Mohon tunggu...
KRISTINA DWI INDRIASTUTI
KRISTINA DWI INDRIASTUTI Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Berbisnis di usia muda

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Pentingnya Hak Ekonomi Bagi Kekayaan InterlektualPemilik Hak Cipta Dalam Perspektif Hukum

14 Desember 2024   07:04 Diperbarui: 14 Desember 2024   07:04 18
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Perlindungan Hak Ekonomi Bagi Pemilik Hak Cipta Dalam Perspektif Hukum
Kekayaan Intelektual di Indonesia

Nama : Kristina Dwi Indriastuti
Kelas  : HES 7F
Nim   : 222111221
Tugas : UAS Hak Kekayaan Intelektual

Hasil Review Jurnal
Judul: Perlindungan Hak Ekonomi Bagi Pemilik Hak Cipta Dalam Perspektif    Hukum Kekayaan Intelektual di Indonesia
Volume : 5 No. 2
Tahun : 2023
Penulis : Faidatul Hikmah, Andri Yanto, Kelvin Arisk
Reviewer : Kristina Dwi Indriastuti
Tanggal Review : Jum'at  13 D esember 2024

Dalam dunia industri dan perdagangan, hak kekayaan intelektual meruapakan suatu komoditas yang sangat berharga dan memperoleh perlindungan ekstra. Hal ini tidak terlepas dari kedudukan HKI yang bersifat eksklusif, sehingga tidak dapat dipergunakan oleh pihak selain pemilik, dan hanya dapat menggunakanya dengan perizinan. Untuk itu, HKI memberikan prospek ekonomi yang menjanjikan bagi pemiliknya. Selain hak ekonomi, HKI juga memiliki hak moral, yakni hak yang secara ekslusif melekat pada seorang yang menciptakan atau menemukanya. Hak moral bersifat permanen dan tidak dapat digantikan, sedangkan hak ekonomi dapat dialihkan kepada pihak lain melalui cara-cara yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. Kebolehan mengalihkan hak ekonomi HKI menjadikanya sebagai hal yang bernilai dan dapat diperjualbelikan.

Perlindungan Hak Cipta

Dalam UUCH, yang dimaksud dengan perlindungan terhadap hak cipta ialah merujuk pada hak ekonomi dari suatu karya ciptaan. Pasal 72 UUCH dengan tegas menyebutkan bahwa setiap orang yang dengan sengaja atau tanpa hak melanggar hak cipta orang lain, maka akan dipidana dengan penjara paling singkat satu bulan dan atau denda paling sedikit satu juta rupiah, atau penjarta paling lama tujuh tahun dan denda paling banyak lima miliar lainya. Ketentuan pidana dalam undang-undang ini juga secara tegas dapat digunakan untuk menjerat setiaporang yang menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau penjual ciptaan atau barang yang diperoleh melalui pelanggaran hak cipta. 

Juga setiap orang yang memperbanyak penggunaan untuk kepentingan komersil suatu program komputer tanpa hak. Dengan adanya ketentuan pidana tersebut, UUHC secara tegas memberikan jaminan sanksi pada setiap orang yang secara sengaja melanggar hak cipta. Aturan ini juga memastikan agar eksploitasi ekonomi dari suatu produk secara eksklusif dapat dinikmati oleh pencipta atau pihak-pihak yang bermitra dengan cara yangs sesuai dengan peraturan perundang-undangan.


Pelanggaran Hak Ekonomi dan Kelemahan 

PerlindunganMaraknya kasus pembajakan terhadap karya cipta adalah perkara tidak berujung yang hamper selalu terjadi. Terlebih dengan kecanggihan teknologi dewasa ini dan permintaan pasar terhadap barang-barang dengan harga miring yang juga meningkat. Pada 2019, IKAPI menerima laporan yang disampaikan oleh 11 penerbit dengan total kerugian akibat pembajakan karya buku senilai Rp 116,050. Sebanyak 59% dari karya-karya buku yang telah dibajak, ditemukan di marketplace (lokapasar daring), dan bahkan buku-bukunya tersebar luas di internet dalam bentuk e-book yang dapat diunduh.

Akibatnya, angka penjualanbuku asli yang seharusnya menjadi hak ekonomi bagi penerbit dan penulis menjadi tidak dapat terpenuhi. Kasus kerugian yang dilaporkan oleh penerbit ke IKAPI sejatinya adalah fenomena gunung es, dengan hanya sebagian kecil yang tampak dipermukaan. Dalam kenyataanya, praktik pembajakan jauh lebih besar dan berskala massif. Tersebarnya ebook yang dapat diunduh secara bebas di internet juga tentu sangat merugikan penulis dan penerbit, lantaran pembaca tidak lagi harus membeli karya untuk dapat menikmatinya. Hal yang sama juga dengan lagu dan berbagai bentuk hak cipta lainya. Perlindungan hukum yang dihadirkan negara dalam UUHC belum mampu membendung gelombang pembajakan yangjelas merugikan pemegang hak cipta.

Reformulasi Kebijakan Delik Aduan


Hal yang sangat disayangkan ialah, bahwa rumusan delik aduan yang termaktub dalam UUHC cenderung tidak mampu mengikuti perkembangan zaman yang semakin pesat dan tidak terbatas. Penulis dan penerbit tidak selalu dapat menemukan para pihak yang secara sengaja melanggar hak cipta miliknya untuk memperoleh keuntungan. Terlebih, apabila kasus pembajakan tersebut dilakukan oleh banyak pihak, seperti halnya buku yang dapat dicetak, dipublikasi, dan diperjualbelikan dengan sangat mudah.


Ketidakmampuan penulis dan penerbit untuk secara menyeluruh melaporkan semua pelaku yang melanggar hak ciptanya, menyebabkan lebih banyak pembajakan terus berjalan dan tidak diproses secara hukum. Dengan delik aduan pula, tidak semua masyarakat dapat melaporkan kasus pembajakan hak cipta, lantaran ia tidak termasuk sebagai pihak yang dirugikan. Sementara bagi aparat kemanan, tindakan penangkapan juga hanya dapat dilakukan jika sudah terdapat laporan dari pihak yang dirugikan. Kondisi-kondisi yang demikian, menjadikan upaya perlindungan hukum terhadap hak cipta di Indonesia sangat sulit menghasilkan titik temu yang efektif. Selain lemahnya substansi hukum yang masih bersifat aduan, kultur masyarakat Indonesia yang kurang menghargai hak cipta suatu karya juga adalah masalah yang serius. Kurangnya penghargaan ini mendorong masyarakat untuk membeli dan mengonsumsi karya bukan dari pemilik aslinya.Untuk itu, penting bagi pemerintah untuk mengkaji kembali sifat delik aduan dalam hal pelanggaran hak cipta.


Simpulan
Pengaturan mengenai hak cipta di Indonesia secara lengkap diatur dalam UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. Hak cipta tidak wajib didaftarkan, namun bagi pihak yang mendaftarkanya berhak memperoleh Surat Pencatatan Ciptaan yang dapat digunakan sebagai bukti dipersidangan dalam hal terjadi sangketa. UUHC juga mengatur mengenai ketentuan sanksi pidana bagi setiap orang yang dengan sengaja melanggar hak cipta milik orang lain. Meski telah memperoleh pengaturan yang tegas dalam UUHC, pelanggaran hak ekonomi dalam karya ciptaan tetap dan terus marak terjadi.

Kemudahan dalam melakukan pelanggaran, ditambah dengan sifat delik aduan dalam UUHC menyebabkan banyak pelaku pelanggaran yang tidak dipidana lantaran pelaporan oleh pihak yang dirugikan, seperti penulis dan penerbit banyak tidak menjangkau semua kalangan. Terlebih, pelaku pelanggaran sulit terdeteksi, massif, dan tidak selalu diketahui oleh pemilik hak cipta.Tersebarnya karya ciptaan di internet, seperti ebook, lagu, dan rekaman atau clip video juga sangat merugikan pemilik hak cipta, dan UUHC belum memiliki mekanisme yang jelas untuk menanggulangi berbagai permasalahan tersebut

Kelebihan dan Kekurangan Dari Jurnal ini adalah

Kelebihan : Bahasa mudah di pahami pembaca

Kekurangan : Dalam jurnal ini penulis kurang melampirkan seperti kajian teori dan komponen penting di dalam jurnal maka bisa saya katakan jurnal ini belum cukup lengkap. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun