Marketing Politik
Branding politik adalah salah satu strategi untuk memenangkan sebuah pesta demokrasi. Ibarat pasar, konstituen adalah pembeli (target market), sedangkan kandidat adalah merk atau produk yang siap dipajang di etalase politik. Untuk memenangkan konstituen milenial, diperlukan startegi political marketing yang benar dan tepat sasaran.
Political marketing adalah suatu kegiatan pemasaran politik untuk menyukseskan kandidat atau parpol dengan segala aktivitasnya. Dalam merebut pangsa pemilih di bursa efek kandidat, ada beberapa strategi trobosan yang menjadi pertimbangan penting yang perlu diperhatikan.Â
Hemat saya, ada tiga tantangan yang akan dihadapi oleh seorang kandidat ketika berhadapan dengan partisipasi generasi millenial di dunia maya, antara lain segmentasi, strategi, dan scorecard.Â
Pertama, segmentasi pemilih merupakan tahap pertama strategi pemasaran politik yang paling penting, tapi seringkali dilewatkan. Segmentasi yang paling mudah dilakukan adalah berbasis demografi (usia dan gender), dan geografi. Menurut Gareth Smith dan Andy Hirst, model segmentasi pemilih di dunia saat ini sudah berbasis psikografi.
Kedua, tantangan berkaitan dengan strategi. Strategi politik adalah salah satu bahan baku untuk merebut pemilih milenial. Ada tiga kriteria yang diperlukan berkaitan dengan strategi ini, yakni besarnya jumlah pemilih, tingkat persaingan, dan daya jual politik (kandidat dan parpol). Kriteria ini membantu proses pembuatan strategi marketing politik.Â
Proses penyusunan strategi sejatinya memasukkan elemen-elemen berikut: 1) upaya kandidat menempatkan citranya di benak pemilih (positioning), 2) upaya kandidat memengaruhi pemilih dengan mengemas produk kandidat dan parpol layak jual -- termasuk di sini berkaitan dengan slogan dan simbol yang digunakan, dan 3) distribusi produk politik ke konsumen, yakni dengan campaign. Kampanye politik adalah salah satu senjata yang dipakai untuk memenangkan produk politik tertentu (kandidat dan parpol).
Kampanye bisa dilakukan melalui "serangan udara" (media cetak dan elektronik) dan juga "serangan darat", yakni melalui tatap muka dengan pemilih. Berhadapan dengan generasi milenial, seorang kandidat perlu mempertimbangkan penggunaan internet dan media sosial sebagai infrastruktur memenangkan kampanye.Â
Dengan kata lain, kampanye harus mampu merangkul semua masyarakat, baik societas online maupun societas offline. Ketiga, upaya evaluasi dan pemantauan (scorecard).Â
Evaluasi dan monitoring sangat penting untuk memantau kinerja tim pemasaran politik dan sebagai bahan masukan untuk perbaikan implementasi strategi pemasaran politik berikutnya.
Lalu bagaimana dengan pendidikan politik dan peranan partai politik yang melibatkan generasi milenial? Tantangan lain yang dihadapi ketika berpapasan dengan generasi milenial adalah bagaimana pendidikan politik dikembangkan dan bagaimana peranan parpol dalam memberikan political education. Selama ini, Indonesia cenderung belajar mekanisme politik dan cara berdemokrasi hanya melalui materi politik yang diolah oleh sebuah parpol.