Mohon tunggu...
Kristianto Naku
Kristianto Naku Mohon Tunggu... Penulis - Analis

Mencurigai kemapanan

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Kejahatan dan Penderitaan dalam Konsep Teodise Lebniz

19 Januari 2021   06:48 Diperbarui: 19 Januari 2021   07:09 3409
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tuhan

Leibniz adalah pencipta kata teodise, "pembenaran Allah" terhadap kejahatan. Leibniz mencoba menerangkan bahwa kebaikan Allah tidak bertentangan dengan adanya kejahatan dan bahwa kebebasan manusia tidak bertentangan dengan kemahakuasaan Allah. 

Menurut Leibniz, dari semua dunia yang mungkin, Allah telah menciptakan yang paling baik. Dunia ini merupakan suatu hasil maksimal -- kemungkinan lain itu jelek (Harry Hamersma, 1983). 

Segala sesuatu yang datang dari Allah adalah benar dan baik. Allah menciptakan segala sesuatu baik adanya (bdk. Kejadian 1:1-20) hanya bagaimana manusia sebagai ciptaan berusaha bertanggung jawab untuk memelihara apa yang dipercayakan kepadanyalah yang menjadi sebuah tantangan.

Kaum theis mengatakan bahwa Tuhan itu adalah Ada yang Sadar, yang dapat berpikir, memiliki intensi, berkeinginan serta berkehendak baik. Allah adalah kebaikan yang sempurna. Ini berarti Allah tidak pernah melakukan kesalahan. Semua tindakan dan intensinya selalu benar.

Manusia

Tuhan dimengerti sebagai Sang Creator (Sang Pencipta) dan yang lain selain Tuhan adalah creatures (ciptaan). Manusia adalah hasil ciptaan Tuhan. Karena ciptaan Tuhan, maka manusia tergantung sepenuhnya kepada Tuhan. Relasi antara manusia dan Tuhan adalah relasi ketergantungan. 

Ketergantungan ini -- dalam filsafat Thomas Aquinas dan teologi kristiani (juga teologi agama-agama monotheistik) -- diungkapkan dengan distingsi bahwa Tuhan itu necessarium, sementara manusia itu contingens. 

Tuhan itu prinsip Harus Ada dari segala apa yang ada sedangkan manusia itu sebagai ciptaan -- bisa ada juga bisa tidak. Manusia tidak mungkin ada tanpa prinsip Harus Ada. Tuhanlah yang mengadakan manusia. Lalu bagaimana dengan dunia - relasi antarmanusia dan dunia, dunia dan Tuhan?

Manusia hidup dalam dunia dan menjalankan segala kegiatannya di dalam dunia pula. Kata dunia menunjuk pada alam semesta yang menjadi tempat hidup manusia. Dunia kemudian dipandang jahat secara intrinsik dan tampak dikutuk tanpa mendapat remisi. 

Di sisi lain terdapat pandangan bahwa dunia begitu dekat dengan manusia. Pandanagn ini melihat bahwa dunia yang telah diciptakan ini pada dasarnya baik -- "Ia melihat segala yang diciptakan-Nya itu baik adanya" (Kej 1:1-20). Manusia juga dipandang sebagai mahkluk terbatas. Harus diakui bahwa manusia adalah makhluk terbatas yang tidak tuntas menyelami kehendak Allah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun