Di ujung kerinduannya, dia menemukan jawaban dengan pergi menemui sahabatnya esok hari. Tanpa pikir panjang, Nayla menyampaikan niat kepada ayah dan bunda. Mereka pun mendukung serta akan menemani ke sana.
Pagi-pagi sebelum mentari bersinar, kami sudah siap untuk melakukan perjalanan ke luar kota. Memakan waktu empat jam untuk tiba di rumah Kirana, dengan di suguhi banyak pepohonan dan pemandangan laut yang memukau.
"Permisi ... Permisi, " sapa Nayla sambil mengetuk pintu.
"Lohh neng Nayla ... pak, bu ... monggo pinarak," ibu Kirana mempersilahkan kami semua masuk.
"Terimakasih bu ... bagaimana kabar bapak, ibu dan semua? Kirana di mana bu?" tanya Nayla yang tak sabar.
Ibu seperti tak mendengar kata-kata Nayla, langsung memanggil bapak serta sibuk menyiapkan minuman dan makanan untuk di hidangkan. Kemudian bapak dan ibu keluar bersama dengan membawa hidangan.
"Maaf ... masih ngurus ternak di belakang. Sudah daritadi ya?" seru bapak Kirana.
"Baru saja kami sampai pak. Bagaimana kabar keluarga di sini? Ini Nayla kangen dengan Kirana katanya ...," jawab ayah Nayla sambil tersenyum.
Bapak dan ibu Kirana mendadak terdiam, kemudian dilanjutkan dengan perkataan yang terbata-bata ibu Kirana sambil meneteskan air mata, " Kirana sudah tenang."
Kami semua keheranan, lalu bapak meneruskan, " Kirana di panggil Tuhan seminggu yang lalu. Kami semua sangat kehilangan Kirana. Apalagi adiknya, Rani sangat terpukul dan mengurung diri di kamar sampai tiga hari. Kejadiannya begitu cepat, setelah lulus, Kirana sering membantu kami untuk mengurus kebun dan dia sering pingsan.