Melihat awan bersorak ceria di sore hari, membuat diriku pengen nyamil. Makanan itu begitu malted hingga aku pun bergerak mengambil kunci. Namun tiba-tiba kebanggaan dan arogansiku lenyap ketika melihat senyum polos dan kata-kata yang menenangkan dadaku yang berdegup.
Namaku, James. Seorang yang suka berpetualang dengan motor butut yang menurutku klasik dan unik, sepeda CB kesayanganku. Touring dan trek-trekan menjadi hobi yang menyenangkan yang tak terpisahkan dalam diriku. Sore ini, tiba-tiba keinginanku untuk menikmati malted coklat kesukaanku menjadi tak terbendungkan. Tanganku sibuk mencari gantungan kunci motor, lalu kakiku menginjak starter menuju ke market dekat rumah. Di market itu, ternyata snack yang aku idam-idamkan habis. Akhirnya ku relakan diri untuk menuju market yang agak jauh. Aku ingin jalan pintas dan cepat, akhirnya aku putuskan melewati gang yang hanya kendaraan roda dua saja yang bisa masuk.
Kebiasaan kebut-kebutan membuatku lupa bahwa memasuki gang yang jalannya sempit.
Tak berselang lama, aku pun menekan keras rem depan dan belakang, namun tak membuatku terpanting karena tubuhku yang besar bisa menjaga keseimbangan. Dadaku berdebar-debar kaget, hampir saja mau menabrak anak kecil dengan sepeda federalnya.
"Maaf mas ... " anak kecil itu tersenyum
Rasa kaget dan rasanya ingin marah pun tiba-tiba lenyap dari pikiranku, melihat wajah polos dan ucapannya yang menyentuh hati.
"Lain kali hati-hati ya ..." tukasku, sambil masih terpaku karena kaget
Sebenarnya, anak itu juga kaget, namun dia menyembunyikan di balik senyuman
"Iya mas ... terimakasih" sambil berbelok dan di temani dua orang temannya yang juga sama-sama membawa sepeda.
Aku pun berusaha untuk mengumpulkan kekuatan dengan menarik nafas panjang. Syukurlah semua baik-baik saja. Memang aku yang salah, tak sepantasnya untuk unjuk ketrampilan berkendara di sini. Bukan tempatnya dan hampir saja mencelakai orang. Ego ku yang tinggi seringkali membuatku arogan, namun kali ini meleleh dengan senyuman anak itu, apalagi kata-katanya yang menenangkan.
Sambil menancap gas, aku mulai memberi diriku aba-aba untuk lebih pelan lagi dalam berkendara. Ternyata benar, anak tadi memberikan petunjuk padaku. Di depan, lebih banyak anak balita yang bermain dan berlarian tanpa arah ditemani ibu-ibu dan kakak-kakak yang berdiri dan menunggu mereka bermain.
"Permisi ..." seruku menyapa mereka.
"Monggo mas" jawab mereka dengan ramah.
Dan aku pun berhasil melewati mereka dan sampai di jalan raya.
Tak berselang lama, aku memarkir motor dan mencari snack kesukaanku. Setelah menemukan dan melakukan transaksi, aku pun pulang dengan melewati jalan raya yang semestinya. Dalam benakku muncul perasaan untuk lebih menghargai pengendara lain sehingga ku pelankan laju kecepatan.
Saat memakan snack kesukaanku, rasa malted coklatnya mengingatkanku akan anak lelaki kecil yang cukup tampan tapi mampu mengubah cara berpikirku. Pantas saja dia ramah, ternyata dia dikelilingi lingkungan yang ramah dan baik. Itu aku temukan saat menyapa ibu-ibu di gang tadi.
Di snack terakhirku, aku meniatkan diri untuk tidak lagi arogan dengan sepeda CB klasik yang kupunya. Mungkin, aku harus belajar untuk tidak kebut-kebutan di jalan dan menghargai pengendara lain. Happ ... usai sudah, yang selama ini aku banggakan dan makanan kesukaanku.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H