Mohon tunggu...
Kristianto Naku
Kristianto Naku Mohon Tunggu... Penulis - Analis

Mencurigai kemapanan

Selanjutnya

Tutup

Foodie Artikel Utama

Transformasi Pandemi, dari "Fast Food" Menuju "Slow Food"

4 Oktober 2020   09:56 Diperbarui: 8 Oktober 2020   12:56 517
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi masak bareng anak di rumah. (sumber: SHUTTERSTOCK/JACK FROG via kompas.com)

Saat sekarang orang tidak terburu-buru untuk menghabiskan makanan. Ini karena kita menerapkan konsep "slow food." Lain halnya jika kita di restoran "fast food." Di sana waktu dan suasana selalu mengawasi kita. 

Misalkan kita tidak bisa berlama-lama karena pelanggan yang datang selalu ada dan butuh tepat untuk duduk dan makan. Jika terlalu lama, kenyamanan kita justru terusik. Lalu muncul komentar dari pemilik McDonald: "Kok lama banget. Padahal, pesannya cuman sedikit."

Jika ditakar dari segi kesehatan, dua konsep makanan ini -- antara "fast food" dan "slow food" -- sama-sama memiliki daya persuasi. Sebuah kajian komparatif dari 380 daerah di Ontario, Kanada, menunjukkan bahwa daerah-daerah dengan lebih banyak layanan cepat saji cenderung mengalami sindrom penyakit jantung koroner akut.

Dalam hal ini, restoran cepat saji berkontribusi pada perkembangan masalah kesehatan di masa depan dengan menciptakan kebiasaan makan yang buruk, terutama pada anak-anak. 

Selain merusak kesehatan, tren industri cepat saji juga merusak lingkungan karena menghasilkan sampah yang kebanyakan tidak bisa terurai. Banyak hutan yang luas dikorbankan untuk menyediakan kertas yang diperlukan setiap tahun oleh McDonald.

Sedangkan, "slow food" selalu dibully karena mempertahankan unsur-unsur tradisional. Menarik bahwa konsep "slow food" berupaya mengerem kesibukan manusia, menekan laju penyajian makanan, dan membuat manusia wajib tahu masak. 

Di keluarga-keluarga sekarang, banyak hal-hal aneh yang justru terlihat karena kurang terbiasa. Karena tak terbiasa masak sendiri, kadang masakan jadi gosong.

Kebiasaan makan di luar rumah juga membuat para wanita lupa bagaimana memasak. Keseringan makan di luar rumah dengan tren "fast food" membuat manusia menjadi semakin mager dan kurang kreatif. 

Akan tetapi, ada ketakutan besar dalam diri saya bahwa setelah pandemi berakhir upaya balas dendam dan arus balik berburu kuliner tak terkendali. Apa yang bakal terjadi?

Setelah korona virus, kita akan menghadapi virus terbaru, yakni pandemi "faster food." Semua orang bakal keluar rumah menikmati suasana bersama di luar. Restoran cepat saji, seperti KFC, MacDonald, dan Pizza Hut sesak diserbu pelanggan. Kita lihat!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun