Mohon tunggu...
Kristanti Wardani
Kristanti Wardani Mohon Tunggu... wiraswasta -

Arkeolog yang tak lagi bersahabat dengan kotak gali. Sekarang lebih menekuni kegiatan bersepeda dan plesiran untuk meramunya menjadi bahan dongeng.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Museum: Aset Menjanjikan bagi Pariwisata

22 Januari 2015   00:45 Diperbarui: 17 Juni 2015   12:39 338
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kembali lagi ke pengalaman saya bertemu pejalan Kanada di Museum Sonobudoyo. Setelah memuji kekayaan sejarah dan budaya Indonesia yang melimpah ruah, beliau menyampaikan kritik membangun untuk museum –khususnya Sonobudoyo-. Menurutnya, museum seolah tak bisa menyuarakan atau manarasikan kekayaaan Indonesia. Saya sangat setuju.

Sebagian besar museum di Indonesia tidak dilengkapi dengan alur cerita sehingga menyesatkan pengunjung. Selain itu banyak koleksi yang sepertinya sengaja “dibungkam” sehingga cerita menarik di baliknya tak bisa diketahui pengunjung. Jika ada informasi yang disertakan bersama koleksi biasanya sangat terbatas, sedikit sekali. Belum lagi menyangkut pemandu museum. Biasanya kita tidak diberi tahu apakah pemanduan bersifat gratis atau berbayar. Hal tersebut mengkibatkan pejalan beranggaran ketat memilih untuk mengeksplorasi museum secara mandiri. Padahal bisa jadi museum tersebut meyediakan pemandu secara gratis.

Rasanya bahagia jika melihat kondisi museum di luar negeri –terutama di negara maju-. Mereka memiliki museum dengan kualitas baik. Mereka melengkapi diri dengan amunisi lengkap: kesiapan akan produk, branding, dan strategi pemasaran.

Padahal jika berbicara mengenai koleksi, museum di Indonesia itu koleksinya wah banget, seabrek. Tak bisa dibandingkan dengan koleksi yang dimiliki oleh museum-museum di Singapura. Namun mengapa mereka selalu bisa “bermain-main” dengan koleksi museumnya layaknya orang yang tidak pernah kehabisan ide. Tidak pernah buntu dan selalu produktif. Selalu ada tema menarik yang dimunculkan untuk diwujudkan dalam bentuk pameran temporer, festival, serta acara-acara terkait dengan koleksi museum. Lagi-lagi jauh dari hanya sekedar lomba menyanyi dan menggambar atau acara musik tanpa konsep.

Seperti mimpi buruk jika membandingkan dengan kondisi sebagian besar museum pemerintah di Indonesia. Kondisi museum di sini seperti mati segan hidup tak mau. Yang anehnya pemerintah seperti punya hobi membangun museum tiap tahun namun lupa mengurus yang sudah ada.

Lantas apa yang bisa dilakukan dengan kondisi minim dana untuk sekedar memperbaiki tata pamer atau desain museum? Salah satu cara ialah memberdayakan pekerja museum. Suruh mereka berpikir kreatif untuk menciptakan program. Karena jika koleksi sudah tak memikat mata maka program museum bisa menjadi penarik perhatian.

Jikalau mereka masih juga tak produktif maka beri ultimatum mutasi dengan pangkat yang lebih rendah. Mungkin dengan begitu mereka mulai melek dan baca-baca referensi. Kita tidak lagi bicara soal tata pamer koleksi museum. Tapi kita mencoba untuk membicarakan hal-hal kecil nan kreatif yang bisa diciptakan untuk menarik sebanyak mungkin pengunjung ke museum. Aktivitas di museum sejatinya merupakan roh dari museum itu sendiri.

Sekarang pertanyaannya, “Kan ga semua orang yang kerja di museum itu mempelajari museologi. Terus gimana donk?” Betul sekali. Saya anggap sebagian besar sudah mengerti bahwa orang-orang di balik layar museum-museum –pemerintah- di Indonesia itu biasanya tidak mempelajari museologi secara khusus. Otomatis tidak semuanya paham dengan bidang museum. Sebagian besar dari mereka bisa bertugas di museum juga tersebab “dimuseumkan” karena berbagai faktor.

Pernah saya bertanya pada seorang teman yang magang di sebuah instasi Kebudayaan. Sepengetahuannya, museum-museum belum dilengkapi dengan museum educator atau orang yang khusus memikirkan tentang program atau aktivitas di museum. Mungkin benar juga. Kalau mereka hadir di museum tidak mungkin acara di museum berkisar dari lomba menyanyi atau menggambar saja. Saya jarang menemukan museum yang mengajak pengunjungnya untuk membuat interpretasi terhadap koleksinya.

Nah, lalu bagaimana untuk memulai perancangan program museum tanpa sumber daya yang mumpuni? Untuk langkah awal bolehlah museum menyisihkan sedikit dana untuk mempekerjakan konsultan yang ahli di bidang perancangan program, pengemasan produk, dan pemasaran. Namun perlu diingat bahwa konsultan ini tidak bakal selamanya bekerja untuk museum. Mereka hanya digunakan sebagai pemancing yang akan mentransfer pengetahuan.

Hal tersebut sebenarnya sudah dimulai oleh Museum Nasional dengan program Akhir Pekan di Museum. Program tersebut nyata mampu menyedot perhatian masyarakat dan pejalan baik lokal maupun manca.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun