Sambil menancap gas, aku mulai memberi diriku aba-aba untuk lebih pelan lagi dalam berkendara. Ternyata benar, anak tadi memberikan petunjuk padaku. Di depan, lebih banyak anak balita yang bermain dan berlarian tanpa arah ditemani ibu-ibu dan kakak-kakak yang berdiri dan menunggu mereka bermain.
"Permisi ..." seruku menyapa mereka.
"Monggo mas" jawab mereka dengan ramah.
Dan aku pun berhasil melewati mereka dan sampai di jalan raya.
Tak berselang lama, aku memarkir motor dan mencari snack kesukaanku. Setelah menemukan dan melakukan transaksi, aku pun pulang dengan melewati jalan raya yang semestinya. Dalam benakku muncul perasaan untuk lebih menghargai pengendara lain sehingga ku pelankan laju kecepatan.
Saat memakan snack kesukaanku, rasa malted coklatnya mengingatkanku akan anak lelaki kecil yang cukup tampan tapi mampu mengubah cara berpikirku. Pantas saja dia ramah, ternyata dia dikelilingi lingkungan yang ramah dan baik. Itu aku temukan saat menyapa ibu-ibu di gang tadi.
Di snack terakhirku, aku meniatkan diri untuk tidak lagi arogan dengan sepeda CB klasik yang kupunya. Mungkin, aku harus belajar untuk tidak kebut-kebutan di jalan dan menghargai pengendara lain. Happ ... usai sudah, yang selama ini aku banggakan dan makanan kesukaanku.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H