari air yang tak jauh dari sana, untuk merebus air. 

Akhirnya, Howard merasakan kehangatan di tubuhnya dan bisa menyantap makanan siap saji, yang memerlukan tambahan air panas.


Tampak oleh Howard, pemuda itu bersahabat dengan suhu di sini. 

Howard penasaran serta bertanya, "apakah kamu juga pendaki sepertiku?"


Pemuda itu hanya tertawa, seraya berkata, "aku Matt. Rumahku tak jauh dari sini. Apakah kamu akan mendaki gunung ini?"


"Iya, namaku Howard " jawabnya sambil menatap Matt.


"Wooww, sendirian?" tanya Matt penasaran bercampur keheranan.


Howard menceritakan semua, bagaimana dia bisa sampai disini bersama rekannya. Sedih bercampur cemas, bagaimana keadaan sang rekan dengan udara semakin dingin.

Kemudian Matt menceritakan, untuk menuju ke perkemahan, bila sudah sore akan sangat berbahaya karena suhu udara semakin ekstrem. Matt menawarkan untuk membantu mencari dan menyusul sahabatnya yang mungkin belum jauh dari sini, lalu menawari untuk menginap di rumahnya. 

Kemudian, baru besok pagi melanjutkan perjalanan bersama sang ayah menuju puncak. Perlu seorang guide berpengalaman untuk sampai ke puncak bila mendaki pada musim salju seperti ini.

Di musim lain, tak masalah untuk mendaki sendiri. Ditambah lagi, ini merupakan pengalaman baru mendaki di gunung Alpen waktu musim salju.

Mereka segera menghabiskan makanan, cukup memberikan tambahan energi buat Howard. Lalu mereka melanjutkan perjalanan dengan Howard yang di depan.


                                ********


             Disusuri jalan menanjak dan sesekali meneriaki nama Jack. Langit semakin gelap dan Howard menyalakan senter. Tak sengaja, terlihat bayangan orang tergeletak di tengan jalan. 

Matt dan Howard menghampiri, ketika dilihat ternyata Jack. Wajah dan tanga Jack sangat dingin, Howard bingung dan panik. Kemudian ditenangkan oleh Matt, nadi sangat kecil dan tarikan dadanya juga pelan. Kemudian Matt memberi perintah untuk Howard, menuangkan air panas tadi di sapu tangan, lalu di kompres di leher serta dahi Jack dan mereka mendekap tubuh Jack bersama-sama.


Matt tahu, bahwa Jack tak sadarkan diri karena kedinginan yang cukup lama. Selang beberapa lama, Jack sadar namun menggigil. Kemudian diambil sleeping bed dari rangsel Howard dan dipakaikan pada badan Jack. 

Mereka memberi minuman panas dari termos Howard. Untunglah ada sisa air, sehingga cukup untuk membuat makanan saji bagi Jack. Setelah melihat Jack sudah mulai pulih, Matt mencari kayu, untuk perapian kecil bagi mereka semua.


              Matt, Jack dan Howard mengelilingi perapian itu untuk mendapatkan kehangatan dengan udara semakin mencekam serta langit bertambah gelap.


"Pegunungan ini selalu memberikan pengalaman tersendiri bagi para pendaki. Selain semangat juga dibutuhkan kerjasama untuk mencapai puncaknya, bukan hanya saat musim salju tapi dalam setiap musim." Kata Matt kepada Howard dan Jack.


            Jack merasakan kehangatan kasih sayang dari sahabat dan orang asing yang baru dikenal. Jack mengucapkan beribu terimakasih sudah menolong. 

Jack bercerita bagaimana sulitnya menjalani perjalanan seorang diri tanpa sahabat. Angin begitu kencang dan semakin kuat menjejakkan kaki, terasa semakin terhempas. 

Jack sadar bahwa ambisi dan keinginan untuk sampai ke puncak, membuatnya terobsesi untuk menyelesaikan misi ini sendirian. Apalagi melihat sang kawan, yang tak mampu lagi berjalan cepat. Ketakutan gagal mencapai target, membuat meninggalkan sang kawan, namun malah kedinginan hati dan suhu yang dirasakan.

Jack meminta maaf kepada sahabatnya dan memeluk Howard. Howard merasa bahagia, sosok kawannya telah kembali. 

Kemudian Howard menceritakan pertemuan dengan Matt dan bagaimana saran darinya untuk mereka. Jack setuju dengan usulan itu dan berjanji untuk bersama-sama melewati semua rintangan sampai puncak dan pulang kembali ke rumah.

              Setelah kondisi mereka cukup kuat dan stabil, Matt mengajak untuk melanjutkan perjalanan, agar bisa sampai di rumah dan tidak kedinginan. Mereka kembali berjalan menyusuri hutan, dengan Jack di barisan terakhir.

Jack menatap sahabatnya dengan tersenyum serta sesekali melihat jalan yang sudah dilaluinya. 

"Aku bisa melalui ini semua karena sahabat dan orang di sekitarku bukan karena kemampuan diriku sendiri," ucap Jack dalam hati. 

"Hasil akhir bukanlah segalanya, tapi proses untuk bisa sampai ke sana, merupakan prestasi yang tak tergantikan," pikir Jack yang melihat sekeliling bukan dengan dingin hati dan pikiran.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun