Mohon tunggu...
Krismas Situmorang
Krismas Situmorang Mohon Tunggu... Guru - Teacher, Freelancer Writer, Indonesian Blogger

Observer of Social Interaction, Catechist in the Parish.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Slow Living, Dilema Praktis Kebutuhan dan Ketenangan Hidup

23 Desember 2024   07:29 Diperbarui: 25 Desember 2024   19:18 136
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saat ini, kehidupan bergerak dengan sangat cepat. Hal itu dapat dilihat dari berbagai aktivitas masyarakat sehari-hari. Orang berangkat dari rumah pagi hari saat matahari belum terbit. Orang berdesakan di transportasi umum, lift atau eskalator. Semua orang terkesan serba terburu-buru.

Rutinitas sehari-hari ini menjadi pemandangan yang biasa saya lihat karena saya merupakan salah seorang diantaranya. Melihat, merasakan, dan menjalaninya memang sungguh terasa melelahkan.

Orang kadang berlari, bergerak, saling berebut setiap saat. Hal itu membuat tubuh dan pikiran menjadi kewalahan. Mungkin, hal itu pula yang menjadi alasan sebagian orang menjalankan gaya hidup slow living. Namun, kehidupan yang lambat tidak menghalangi penerapan teknologi tertentu seperti telepon seluler, internet, dan akses terhadap berbagai produk dan jasa.

Apa sih Slow Living itu?

Dalam beberapa perbincangan dengan teman-teman, terucap kalimat: "hidup tidak dua kali, nikmatilah hidupmu hari ini." Dikutip dari Wikipedia, slow living merupakan sebuah konsep gaya hidup yang menekankan pada pendekatan yang lebih lambat dan santai terhadap aktivitas hidup sehari-hari.  Istilah ini muncul sebagai respons terhadap budaya cepat yang mendominasi hidup  masyarakat modern saat ini, di mana individu sering kali merasa terjebak dalam rutinitas yang padat dan stres.

Berbagai sumber literatur menyebutkan bahwa gerakan hidup lambat berfokus pada gagasan bahwa cara hidup yang lebih lambat dapat mendorong kenikmatan hidup. Sebuah apresiasi yang lebih mendalam terhadap pengalaman indrawi dan kemampuan untuk 'hidup di saat ini'.

Baca juga: Perjumpaan Bermakna-Membangun Hubungan Sosial di Era Digital

Alasan Orang Menjalani Slow Living

Ada yang mengatakan bahwa menjalani gaya hidup lambat (slow living) dapat mengurangi stres. Dalam dunia yang serba cepat ini, tidak jarang orang mendapat tekanan untuk selalu produktif. Orang pun menjadi stres secara berlebihan, merasa tidak tenang dan cemas.

Gaya hidup slow living diyakini akan mengarahkan fokus pada hal-hal penting, seperti membangun relasi dengan keluarga dan teman dan menyalurkan hobi yang disukai. Tujuannya adalah agar dapat merasakan kebahagiaan yang lebih mendalam.

Melalui gaya hidup ini, kesadaran diri individu terdorong untuk hidup lebih sadar, menghargai setiap momen, dan tidak hanya menjalani hidup secara otomatis.

Gaya hidup slow living diyakini juga dapat berkontribusi pada kesehatan mental yang lebih baik dengan memberikan waktu untuk berefleksi dan memulihkan diri dari kehidupan sehari-hari yang serba sibuk.

Baca juga: Generasi Sandwich: Tantangan Ganda di Era Modern

Bagaimana Memulai Slow Living

Beberapa teman yang menjalani gaya hidup ini mengatakan bahwa menjalani gaya hidup slow living tidaklah sulit. Mereka mengurangi aktivitas yang berlebihan. Satu atau dua kegiatannya yang tidak perlu dihilangkan sehingga dapat fokus pada hal yang benar-benar penting.

Ilustrasi menikmati hidup santai. (Sumber: https://www.cantika.com/read/1875011/9-manfaat-gaya-hidup-slow-living-ketenangan-di-era-modern)
Ilustrasi menikmati hidup santai. (Sumber: https://www.cantika.com/read/1875011/9-manfaat-gaya-hidup-slow-living-ketenangan-di-era-modern)

Mereka berusaha meluangkan waktu untuk dirinya dengan cara menyisihkan waktu untuk melakukan hal-hal disukai, seperti membaca, berjalan-jalan di alam, atau sekadar bersantai tanpa gangguan teknologi.

Ada yang mengusulkan juga untuk mempraktikkan teknik "mindfulness" yaitu gerakan meditasi untuk membantu perasaan tenang dan menikmati setiap momen yang sedang dilalui. Berinteraksi dengan alam dan kesunyian untuk menenangkan pikiran.

Kota Favorit Slow Living

Di Indonesia, ada beberapa kota yang cocok untuk menjalani gaya hidup slow living. Misalnya: Malang, Salatiga, Ubud, dan Magelang. Tapi,akan membutuhkan usaha lebih untuk dapat tinggal dan menjalani gaya hidup ini di situ.

Beberapa tahun yang lalu, tempat tinggal saya di pinggiran kota Jakarta, rasanya cocok untuk menjalani gaya hidup seperti ini. Tapi sayangnya, saat itu, hidup saya justru sedang sibuk-sibuknya menguatkan ekonomi keluarga.

Saat ini, ketika ada belum ada momen yang tepat untuk menjalani gaya hidup ini, situasi kota kecil tempat tinggal saya tersebut justru sudah semakin padat dan ramai. Kemacetan ibukota pun telah menular ke kota kecil penyangga ibukota Jakarta ini.

Baca juga: Citayam oh Citayam, Lalu Lintas yang Memprihatinkan

Refleksi dan Insight

Menjadi bahan refleksi diri, tentang waktu yang tepat untuk menjalankan gaya hidup ini. Mungkin saja, ketika kemapanan secara finansial telah diraih, orang tergerak untuk menjalankan gaya hidup ini.

Slow living mungkin bukan hanya sekadar tren. Gaya hidup ini merupakan cara hidup positif yang dapat membawa kedamaian dan kebahagiaan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan mengurangi kecepatan hidup dan fokus pada hal-hal kecil namun berarti, individu dapat menemukan makna baru dalam rutinitas mereka.

Memulai perjalanan menuju slow living dapat dimulai dari langkah-langkah kecil, dengan tujuan akhir menciptakan kehidupan yang lebih bermakna dan memuaskan.

Namun, muncul pertanyaan reflektif dan menggelitik, ketika kemapanan belum dicapai, bagaimana seseorang dapat menjalankan gaya hidup ini?***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun